Metamorfosis Kampung ”Kumis”
Beberapa kampung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang dulu dikenal sebagai kampung kumuh dan miskin alias kumis, perlahan berbenah. Kini kampung tidak hanya bersih dan nyaman, tetapi juga menjadi tempat wisata.
Pandangan Sardi (64), warga Kampung Sungai Jeruju, tertuju ke Sungai Jeruju di depan rumahnya, Jumat (11/10/2019). Beberapa kali ia terlihat menunjuk ke arah sungai yang mengalir tenang sambil menggelengkan kepala. ”Sudah mulai banyak sampah. Harus segera dibersihkan lagi,” ujarnya.
Di dinding rumah Sardi terpampang jadwal kegiatan membersihkan sungai. Kegiatan itu dilakukan setiap Sabtu minggu pertama. Sardi risi melihat sampah mulai bertebaran di sungai. Sebab, kini Sungai Jeruju adalah beranda depan rumah warga.
Sungai Jeruju dengan lebar sekitar 4 meter bermuara ke Sungai Barito. Airnya berbeda dari Sungai Barito yang keruh. Air Sungai Jeruju jernih, dasarnya terlihat. Karena itu, Sardi risi jika di dasar sungai mulai bertebaran sampah plastik.
Sardi bersama warga lain berupaya menjaga wajah Kampung Sungai Jeruju agar tetap bersih dan nyaman. Kini, kampung di pinggiran Kota Banjarmasin dan terletak di antara gang sempit itu kerap dikunjungi orang dari sejumlah daerah, bahkan dari luar negeri. ”Terakhir, datang dari Malang,” katanya.
Menurut Sardi, beberapa tahun lalu, Kampung Sungai Jeruju dikenal sebagai kampung kumis. Ada empat rukun tetangga (RT) di RW 001 Kelurahan Alalak Selatan, Banjarmasin Utara, yaitu RT 005, RT 006, RT 007, dan RT 008. Sebagian besar warga tinggal di bantaran sungai.
Hampir semua rumah kayu warga membelakangi Sungai Jeruju dan menghadap Gang AR Ridha, gang sempit yang hanya muat dilintasi sepeda motor. ”Dari empat RT, yang paling parah RT kami, yaitu RT 007. Rumah warganya kumuh dan tidak beraturan,” kata Sardi.
Sebagai Ketua RT 007, saat itu Sardi malu dengan kondisi kampungnya. ”Dulu Sungai Jeruju kotor karena menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah rumah tangga,” ujarnya.
Program Kotaku
Menurut Sardi, Kampung Sungai Jeruju mulai berubah ketika masuk Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) pada 2017. Program tersebut menyasar RT 007. Lebih dari 20 rumah warga direhabilitasi.
Untuk menghilangkan kesan kumuh, permukiman warga di bantaran Sungai Jeruju ditata. Dapur rumah warga yang mengokupasi sebagian badan sungai dibongkar. Dibangun septic tank komunal, satu untuk 2-3 rumah.
Setelah dipangkas, dapur dijadikan beranda depan. Beranda itu sekaligus menjadi titian dari rumah ke rumah. Titian dari kayu ulin itu memiliki panjang 150 meter dan lebar 1,5 meter. Di sepanjang titian terdapat beberapa jendela. Dari kejauhan, rumah warga di bantaran Sungai Jeruju terlihat seperti rumah panjang.
Penataan itu tidak menghilangkan aksen kayu pada rumah asli warga. Dinding papan di bagian dapur yang dulunya lapuk dan reyot diganti papan baru. Beranda dibuat artistik dengan ornamen tanggui (caping) untuk penomoran rumah.
”Ulun (saya) suka rumah seperti sekarang. Kada (tidak) ada lagi depan atau belakang, semua adalah muka dan bagus. Tamu bisa masuk dari mana saja ke rumah,” kata Norhayah (65), warga setempat.
Penataan serupa dilakukan pada permukiman warga di bantaran Sungai Martapura. Permukiman kumuh di Kelurahan Sungai Bilu, Banjarmasin Timur, disulap menjadi Kampung Hijau. Selain itu, permukiman kumuh di Kelurahan Melayu, Banjarmasin Tengah, diubah menjadi Kampung Biru.
Di Kampung Hijau, semua rumah warga di bantaran Sungai Martapura dicat hijau, mulai dari tembok hingga atap. Demikian pula di Kampung Biru, rumah-rumah warga dicat biru. Titian kayu di tepi sungai diganti titian beton dan diberi pagar. Semua rumah menghadap ke sungai.
Tempat wisata
Menurut M Tauhid (50), Ketua RT 005 RW 001 Kelurahan Sungai Bilu, ada lima RT di Sungai Bilu yang disulap menjadi Kampung Hijau, dari RT 001 sampai RT 005. Program pengecatan rumah dan penggantian seng dengan warna hijau juga dilakukan pada 2017. ”Kampung kami yang dulu kumuh sekarang menjadi tempat wisata,” katanya.
Di Dermaga Kampung Hijau Sungai Bilu terdapat plang berbentuk rumah adat Banjar bubungan tinggi dengan tulisan selamat datang dan saptapesona. Di situ terdapat beberapa spot untuk berfoto. ”Pengunjung ramai pada hari Minggu,” kata Meylia (33), warga dan pemilik warung di dekat dermaga.
Wajah perkampungan tradisional di Banjarmasin yang berada di bantaran sungai terus didandani. Hal itu sejalan dengan tekad pemerintah kota untuk menjadikan Banjarmasin sebagai kota sungai terindah di Indonesia.
Pada 24 September lalu, Kota Banjarmasin berusia 493 tahun. Pemkot mengusung tema ”Banjarmasin Kota Pariwisata Sungai dengan Wirausaha Baru yang Kreatif dan Inovatif” pada peringatan hari jadinya.
Menurut Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, Banjarmasin akan terus berbenah. Apalagi, sebentar lagi akan hadir bandar udara bertaraf internasional di Banjarbaru. Banjarmasin akan sangat diuntungkan.
Kunjungan wisatawan Nusantara dan mancanegara diharapkan terus meningkat. ”Kami akan terus membenahi Kota Banjarmasin agar bersih dan nyaman sehingga menarik untuk dikunjungi,” katanya.