PBB Serukan Perlindungan Pekerja di Qatar dari Efek Panas dan Kelembaban
›
PBB Serukan Perlindungan...
Iklan
PBB Serukan Perlindungan Pekerja di Qatar dari Efek Panas dan Kelembaban
PBB, Jumat (11/10/2019), menerbitkan hasil riset terbaru yang menyerukan perlunya perbaikan dalam perlindungan para pekerja di Qatar dan pengaturan jam kerja yang lebih baik bagi mereka dari efek panas dan kelembaban.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Jumat (11/10/2019), menerbitkan hasil riset terbaru yang menyerukan perlunya perbaikan dalam perlindungan bagi para pekerja di Qatar dan pengaturan jam kerja yang lebih baik bagi mereka dari efek panas dan kelembaban.
Pemerintah Qatar mendapat kecaman keras atas kondisi yang dihadapi oleh ratusan ribu pekerja migran yang bekerja di luar ruang. Kecaman itu muncul di saat Qatar bersiap menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.
Efek cuaca panas dan lembab di Qatar kembali menjadi sorotan akhir-akhir ini saat beberapa pelari maraton dalam Kejuaraan Dunia Atletik di Doha, belum lama ini, kolaps. Padahal, nomor lari itu digelar tengah malam. Saat maraton berlangsung, kelembaban berkisar sekitar 73 persen dan suhu udara 33 derajat celsius.
Penelitian atau riset, yang diminta oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Kementerian Tenaga Kerja Qatar, itu memuji tindakan yang diambil untuk mengurangi efek panas pada 4.000 pekerja pada salah satu proyek pembangunan stadion Piala Dunia.
Riset tersebut menyimpulkan, sementara langkah-langkah mitigasi panas yang diambil oleh badan yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan Piala Dunia 2022 itu ”cukup hingga sangat dapat diterima”, pengusaha lain di Qatar diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi para pekerjanya. Dari sekitar 1,9 juta pekerja di Qatar, hanya 30.000 orang yang bekerja langsung pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur untuk Piala Dunia 2022.
Kepala Proyek Qatar ILO, Houtan Homayounpour, mengatakan bahwa proyek riset itu diselenggarakan bekerja sama dengan pemerintah untuk mengubah rekomendasi studi menjadi undang-undang. ”Pekerja harus dapat mengatur langkah mereka sendiri dalam hal ’kapan harus berhenti, kapan harus istirahat, kapan harus minum air’. Itu sangat penting. Mereka tahu yang terbaik apa yang mereka rasakan,” kata Homayounpour.
”Kami akan menyosialisasikan ini dengan tegas di seluruh negeri, bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja,” lanjut Homayounpour.
Dia menambahkan, penelitian itu juga mengindikasikan perlunya untuk memperpanjang larangan bekerja selama jam-jam terpanas pada hari tertentu. Undang-undang saat ini menyatakan, pekerja di lokasi yang terpapar panas harus berhenti bekerja antara pukul 11.30 dan 15.00 antara Juni dan Agustus.
Studi terbesar
Para peneliti dari Universitas Thessaly di Yunani mengamati selama lebih dari 5.500 jam kerja sebagai bagian dari penelitian mereka. Ini merupakan studi terbesar yang pernah ada dan merupakan yang pertama di wilayah tersebut. Studi ini melacak kondisi lingkungan selama musim panas tahun ini dan respons fisiologis dari 125 pekerja yang mengalami berbagai upaya menangani efek panas.
Studi ini membandingkan praktik di Stadion Al-Rayyan berkapasitas 40.000 penonton yang sedang dibangun di sebelah barat Doha di dekat area pertanian perdesaan. Studi tersebut mengamati dampak hidrasi, rasio istirahat dan bekerja, serta pakaian dalam situasi panas. Menurut studi itu, pekerja proyek stadion yang dijalankan oleh Komite Tertinggi Penyelenggara Piala Dunia mengurangi kondisi kelelahan mereka dengan menganjurkan para pekerja beristirahat lebih sering di tempat teduh dan berair.
Para peneliti juga merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan di Qatar memperkenalkan rencana langkah-langkah pengurangan stres akibat panas dan pemeriksaan kesehatan tahunan, serta menyesuaikan jam kerja musim panas, dan memberdayakan karyawan bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka.
Proyek-proyek yang dijalankan oleh Komite Tertinggi Qatar, diakui oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia, secara umum menawarkan perlindungan dan hak-hak yang lebih baik bagi pekerjanya daripada skema yang tidak berada di bawah pengawasan penyelenggara Piala Dunia.
Pada Kamis lalu, lembaga Human Rights Watch (HRW) meminta pemerintah Qatar untuk menyelidiki secara menyeluruh kematian pekerja setelah adanya publikasi riset yang menghubungkan kematian pekerja itu akibat kardiovaskular karena sengatan panas. Studi yang diterbitkan oleh Cardiology Journal pada Juli 2019 itu menyelidiki ”hubungan antara kematian lebih dari 1.300 pekerja Nepal antara 2009 serta 2017 dan paparan panas”.
Juru bicara Pemerintah Qatar, Sheikh Jassim bin Mansour Al-Thani, mengatakan, ”Qatar telah bekerja selama bertahun-tahun untuk memastikan kesejahteraan dan keselamatan semua pekerja, dan jika ada yang menyarankan sebaliknya, hal itu adalah salah dan menyesatkan.”
Menurut Sheikh Jassim bin Mansour Al-Thani, Qatar sekarang ”memimpin upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerja di kawasan”. Dia menambahkan, aturan bekerja pada musim panas telah ”diterapkan secara ketat”, dan lebih dari 300 kasus penangguhan pekerjaan yang telah diajukan pada musim panas 2019. (AFP)