JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo berjanji mengoreksi skema otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat. Prinsip dari koreksi ini adalah mengefektifkan skema demi terciptanya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta memiliki keunggulan sumber daya manusia di kedua provinsi itu.
”Tentu akan ada evaluasi dan koreksi-koreksi selama perjalanan ini. Apa yang masih bisa diperbaiki, akan kita perbaiki, koreksi, dan evaluasi,” kata Presiden saat menerima 30 murid sekolah dasar dari Papua di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Evaluasi dan koreksi yang dimaksud Presiden merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008. Lewat UU itu, pemberian dana otsus untuk Papua dan Papua Barat akan berakhir masa berlakunya pada 2021. Dengan demikian, harus dibuat payung hukum baru untuk landasan kebijakan pemberian dana otsus berikutnya bagi Papua dan Papua Barat.
”Nanti akan kita bicarakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Papua. Tapi yang paling penting otsus dan dana otsus betul-betul memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Papua. Hal yang paling penting itu, bagi kesejahteraan, kemakmuran, dan perbaikan-perbaikan sumber daya manusia yang ada di sana,” kata Presiden.
Evaluasi
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyatakan, pelaksanaan otsus untuk Papua dan Papua Barat harus dievaluasi secara komprehensif. Realisasinya terhadap target yang telah ditetapkan mesti dicermati, terutama di bidang dasar, pengembangan ekonomi, dan infrastruktur. Hasil evaluasi ini lalu jadi basis untuk strategi setelah tahun 2021.
”Pemberian dana otsus untuk Papua dan Papua Barat tinggal dua tahun lagi. Undang-undangnya harus direvisi untuk menjawab berbagai persoalan di Papua yang belum terjawab sampai hari ini. Pasca-2021, apakah dana otsus, misalnya, akan lanjut atau selesai atau transformasi ke bentuk yang lain,” kata Endi.
Dana otsus yang digelontorkan selama ini, Endi menambahkan, lebih banyak sebagai dana politik hingga akuntabilitasnya kurang. Ke depan, anggaran harus berdasarkan kinerja dengan ukuran jelas.
”Pemerintah jangan kehilangan fokus. Fokusnya terutama adalah pasca-2021 dan menyiapkan peta jalan pembangunan Papua ke depan, termasuk membangun konsensus dengan elite Papua,” kata Endi.
Di Indonesia, dana otsus hanya diberikan untuk Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Aceh. Setiap tahun, ketiga provinsi mendapatkan dana otsus yang nilainya terus naik.
Pada 2013, Papua mendapat dana otsus Rp 4,36 triliun. Pada 2019, anggarannya naik menjadi Rp 5,8 triliun. Sementara Papua Barat mendapatkan anggaran Rp 1,87 triliun pada 2013 dan Rp 2,5 triliun pada 2019. Ada pula dana tambahan infrastruktur. Tahun ini, Papua dan Papua Barat mendapat Rp 4,7 triliun.