Nyala Gairah Sang Legenda
Breitling telanjur menjadi merek jam tangan yang melegenda dan ikonik bagi para pilot juga dunia penerbangan. Alih-alih mandek dan berpuas diri, merek yang kini berusia 135 tahun ini terus bergairah memperpanjang daya hidup. Avenger, Aviator Mosquito, dan SuperOcean yang dihadirkan di Breitling Summit di Dubai, Rabu (9/10/2019), hanyalah beberapa seri yang menjadi penanda gairah baru Breitling yang menyala-nyala.
Suara drone yang melesat cepat dalam kecepatan tinggi mendadak mengejutkan para tamu yang berkumpul untuk makan malam di Dubai Desert Conservation Reserve, Uni Emirat Arab, Rabu malam. Makan malam yang dihelat bernaung tenda di tengah gurun pasir Dubai itu merupakan rangkaian Breitling Summit yang digelar Rabu siang di Concrete, Dubai.
Drone itu terbang rendah di tengah kegelapan dengan badan menyala. Suaranya ibarat mesin mobil yang dipacu supercepat di arena balap mobil. Memekakkan telinga, sekaligus menguarkan aura ketegangan.
Gerakannya sangat gesit hingga mata kerap kalah cepat mengikuti manuvernya. Kadang tiba-tiba melambung tinggi, lalu menjatuhkan diri hingga hampir menyentuh pasir. Lalu, kembali menukik tajam ke udara. Manuver-manuver itu membuat tetamu menahan napas karena merasakan aroma ketegangan.
Luke Bannister (19) adalah sosok di balik manuver-manuver drone akrobatik malam itu. Pemuda asal Inggris itu merupakan juara kompetisi drone kelas dunia. Luke menjadi satu dari tiga orang yang kini menyandang status sebagai Aviation Pioneers Squad dalam kampanye yang tengah dilancarkan Breitling, #SQUADONMISSION.
Di jajaran Aviation Pioneers Squad, selain Luke, ada astronot Scott Kelly yang selama satu tahun menghabiskan hidupnya di International Space Station, juga Rocio Gonzalez Torres, perempuan pilot pesawat tempur, pemegang 1.000 jam terbang. Ketiganya dipilih menjadi Aviation Pioneers Squad mewakili dunia penerbangan yang sejak lama identik dengan Breitling.
Selain Scott dan Gonzalez, khususnya Luke yang merupakan anggota skuad termuda, dianggap mewakili wajah dunia penerbangan masa kini. Melalui sosok Luke, Breitling ingin menunjukkan bahwa sebagai sebuah merek, Breitling memiliki komitmen jangka panjang, terutama dalam perannya di dunia penerbangan, tetapi tetap relevan dengan zaman. Sebelumnya, aktor John Travolta yang juga seorang pilot cukup lama menjadi duta produk Breitling.
Jejak panjang
Dalam paparannya di Breitling Summit Rabu siang, CEO Breitling Georges Kern mengungkapkan, DNA Breitling adalah aviasi dan akan selalu berada di sana. Tidak ada merek jam lain yang memiliki sejarah panjang dengan dunia penerbangan seperti halnya Breitling.
Pada era 1930-an hingga 1940-an, Breitling mencatatkan namanya di dunia penerbangan melalui kerja sama dengan Huit Department, juga bagian dari Royal Air Force. Pada era 1950-1960-an, Breitling menjadi Official Supplier to World Aviation dan meluncurkan ikon penting, Navitimer, yang diperuntukkan bagi para pilot dan kopilot. Keunggulan Navitimer antara lain mampu melakukan kalkulasi kecepatan dalam penerbangan, jarak tempuh, dan konsumsi bahan bakar.
Tahun 1962, Breitling menjadi bagian dari perjalanan astronot asal Amerika, Scott Carpenter, menuju luar angkasa. Carpenter mengenakan Breitling Navitimer Cosmonaute yang dibuat sesuai dengan pesanan khusus Carpenter. Sejak itu, nama Breitling tak pernah jauh dari dunia penerbangan hingga saat ini.
”Tahun lalu, kami meluncurkan koleksi sebagai penghormatan terhadap pesawat Warhawk, yaitu Aviator 8 Curtiss Warhawk Collection yang memiliki desain moncong hiu. Edisi seri pesawat terbaru adalah Mosquito untuk menghormati De Haviland Mosquito, pesawat tempur multiperan Inggris yang berperan besar selama Perang Dunia II,” ungkap Georges.
Saat ini Breitling juga tengah menjalin kerja sama dengan sejumlah maskapai, salah satunya Etihad. Breitling juga menjadi time keeper dalam kejuaraan drone internasional yang antara lain digelar di China dan Perancis.
Meremajakan merek
Tim Sayler, CMO Breitling, menuturkan, Breitling perlu untuk tetap memosisikan diri sebagai pemain penting di dunia penerbangan sekaligus meremajakan merek mereka. Namun hal itu dilakukan dengan visi supaya tetap relevan bagi generasi muda.
Upaya peremajaan merek tersebut mulai dikebut sejak dua tahun lalu, tepatnya sejak Georges menjadi CEO. Salah satu strateginya dalah dengan merestrukturisasi model-model basic menjadi lebih modern.
Begitu juga dengan kampanye #SQUADONMISSION, menghadirkan wajah-wajah baru dan berprestasi di bidang yang menjadi ”wilayah” Breitling. Breitling juga menancapkan pengaruh di segmen laut dan darat.
Tim menyadari, perlu usaha luar biasa untuk membawa warisan Breitling yang sudah sangat lama, bahkan nyaris terlupakan untuk dibagikan kepada banyak orang. Untuk itu, mereka melakukan banyak strategi sehingga sejarah yang sedikit terlupakan bisa diangkat kembali.
”Ini adalah saat untuk menunjukkan legitimasi dan otentisitas kami yang sangat berakar di dunia penerbangan,” kata Tim.
Semangat itu ditunjukkan dalam koleksi baru yang dirilis di Breitling Summit di Dubai. Koleksi yang mewakili dunia penerbangan (wilayah udara) seperti seri Avenger, serta seri Aviator Mosquito yang merupakan reinterpretasi dari jam pilot pertama yang dikeluarkan Breitling. Dihadirkan juga seri SuperOcean sebagai koleksi yang mewakili wilayah laut, ditujukan bagi petualang di lautan seperti para penyelam dan surfer.
Koleksi Avenger, hadir dalam beberapa ragam varian. Di antaranya, Super Avenger Chronograph 48 dengan case berbahan baja atau black titanium dan warna dasar biru atau hitam. Begitu juga dengan tali jam berupa kulit maupun baja.
Seri yang lain, seperti Avenger Automatic 45 Seawolf, memiliki warna dasar hitam atau kuning dengan tali jam berbahan kulit atau baja.
Semua desain koleksi Avenger terlihat menunjukkan semangat modern tanpa meninggalkan kesan tangguh dan dapat diandalkan. Begitu juga dengan koleksi Aviator Mosquito dan koleksi SuperOcean yang hadir dalam desain yang modern dan dinamis.
Untuk koleksi-koleksi tersebut, Breitling juga menggandeng OuterKnown. Perusahaan pakaian ramah lingkungan yang dikelola surfer Kelly Slater dan John Moore ini mengubah jaring bekas nelayan menjadi material untuk tali jam tangan. Terdapat beberapa pilihan warna, yaitu kuning, merah, hijau, biru tua, biru muda, dan hitam.
”Ini baru awal, masih banyak hal yang harus dilakukan. Tetapi mungkin yang bisa kami katakan adalah kami sangat senang dengan kemajuan kami. Kami melihat, reaksi positif secara umum, dan sekarang setelah 19 bulan, kami melihat orang dan audiens kami memahami itu. ujar Tim. ”Mengubah sesuatu secara radikal butuh waktu. Orang paham itu dan mereka suka.”
Pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, diyakini Tim memiliki potensi besar yang menjanjikan.