Pemberontak Rakhine Sandera 31 Pekerja Infrastruktur dan Petugas PMK
›
Pemberontak Rakhine Sandera 31...
Iklan
Pemberontak Rakhine Sandera 31 Pekerja Infrastruktur dan Petugas PMK
Oleh
Elok Dyah Messwati
·2 menit baca
Rakhine, Minggu-- Sekelompok anggota pemberontak etnis Rakhine dengan menyamar sebagai sebuah tim olahraga menyerbu sebuah bus di pedesaan Myanmar. Bus itu ditumpangi anggota pemadam kebakaran dan pekerja infrastruktur.
Otoritas Myanmar, Minggu (13/10/2019), mengatakan, para pemberontak kemudian menyandera 31 penumpang bus itu, yaitu para pekerja infrastruktur dan petugas pemadam kebakaran yang sedang tidak bertugas.
Harian Global New Light of Myanmar mengatakan, bus yang saat itu tengah melakukan perjalanan ke ibukota negara bagian Rakhine, Sittwe, tiba-tiba dihentikan oleh seorang pria yang berpakaian sipil. Kemudian sebanyak 18 pemberontak Rakhine yang mengenakan kostum olahraga mendadak muncul dari hutan sambil menodongkan senjata dan memerintahkan para penumpang untuk keluar dari bus.
"Kami masih mengikuti mereka," kata Kolonel Win Zaw Oo kepada AFP. Dia menambahkan, para pemberontak itu mungkin salah mengira petugas pemadam kebakaran adalah anggota angkatan bersenjata.
Tentara Arakan yang memperjuangkan otonomi yang lebih besar bagi etnis Buddha Rakhine belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar terkait insiden penyanderaan 31 orang tersebut.
Tentara Myanmar telah mengerahkan ribuan pasukan ke negara bagian Rakhine untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa militer Myanmar telah menculik warga sipil dan menyiksa tahanan, namun sebaliknya tentara Myanmar justru menunjuk upaya-upaya penembakan, pemboman di pinggir jalan dan penculikan yang dilakukan oleh para pemberontak Rakhine itu.
Negara bagian Rakhine juga merupakan lokasi insiden besar pada Agustus 2017 yang mengakibatkan sebanyak 740.000 warga Muslim minoritas Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Sebuah misi pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah laporan yang diterbitkan bulan lalu mengatakan, sekitar 600.000 warga Rohingya yang tersisa di Myanmar masih menghadapi "risiko serius genosida".
Wilayah di Teluk Benggala tersebut saat ini dijaga ketat oleh militer Myanmar dan sulit diakses media dan pemantau hak asasi manusia. (AFP)