Para pelaku industri teh di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menggelar Guci Tea Carnival, Sabtu-Minggu (12-13/10/2019), di Desa Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal sebagai upaya kembali memopulerkan jenis minuman itu.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS -- Para pelaku industri teh di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menggelar Guci Tea Carnival, Sabtu-Minggu (12-13/10/2019), di Desa Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal sebagai upaya kembali memopulerkan jenis minum tersebut di kalangan masyarakat. Mereka juga sepakat mendorong Slawi, ibu kota Kabupaten Tegal, menjadi pusat teh wangi Indonesia.
Sekretaris Festival Teh Guci, Riyanto, saat ditemui Sabtu, mengatakan, dalam festival tersebut, masyarakat diundang mengikuti tur keliling pabrik teh untuk melihat proses pembuatan dan pengemasan teh. Tak hanya itu, perwakilan pemerintah dan para pengusaha dari empat perusahaan teh terbesar di Kabupaten Tegal juga berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil supaya teh kembali populer.
"Sekarang ini, popularitas teh di Kabupaten Tegal mulai meredup. Kebiasaan ngeteh sudah mulai kalah popularitas dengan kebiasaan ngopi. Hal itu terlihat dari mulai menjamurnya kedai-kedai kopi dan banyaknya produk olahan dari kopi," kata Riyanto.
Adanya penurunan popularitas teh juga diakui oleh Staf Quality Control Teh Gopek Agus Prasetyo. Untuk kembali membangkitkan kepopuleran teh, Teh Gopek memiliki beberapa cara, salah satunya mengikuti selera pasar. Ketika masyarakat sedang gandrung ngopi di kedai kopi, Teh Gopek menyediakan kedai teh yang bisa digunakan masyarakat untuk ngeteh.
"Kami berusaha mengikuti selera pasar. Saat kedai kopi menjamur, kami juga berusaha ikut bersaing dengan membuka kedai teh di tempat-tempat yang strategis seperti di pusat perbelanjaan," ucap Agus.
Sementara itu, Wakil Direktur Teh Poci Handoko mengatakan, pelaku usaha teh harus pandai menyosialisasikan kepada masyarakat terkait manfaat teh bagi tubuh. Menurut Handoko, teh mengandung banyak zat salah satunya, asam amino L-theanine yang mampu merelaksasi dan mengurangi stres.
Handoko menambahkan, edukasi kepada masyarakat terkait manfaat teh bagi tubuh berpotensi mendongkrak tingkat konsumsi teh masyarakat. Saat ini, tingkat konsumsi teh di Indonesia sekitar 300 gram per orang per tahun. Angka itu lebih rendah dibanding rata-rata tingkat konsumsi teh dunia yakni 700 gram per orang per tahun.
"Hal itu tentu disayangkan. Karena Kabupaten Tegal memiliki potensi yang besar dalam industri teh. Kabupaten Tegal itu punya empat pabrik teh wangi dalam satu kecamatan, daerah lain tidak. Hal ini mengindikasikan bahwa Slawi memiliki potensi untuk menjadi pusat teh wangi di Indonesia," kata Handoko.
Dalam keteranganya, Minggu, Bupati Tegal Umi Azizah mengatakan, pihaknya akan mendukung upaya pelaku industri teh di Kabupaten Tegal memanfaatkan dan menggali potensi teh. Hal itu termasuk mendukung Slawi sebagai pusat teh wangi Indonesia.
Umi menambahkan, para pelaku industri teh tidak perlu khawatir. Sebab, minum teh yang diseduh di dalam poci atau yang lebih terkenal dengan istilah moci sudah menjadi salah satu gaya hidup orang Tegal. Menurut Umi, orang Tegal tidak bisa lepas dari teh yang wangi, panas, legi (manis), kental atau wasgitel.
"Bagi orang Tegal, moci merupakan momen untuk melepas lelah dan menghilangkan penat setelah seharian bekerja. Moci juga menjadi pelengkap dalam bertukar cerita dan bersenda gurau. Sebagai simbol kekerabatan, moci seolah sudah menjadi sajian wajib saat menghabiskan malam bersama kerabat," tutur Umi.
Menurut Umi, kenyataan bahwa moci sudah menjadi bagian dari gaya hidup orang Tegal ini bisa menjadi peluang untuk kembali membangkitkan popularitas teh di Tegal dan di Indonesia. Selain sistem edukasi yang kekinian, nilai-nilai luhur dari teh perlu lebih banyak disosialisasikan kepada generasi muda. Harapannya, eksistensi teh wangi Slawi bisa terus terjaga dari waktu ke waktu.