Di tengah proteksi pasar global, masih ada peluang menembus pasar global. Indonesia dapat memaksimalkan kanal perdagangan dalam jaringan atau e-dagang sebagai jalur ekspor.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dapat memaksimalkan kanal perdagangan dalam jaringan atau e-dagang sebagai jalur ekspor. Peluang pemanfaatan kanal ini bisa lebih banyak dilakukan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Langkah ini dinilai tepat di tengah kian protektifnya pasar global.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai kecenderungan proteksionisme itu disebabkan perlambatan ekonomi global. Juni lalu, Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi dunia sepanjang 2019 sebesar 2,6 persen dari yang sebelumnya sebesar 2,9 persen.
”Penjualan melalui e-dagang dapat membantu (menembus pasar global yang cenderung protektif). Meskipun nilainya kecil, akumulasi dari transaksi e-dagang yang bersifat ritel ini memiliki potensi nilai yang besar,” katanya saat ditemui setelah konferensi pers peluncuran 11.11 Big Sale oleh Shopee Indonesia di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Enggartiasto berpendapat, ekspor melalui kanal e-dagang lebih tak terbatas secara aturan perdagangan internasional. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mengekspor juga cenderung lebih cepat dibandingkan dengan perdagangan secara tradisional.
Peluang ekspor melalui kanal e-dagang itu juga terlihat dari data yang dihimpun Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan yang mengutip riset The Hinrich Foundation pada 2018. Nilai perdagangan Indonesia melalui kanal digital diproyeksikan tumbuh dari 8,7 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 160,2 miliar dollar AS pada 2030.
Akan tetapi, nilai ekspor Indonesia melalui kanal e-dagang diproyeksikan tumbuh dari 1,9 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 16,7 miliar dollar AS pada 2030. Angka ini lebih rendah dari Malaysia yang diproyeksikan mencapai 29,5 miliar dollar AS dan Vietnam 28,1 miliar dollar AS.
Selain itu, ekspor melalui e-dagang juga dapat membuka peluang partisipasi dari UMKM. Enggartiasto menyatakan, e-dagang menjadi media paling sederhana bagi pelaku UMKM untuk menjual dan mempromosikan produknya ke pasar internasional.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Ari Satria berpendapat, UMKM belum optimal memanfaatkan kanal e-dagang untuk merambah pasar internasional karena belum berpola pikir dengan orientasi ekspor. Di sisi lain, pelaku usaha jasa e-dagang cenderung belum fokus mempromosikan produk dalam negeri ke negara lain.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator Perekonomian Rudy Salahuddin berpendapat, UMKM dapat menjadi pemain utama dalam ekspor melalui e-dagang. Namun, perusahaan platform e-dagang harus berperan dalam meningkatkan kapasitas pelaku UMKM yang menjadi mitranya agar produk-produk yang diekspor dapat terjamin secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas.
Salah satu perusahaan e-dagang yang menggarap ekspor produk UMKM melalui kanal digital adalah Shopee Indonesia. Untuk tahap pertama, Shopee Indonesia telah melatih 10 pelaku UMKM dengan total 5.000 produk sejak Maret 2019 dan dinyatakan siap ekspor pada bulan ini.
Head of Public Policy and Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo mengatakan, kesepuluh pelaku UMKM yang dibina itu merupakan hasil seleksi dari penjual-penjual yang tergolong star seller atau yang kualitas kinerja penjualannya baik dan mendapatkan kepuasan tinggi dari pelanggan. Adapun materinya berupa aturan ekspor, gambaran selera pasar di negara tujuan, penulisan deskripsi yang sesuai dengan bahasa sehari-hari di negara tujuan, penentuan harga, dan mekanisme transaksi.
Ekspor ini mengandalkan jaringan Shopee yang sudah beroperasi di Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Indonesia. Pada tahap pertama, ekspor produk UMKM Indonesia akan menyasar Malaysia dan Singapura. Direktur Shopee Indonesia Handhika Jahja menargetkan ekspor ke negara lainnya dapat berlangsung akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Dalam mengekspor produk UMKM melalui kanal e-dagang, Radityo berpendapat, aspek logistik menjadi tantangan. ”Aspek logistik, khususnya biaya pengiriman, sebenarnya membuat harga produk UMKM yang semula kompetitif menjadi tak kompetitif di negara tujuan,” katanya.
Idealnya, perdagangan dan ekspor tersebut dapat berlangsung satuan dan dapat dari tiap provinsi di Indonesia. Namun, Satrio mengatakan, pengiriman mesti bersifat kolektif dari Jakarta untuk menekan biaya pengiriman.
Kepala Departemen Perekonomian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengusulkan, pemerintah dapat memfasilitasi perusahaan jasa e-dagang untuk membuka gudang di sejumlah negara tujuan ekspor. Hal ini dapat meringankan biaya logistik.