Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD DIY menyerahkan persoalan salah satu kadernya, yaitu Hanum Rais, mengenai cuitannya terkait penusukan Menkopolhukam Wiranto sesuai mekanisme yang berlaku.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Fraksi Partai Amanat Nasional DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta menyerahkan persoalan salah satu kadernya, yaitu Hanum Rais, sesuai mekanisme yang berlaku. Semua kader partai dinilai sudah mampu bersikap dewasa terhadap berbagai persoalan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD DIY Suharwanta, di kompleks DPRD DIY, Yogyakarta, Senin (14/10/2019). Ia sebelumnya menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD DIY.
”(Itu persoalan) pribadi masing-masing untuk menyikapi sebuah peristiwa. Terkait Mbak Hanum, itu sikap dan statement dari Mbak Hanum. Terkait ada yang tidak suka lalu melaporkan, itu juga haknya yang tidak suka. Kami serahkan pada mekanisme yang semestinya,” kata Suharwanta.
Sebelumnya, Hanum membuat cuitan di media sosial Twitter terkait peristiwa penusukan yang menimpa Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Kamis (10/10/2019). Cuitan itu dianggap mengandung ujaran kebencian oleh sebagian orang. Atas dasar itu, Hanum dilaporkan ke polisi.
”Kami hargai proses hukum yang akan berjalan. Semoga semuanya bisa mendewasakan kita semua sehingga nanti bisa makin baik. Itu saja,” ujar Suharwanta.
Suharwanta menyatakan, partai tidak menilai apa yang dilakukan Hanum sebagai sebuah pelanggaran. Hal itu merupakan hak berpendapat bagi politisi PAN tersebut. Partai menghormati pendapat kadernya.
Selain itu, Suharwanta menyampaikan, partai juga tidak melakukan kontrol terhadap penggunaan media sosial dari setiap kadernya. ”Saya kira semua sudah tahu batas-batasnya. Semuanya sudah dianggap dewasa untuk itu. Kami menghormati semuanya,” katanya.
Hal serupa disampaikan anggota DPRD DIY dari Fraksi PAN sekaligus adik Hanum Rais, Ahmad Baihaqy Rais. Menurut dia, kasus yang dialami kakaknya itu harus didalami terlebih dahulu. Ia tak ingin banyak berkomentar. ”Saya juga belum berkomunikasi langsung dengan Mbak Hanum," kata Baihaqy saat ditemui Senin sore.
Setiap anggota Dewan memang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Hanya saja pendapat itu hendaknya disampaikan dengan menggunakan etika.
Selanjutnya, Baihaqy mengatakan, tindakan yang dilakukan Hanum itu sebagai perbuatan pribadi. Tidak ada kaitannya dengan partai politik ataupun posisinya sebagai wakil rakyat.
Sementara itu, Ketua DPRD DIY Nuryadi mengatakan, setiap anggota Dewan memang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya. Hanya saja pendapat itu hendaknya disampaikan dengan menggunakan etika. Kebenaran informasi yang disampaikan itu juga perlu diperhatikan.
”Jangan sampai nanti, banyak cerita dan pengalaman (sebelumnya), menyampaikan sesuatu tetapi ternyata keliru dan tidak sesuai faktanya,” kata Nuryadi.
Pada hari Senin, DPRD DIY menggelar rapat paripurna membahas pembentukan dan susunan personel keanggotaan alat kelengkapan lembaga. Nama Hanum masuk dalam daftar anggota Dewan yang dijadwalkan mengikuti rapat. Namun, hingga rapat selesai, politisi PAN itu juga tidak terlihat.
Anggota staf protokol Sekretariat DPRD DIY, Budi Wiyono, mengatakan, belum ada keterangan mengenai ketidakhadiran Hanum dalam rapat tersebut. ”Biasanya, besok baru ada keterangan mengapa tidak hadir. Jumlah yang datang sudah memenuhi, jadi paripurna tetap bisa dijalankan,” katanya.
Sementara itu, Kuskridho Ambardi, pakar komunikasi politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan, pernyataan yang dilontarkan Hanum terkait insiden yang menimpa Menkopolhukam Wiranto itu memerlukan data pendukung. Artinya, tidak bisa sekadar klaim. Keterbatasan karakter dari media sosial Twitter juga membuat pendapat yang akan disampaikan bisa tidak jelas.
”Twitter bukan arena yang cocok untuk memaparkan panjang lebar argumen hubungan peristiwa penusukan dan dana deradikalisasi itu. Jelas, klaim itu memerlukan data,” kata Kuskridho.
Kuskridho menambahkan, anggota dewan memang bertugas mengawasi kerja pemerintah. Kritik juga merupakan salah satu bentuk pengawasan. Namun, kritik harus punya dasar yang kuat dengan berbagai data. ”Kritik perlu berbasis argumen dan data yang kokoh. Kalau tidak, status elite anggota Dewan jadi tidak bermakna. Secara etis, kritik itu harus berisi, bukan sekadar asal bunyi,” ujarnya.