500.000 Orang dengan HIV/AIDS Belum dalam Pengobatan
›
500.000 Orang dengan HIV/AIDS ...
Iklan
500.000 Orang dengan HIV/AIDS Belum dalam Pengobatan
Cakupan pengobatan untuk orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sangat rendah. Dari 640.000 orang dengan HIV/AIDS hanya 17 persen yang menggunakan obat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan pengobatan untuk orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sangat rendah. Dari 640.000 orang dengan HIV/AIDS hanya 17 persen yang menggunakan obat. Tanpa pengobatan, penularan infeksi HIV sulit ditekan dan angka kematian akibat AIDS terus meningkat.
Organisasi PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS) menyebutkan, jumlah orang dewasa berusia lebih dari 15 tahun dengan HIV/AIDS di Indonesia yang mendapatkan pengobatan hanya 17 persen. Jika jumlah seluruh orang dengan HIV/AIDS sebanyak 640.000, artinya masih ada lebih dari 500.000 orang yang belum mendapatkan pengobatan.
”Penyebab utama minimnya cakupan pengobatan bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia karena kurangnya political will dari pemerintah. Layanan untuk memberlakukan test and treat juga belum menyeluruh,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Adhitya Wardhana saat dihubungi dari Jakarta, Senin (14/10/2019).
Selain itu, menurut dia, penyebab laiannya adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi pada kelompok yang terdampak AIDS. Pemerintah juga dinilai terlambat mengadopsi program yang terbukti sudah berhasil mendukung pengendalian dan penanganan AIDS di negara-negara lain.
Sabam Manalu, Koordinator Advokasi dan Hak Asasi Manusia IAC, menambahkan, rumitnya prosedur di pusat layanan kesehatan dalam memberikan obat antiretroviral (ARV) kepada ODHA turut membuat ODHA enggan berobat. Padahal, seharusnya ketika seseorang diketahui terinfeksi HIV dapat langsung mendapatkan ARV.
”Faktanya, ODHA masih diminta untuk melakukan tes-tes penyerta lain sebelum bisa diberikan obat ARV. Tes-tes yang seharusnya bisa ditunda itu membuat pengobatan menjadi terlambat,” ujarnya.
Dalam lembar fakta yang diterbitkan UNAIDS pada 2017, cakupan ARV di Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Cakupan di Indonesia hanya lebih baik daripada Sudan (13 persen), Pakistan (8 persen), dan Madagaskar (7 persen). Padahal, Indonesia masuk 20 besar negara dengan jumlah orang dengan HIV terbanyak di dunia.
Adhitya mengatakan, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan target pemerintah untuk mencapai 90-90-90 atau 90 persen populasi kunci mengetahui statusnya, 90 persen dari populasi tersebut menjalani terapi ARV, dan 90 persen yang berobat dapat menekan jumlah virus hingga tak terdeteksi.
Kini, dari jumlah seluruh ODHA di Indonesia, baru sekitar 300.000 orang yang tahu statusnya dan 90.000 orang yang menjalani terapi ARV.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024, pemerintah juga menargetkan penurunan angka insiden penularan HIV baru dari 0,24 persen menjadi 0,18 persen. Buruknya cakupan pengobatan dinilai dapat mengganggu pembangunan nasional tersebut.
Berkaca pada buruknya cakupan pengobatan ARV sekarang, Adhitya meminta pemerintah segera mengaudit program penanggulangan AIDS secara menyeluruh. Pemerintah pun diharapkan segera memetakan langkah-langkah cepat agar angka kematian ODHA akibat AIDS bisa lebih ditekan.
”Dalam pelaksanaan program pengendalian HIV/AIDS seharusnya ada pencegahan, testing, dukungan perawatan dan pengobatan, kampanye dan edukasi, serta program antistigma dan diskriminasi. Namun, program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) saat ini hanya mendanai komponen pengobatan saja sehingga kebutuhan lainnya masih banyak bergantung pada dana bantuan luar negeri dan APBN,” katanya.