Banyak perusahaan masih gagal memahami fenomena pasar yang tengah terjadi. Beberapa malah meyakini segregasi pasar berdasarkan kelompok usia tak terlalu memengaruhi penerimaan produk mereka.
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Banyak perusahaan masih gagal memahami fenomena pasar yang tengah terjadi. Beberapa malah meyakini segregasi pasar berdasarkan kelompok usia tak terlalu memengaruhi penerimaan produk mereka. Ada pula yang memahami pasar, tetapi tak mampu memasukinya. Ada banyak cara untuk mengenal fenomena pasar. Salah satunya adalah bergaul dengan mereka, memahami mereka, dan membuat produk atau layanan yang dibutuhkan.
Kehadiran milenial telah mengubah lanskap pasar untuk berbagai jenis produk dan layanan. Masalahnya, banyak perusahaan mapan yang pusing dalam memahami kehadiran mereka sehingga produk mereka tak mudah diterima di pasar. Dampaknya, penjualan seret. Untuk melakukan transformasi bisnis dengan target memasuki pasar itu, korporasi bisa mengawali dengan bergaul dengan mereka. Korporasi harus memahami medium yang digunakan oleh para milenial.
Bertemu atau berkumpul dengan komunitas milenial mungkin cara yang paling mudah. Tidak mengherankan bila Ideafest yang sebenarnya merupakan festival tahunan untuk pertemuan para kaum kreatif bertumbuh kini juga jadi medium bagi perusahaan mapan untuk mengenal milenial dan menguji kemampuan berkomunikasi dengan kaum milenial. Beberapa korporasi mapan terjun ke dalam medium ini. Ada beberapa yang nyaris tanpa persiapan sehingga mungkin komunikasinya tidak tersambung.
Akan tetapi, banyak perusahaan dan lembaga yang dengan persiapan detail bisa memanfaatkan medium ini untuk berkomunikasi dengan pasar milenial, semisal Kementerian Keuangan. Mereka ingin mengomunikasikan investasi melalui surat utang negara.
Cara-cara lama berjualan adalah satu lot dalam jumlah besar demikian pula nilainya. Hasilnya secara nilai sangat besar, tetapi dari jumlah akun tak bertambah siginifikan. Mereka kemudian ingin menjangkau pasar milenial dengan memperbaiki cara berjualan dengan ukuran-ukuran yang lebih kecil. Hasilnya, nilai penjualan dari cara ini tak terlalu besar, tetapi jumlah akun bertambah sangat signifikan.
Medium Ideafest dimanfaatkan sebagai kanal untuk memperkenalkan investasi ini agar makin banyak kaum milenial membeli surat utang negara. Kementerian Keuangan lalu mengambil satu slot diskusi di medium itu dan mendesain acaranya. Kementerian ini memiliki tim yang memastikan konten dan cara komunikasi mereka terkoneksi dengan anak muda.
Mereka tak menampilkan pejabat Kementerian Keuangan, tetapi anak muda dari kementerian itu. Mereka juga mengajak anak muda pembeli obligasi sebagai nara sumber. Komunikasi pun tersambung dengan melihat banyak peserta di acara itu. Apalagi, mereka juga membuat acara-acara lain pengenalan obligasi dengan milenial. Kini Kementerian Keuangan setidaknya memiliki dua kanal dalam menjual obligasi, setidaknya untuk pasar mapan dan pasar milenial.
Contoh lainnya adalah minuman anggur cap Orang Tua yang menggunakan media sosial dan event. Anggur ini merupakan produk masa lalu, tetapi lewat kampanye di media sosial mereka berhasil memasuki pasar anak muda. Acara-acara pertemuan juga sering digelar sehingga pasar milenial mengenal produk ini. Mereka punya pasar lama yang selama ini jadi konsumen utama, namun mereka menemukan relevansi sehingga bisa memasuki pasar milenial.
Contoh-contoh di atas memperlihatkan lembaga dan korporasi lama tak meninggalkan pasar inti mereka selama ini, tetapi menjadi relevan sehingga bisa memasuki pasar baru tanpa kehilangan identitas. Cara berkomunikasi yang berbeda dengan yang selama ini telah dilakukan telah menghasilkan pasar baru yang sangat mungkin bisa menyambung usia produk atau layanan mereka di pasar.
Berbagai medium milenial jadi kawah bagi lembaga atau perusahaan lama agar tergembleng hingga menemukan dan memasuki pasar milenial. Lembaga atau korporasi tak perlu ragu untuk mencoba berbagai medium komunikasi sebagai bagian dalam transformasi bisnis. (ANDREAS MARYOTO)