KSAD Jenderal Andika Perkasa mengambil tindakan tegas dengan mencopot Komandan Kodim Kendari Kolonel Hendi Suhendi menyusul cuitan istri Hendi.
Oleh
·2 menit baca
KSAD Jenderal Andika Perkasa mengambil tindakan tegas dengan mencopot Komandan Kodim Kendari Kolonel Hendi Suhendi menyusul cuitan istri Hendi.
Tindakan tegas Andika mendapat apresiasi sejumlah kalangan. Selain dicopot sebagai Dandim, Hendi ditahan selama 14 hari. Dia dianggap melanggar UU Nomor 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Hendi dianggap bertanggung jawab atas pernyataan istrinya di media sosial.
Melalui akun media sosial, istri Hendi menulis status yang bisa dianggap di luar batas kepatutan saat mengomentari penusukan yang terjadi pada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, yang juga mantan Panglima ABRI.
Di media sosial, spekulasi bergerak jauh. Ada teori yang mau dibangun bahwa anggota TNI dan keluarganya terpapar paham radikal. Teori itu menyarankan pimpinan TNI melakukan pembinaan lebih serius terhadap anggotanya.
Apakah benar teori bahwa sejumlah anggota TNI terpapar paham radikal, hal itu menjadi tugas pimpinan TNI meneliti lebih jauh dan membenahinya. Tindakan Jenderal Andika merupakan langkah awal untuk menyampaikan pesan pembelajaran dalam bermedia sosial. Pembelajaran digital.
Namun, kita mau mendorong dilakukan penelusuran lebih jauh untuk mencari akar masalah. Apakah benar sinyalemen Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada Juni lalu bahwa sekitar 3 persen anggota TNI terpapar paham radikal? (Kompas, 13 Oktober 2019). Jika sinyalemen itu benar, lalu apa yang akan dilakukan pimpinan TNI menanggapi realitas itu dan mengapa itu sampai bisa terjadi?
Kembali merujuk pada kasus Hendi. Dia lulusan Akabri 1993. Ia menjabat Dandim di Bengkalis pada 2011. Bahkan, Hendi pernah menjadi atase pertahanan dan pernah mengikuti sekolah staf dan komando. Meniti karier itu, tentunya melalui seleksi ketat dan berjenjang. Tahun 2019, Hendi kembali ditempatkan sebagai Komandan Kodim di Kendari.
Penelitian lebih dalam menjadi niscaya. Apakah karena memang terpapar paham radikal sehingga keluarga TNI bisa keluar dari kontrol doktrin TNI? Di era media sosial seperti sekarang ini, kemungkinan terpapar paham yang tidak sesuai dengan Pancasila atau doktrin TNI sangat bisa terjadi. Situs penyebar paham radikal berserakan. Karena itu, pembinaan komando atas menjadi penting.
Kita mendorong elite politik dan pembuat kebijakan untuk mendalami lebih jauh peristiwa Dandim Kendari. Apa yang disampaikan istri Dandim memang tidak sepantasnya diungkapkan. Rasanya, perlu ada sebuah tim yang mengkaji lebih dalam apa yang terjadi pada TNI/Polri dan aparatur sipil negara dalam era demokrasi. Perlu ada formulasi kebijakan sehingga semua elemen bangsa tetap merasa ditempatkan dalam proporsi yang pas dan tepat serta adil.
Di sinilah peran pimpinan menjadi penting. Pimpinan perlu mendekatkan diri kepada anggota untuk menangkap suasana kebatinan di bawah, dan kemudian memformulasikan menjadi sebuah kebijakan yang tepat.