Opini Liar Terkait Penyerangan Wiranto Dianggap Tidak Berdasar
›
Opini Liar Terkait Penyerangan...
Iklan
Opini Liar Terkait Penyerangan Wiranto Dianggap Tidak Berdasar
Opini liar terkait penyerangan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto dinilai tidak berdasar. Opini itu lahir karena persaingan politik pasca pemilu 2019 yang ketat.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Kecurigaan sebagian orang terkait penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dinilai tidak berdasar. Kecurigaan itu muncul karena persaingan politik pasca pemilu yang belum mereda. Di sisi lain, penyerangan terhadap Wiranto terjadi karena perkembangan paham radikalisme di Indonesia.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyayangkan munculnya opini liar terkait penyerangan pada Wiranto. Menurut ia, kasus penyerangan ke Wiranto merupakan masalah kemanusiaan yang saat ini menjadi prioritas negara. Hasto menambahkan, Wiranto merupakan sosok yang jadi simbol kewenangan kebijakan terkait dengan politik, hukum, dan keamanan.
"Menjaga dan keamanan masyarakat itu merupakan tugas yang penuh risiko. Saya melihat sendiri bagaimana sedang melakukan tahap penulihan setelah melewati masa-masa kritis," kata Hasto, seusai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Menurut Hasto, saat ini muncul sejumlah ideologi kegelapan yang ingin melakukan perlawanan trehadap simbol-simbol negara. Karena itu, negara perlu bertindak cepat dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memerangi ideologi tersebut.
Karena itu, jika ada yang melakukan penyerangan terhadap Wiranto, hal ini menjadi peringatan nasional bahwa stabilitas keamanan negara menjadi terancam. "Masyarakat yang tahu situasinya, dan saya kira hanya Hanum Rais yang tidak percaya," ucap Hasto.
Hasto juga meminta agar masyarakat mendoakan kesembuhan bagi Wiranto. Hal ini diperlukan, agar Wiranto bisa kembali bertugas, khususnya menjelang proses pelantikan Presiden-Wakil Presiden nanti pada Minggu (20/10/2019).
Senada dengan Hasto, Tenaga Ahli Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Agus Zaini menyatakan, opini-opini tersebut berkembang dari pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Menurut ia, hal ini timbul karena kontestasi pilpres yang sangat ketat. "Padahal, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pun sudah menjenguk Wiranto dan berkomitmen ingin membantu pemerintah dalam membangun bangsa. Mengapa para penjenguknya masih saja mencibir (nyiyir) tanpa henti," ucapnya.
Sebelumnya, pada Jumat (11/10/2019), Prabowo menjenguk Wiranto setelah pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Ia pun mengecam semua bentuk radikalisme, terorisme, dan kekerasan yang ada di Indonesia. ”Ini merupakan musibah, ada tindakan kekerasan kepada seorang tokoh. Beliau (Wiranto) itu senior saya. Saya kira kewajiban untuk saling menghormati. Saya janji akan datang lagi saat beliau bangun,” katanya.
Zaini menuturkan, media sosial juga menjadi salah satu wadah untuk pembentukan opini dari masyarakat yang berpotensi menimbulkan polarisasi. Dampaknya, dapat membuat orang menjadi penuh prasangka terhadap suatu kasus, seperti insiden penusukan Wiranto.
Kamis (10/10/2019) lalu, Wiranto diserang SA alias Abu Rara dan istrinya FA di Kabupaten Pandeglang, Banten. Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan menyampaikan bahwa pelaku penyerangan meripakan bagian dari kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi pada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Serangan para terduga teroris itu menyebabkan Wiranto terluka di perut.
Pasca penyerangan itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Hanum Salsabiela Rais mengunggah cuitannya pada Kamis (10/10/2019) melalui akun twitter @hanumrais. Ia menggap bahwa kasus penusukan tersbut merupakan rekayasa.
"Settingan agar dana deradikalisasi mengucur. Dia caper karena tidak bakal dipakai lagi. Play victim dan mudah dibaca sebagai plot," ujarnya.
Tidak hanya Hanum, aktris Marissa Haque juga meragukan insiden penusukan Wiranto merupakan kejadian nyata. Hal tersebut ia ungkapkan melalui komentar di akun instagramnya. "Betul dong dugaanku, kemarin di TV saya ndak melihat ada darah di tubuh Pak W, dan semua berita datang dari sumber video hape yang sama," ujarnya.
Selain Hanum dan Marissa, tiga orang anggota TNI juga mendapat sanksi karena istri mereka membuat status bernuansa ujaran kebencian dan berita bohong di media sosial terkait dengan penyerangan yang dialami Wiranto.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpendapat tindakan tiga istri anggota TNI itu menunjukkan kepekaan dalam berkomunikasi di era digital kurang dimiliki publik, termasuk kalangan keluarga militer. Sebab, anak dan istri prajurit adalah warga sipil yang tidak terlatih dalam berkomunikasi.
"Literasi digital Istri dan anak prajurit belum tentu lebih baik dari warga sipil lainnya. Seperti halnya warga sipil secara umum, mereka memiliki preferensi politik atau pendapat tertentu terkait suatu hal,” katanya (Kompas, 14 Oktober 2019).
Menjenguk Wiranto Pada Senin (14/10/2019), Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono didampingi kedua putranya Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono datang untuk menjenguk Wiranto. "Tadi Pak SBY sudah berkomunikasi dengan Pak Wiranto. Situasi seperti ini sangat memprihatinkan karena penyerangan tersebut sangat keji dan bisa terjadi kepada siapa pun," kata Agus.
Agus pun mengecam segala bentuk tindakan radikalisme yang bisa membahayakan jiwa seseorang. Hal tersebut tidak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti juga datang untuk menjenguk Wiranto. Enggartiasto mengatakan, saat ini kondisi Wiranto mulai membaik. "Ia mendapat perawatan yang intensif dari para dokter di RSPAD," ucapnya.