JAKARTA, KOMPAS - Kepolisian didorong menjelaskan dengan transparan soal korban tewas terkait unjuk rasa yang berakhir ricuh September lalu. Selain itu, polisi didesak menghindari tindakan eksesif yang bisa menimbulkan korban dalam penanganan unjuk rasa di masa mendatang.
Pada Minggu (13/10/2019), di Jakarta, mahasiswa yang tergabung dalam Border Masyarakat (Borak) menyatakan akan berunjuk rasa dalam waktu dekat guna mendesak kepolisian membuka data para demonstran korban kekerasan, yang ditangkap serta jatuhnya lima korban jiwa.
Anggota Borak dari Universitas Atma Jaya Jakarta, Natado Putrawan (24), mengatakan, menurut rencana, aksi salah satunya akan dilakukan di depan Polda Metro Jaya.
Adapun, dalam unjuk rasa beberapa pekan lalu, ada lima orang yang tewas, yakni dua mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari (Sultra), Randy dan Yusuf. Sementara di Jakarta ada tiga orang tewas, yaitu seorang pemuda, Akbar Alamsyah (19); siswa SMA, Bagus Putra Mahendra (15); dan juru parkir, Maulana Suryadi (23).
”Seharusnya tidak terjadi kematian dalam unjuk rasa. Maka polisi harus bertanggung jawab penuh untuk menjelaskan kenapa mereka bisa meninggal dan ini harus dibuka kepada publik,” kata Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora.
Kemarin, ”emak-emak” yang mengaku berasal dari sejumlah daerah di Jabodetabek menyampaikan aspirasi di halaman Polda Metro Jaya. Mereka menuntut polisi tak berlaku eksesif dalam menangani unjuk rasa. ”Kami sebagai perempuan dan seorang ibu merasa marah melihat kekerasan yang dilakukan aparat keamanan,” kata Wiwin Warsiating (40), salah satu peserta aksi.
Polisi persuasif
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menyampaikan, belum ada informasi terkait rencana unjuk rasa pada Senin (14/10). Kendati demikian, polisi tetap mempersiapkan pengamanan di sejumlah wilayah, seperti di sekitar Gedung MPR/DPR/DPD RI dan sekitar kawasan Istana.
Salah satu standar pengamanan, kata Argo, adalah tidak membawa senjata. Polisi yang bertugas hanya dilengkapi tongkat, tameng, dan gas air mata yang juga hanya digunakan dalam kondisi tertentu. Petugas juga diimbau tetap menjalankan langkah persuasif apabila peserta aksi tak kunjung bubar.