Letusan serupa bisa terjadi sewaktu-waktu saat Gunung Merapi berproses seperti sekarang. Hujan abu melanda 17 desa, tetapi tidak mengganggu aktivitas penerbangan.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Hujan abu turun di kawasan lereng Gunung Merapi dengan jarak maksimal 25 kilometer dari puncak. Gunung di perbatasan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta itu kembali mengeluarkan awan panas letusan, Senin (14/10/2019) pukul 16.31, dengan kolom letusan setinggi 3.000 meter di atas puncak.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas letusan itu berdurasi 270 detik dan amplitudo 75 milimeter. Setelah awan panas itu, terjadi hujan abu tipis di sejumlah wilayah lereng. ”Teridentifikasi sampai jarak maksimal 25 km dengan intensitas tipis,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Senin malam, di Yogyakarta.
Hujan abu dilaporkan di 17 desa di 6 kecamatan di Kabupaten Magelang, Jateng. Enam kecamatan itu adalah Srumbung, Dukun, Salam, Sawangan, Mungkid, dan Muntilan. Muslim, perangkat Desa Srumbung, mengatakan, Senin pukul 17.10, ia melihat lantai teras rumah, tanah, dan tanaman di halaman tertutup abu. ”Udara juga terasa kotor, pemandangan sekitar gelap, kelabu, tertutup abu,” ujarnya.
Anton, warga Desa Sumber, Kecamatan Dukun, juga baru tahu terjadi hujan abu pukul 17.30. Abu tipis mengotori kendaraan dan tanaman di depan rumah.
Tetap tenang
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Didik Wahyu Nugroho mengatakan, setelah mendapat informasi aktivitas vulkanik Gunung Merapi dari BPPTKG, pihaknya segera mengecek lapangan dan membagikan 2.000 masker ke desa-desa.
Masyarakat diminta tetap tenang dan dibolehkan beraktivitas di luar rumah menggunakan kacamata dan alat pelindung pernapasan. ”Masyarakat jangan panik dan jangan mengikuti berita-berita kurang tepat. Ikuti berita-berita dari kami,” kata Hanik.
Mengantisipasi kemungkinan pengungsian akibat aktivitas vulkanik Merapi, BPBD DIY telah menyiapkan sarana dan prasarana. Sejumlah barak pengungsian disiapkan, demikian pula jalur evakuasi. ”Barak-barak pengungsian sudah siap,” kata Kepala BPBD DIY Biwara Yuswantana.
Awan panas letusan kemarin yang kedua di Merapi sejak status Waspada (Level II) pada 21 Mei 2018. Yang pertama terjadi 22 September 2019 dengan amplitudo 70 mm, durasi 125 detik, dan tinggi kolom 800 meter di atas puncak.
Merapi berproses
Menurut Hanik, awan panas letusan terjadi karena akumulasi gas di dalam tubuh Gunung Merapi. ”Penyebabnya akumulasi gas karena sekarang Merapi masih berproses terus. Akumulasi gas bisa terjadi dan sewaktu-waktu bisa meletus seperti ini,” ujarnya.
Melihat durasinya, jarak luncur awan panas letusan tersebut kurang dari 3 km dari puncak Merapi atau berada dalam zona bahaya yang ditetapkan oleh BPPTKG sebelumnya. Oleh karena itu, status Merapi masih sama, yakni Waspada (Level II), dengan zona bahaya sama sebelumnya, 3 km dari puncak.
Masyarakat diminta tak beraktivitas di radius bahaya itu. Hingga Senin malam, aktivitas penerbangan di Bandara Internasional Adisutjipto masih aman. (HRS/NCA/EGI)