Sikap fraksi di MPR terbelah menyikapi amendemen UUD 1945. Wacana amendemen menyeluruh dinilai akan menghabiskan energi bangsa
JAKARTA, KOMPAS - Amendemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar 1945 mulai berkembang menjadi bola liar. Mulai muncul konsep revisi secara menyeluruh, tidak lagi terbatas hanya bertujuan menghidupkan kembali pokok-pokok haluan negara. Hal itu menyebabkan posisi fraksi-fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi terbelah.
Saat ini, ada dua fraksi di MPR yang ingin amendemen dilakukan secara menyeluruh, yaitu Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Gerindra. Usulan amendemen komprehensif itu muncul setelah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Minggu (13/10/2019).
Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Golkar menilai amendemen tidak diperlukan. Jika ingin menghidupkan kembali pokok haluan negara, caranya bisa melalui revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
Adapun Fraksi PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan ingin amendemen dilakukan terbatas guna mengembalikan kewenangan MPR mengeluarkan pokok haluan negara.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah di Jakarta, Senin (14/10), mengatakan, dalam waktu dekat perlu dibuat kesepakatan ulang terkait wacana amendemen UUD 1945 itu agar semua kekuatan politik satu suara. Tidak hanya antara ketua umum partai-partai, tetapi juga dengan Presiden dan pimpinan lembaga tinggi negara lainnya.
Jika wacana amendemen semakin liar, Basarah mengatakan, Fraksi PDI-P akan mempertimbangkan ulang rencana itu. ”Kalau ada rencana untuk mengubah pasal-pasal lain di UUD, PDI-P kemungkinan akan mempertimbangkan kembali rencana agenda amendemen itu,” kata Basarah.
Rencana amendemen UUD 1945 beberapa kali muncul lintas periode setelah terakhir dilakukan pada 2002. Namun, wacana itu berulang kali kandas karena fraksi-fraksi dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah tak bisa mencapai kata sepakat terkait substansi amendemen.
Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani, perspektif amendemen secara menyeluruh itu dikemukakan Surya Paloh. Gerindra mendukung usulan itu. ”Kita harus cermat karena implikasi perubahan UUD itu berarti sangat penting pada seluruh sendi kehidupan,” ujarnya.
Tidak mudah
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mengatakan, wacana amendemen memerlukan dukungan dan kesepakatan dari semua fraksi. Sebab, syarat yang harus dipenuhi tidak mudah. Pertama, agenda amendemen harus diusulkan 1/3 anggota MPR, yang berarti minimal diusulkan 237 anggota MPR.
Kedua, sidang MPR untuk membahas amendemen baru bisa dilakukan jika dihadiri sedikitnya 2/3 anggota MPR atau 474 orang. Ketiga, amendemen harus disetujui sekurang-sekurangnya 50 persen ditambah satu dari semua anggota MPR, atau minimal 357 orang.
”Kalau ada satu atau dua partai berbeda, tidak bisa. Perlu ada kesepakatan politik. Jika ada yang mau, ada yang tidak, tak akan berjalan,” katanya.
Ia meyakinkan amendemen tak akan sampai menyentuh tata cara pemilihan presiden. Hal itu dibicarakan Zulkifli saat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, kemarin. Menurut Zulkifli, amendemen UUD 1945 tak akan mengembalikan posisi presiden sebagai mandataris MPR seperti masa Orde Baru.
Menurut Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting Sirojuddin Abbas, amendemen menyeluruh seolah membuka kotak pandora pembahasan pasal demi pasal UUD 1945. Hal itu akan menguras energi bangsa.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan, pada dasarnya konstitusi dibuat agar sulit diamendemen. Konstitusi baru bisa diamendemen jika terjadi perubahan politik yang mendasar dan signifikan, seperti saat masa Orde Baru ke Reformasi. Bivitri menilai, saat ini