Menjadikan Diaspora Promotor Budaya Indonesia di Luar Negeri
›
Menjadikan Diaspora Promotor...
Iklan
Menjadikan Diaspora Promotor Budaya Indonesia di Luar Negeri
Diaspora Indonesia dianggap mampu menjadi ujung tombak mempromosikan kekayaan kebudayaan negeri ini di luar negeri. Ini bisa dilakukan dengan mempererat koneksi antara diaspora Indonesia dengan masyarakat di dalam negeri
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Diaspora Indonesia dianggap mampu menjadi ujung tombak mempromosikan kekayaan kebudayaan negeri ini di luar negeri. Hal itu bisa diwujudkan, salah satunya dengan memperkuat hubungan sosial antara diaspora dengan masyarakat dalam negeri.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menilai kuatnya budaya lokal Indonesia seringkali membuat para diaspora rindu dengan tanah asal. Kerinduan tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai energi untuk berkontribusi dalam memajukan kebudayaan Indonesia.
“Para diaspora tersebut bisa menjadi ujung tombak promosi yang luar biasa untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia lewat jalur ekonomi kreatif,” katanya dalam TechTalk bertajuk “Diaspora : Transformasi dan Sinergi Budaya Global dan Lokal Indonesia” yang diselenggarakan oleh The Habibie Center di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Menurut Hilmar, kebudayaan bukan hanya sekadar ekspresi estetika semata, namun juga sumber kehidupan ekonomi. Hal itu telah dibuktikan oleh India lewat lembaga The Traditional Knowledge Digital Library (TKDL) mereka. Sistem tersebut memungkinkan masyarakat dapat menamai tanaman di daerah mereka, lengkap dengan khasiatnya masing-masing. TKDL tersebut kemudian dirujuk oleh banyak negara untuk industri farmasi.
Hilmar meyakini, Indonesia bisa melakukan hal yang sama melalui dukungan dari diaspora. Menurutnya, kearifan lokal masyarakat etnik Indonesia tentang pengetahuan herbal ada segudang. Peluang semakin terbuka, mengingat potensi industri kesehatan di Asia Pasifik saat ini dinilai cukup menjanjikan.
“Jika dulu kita berbicara tentang pelestarian kebudayaan dalam negeri, kini saatnya kita membawanya ke level yang berbeda,” ujarnya.
Selain potensi di bidang herbal, kekayaan makanan Indonesia juga memiliki banyak ruang di luar negeri. Hilmar mencontohkan bagaimana makanan Thailand saat ini mudah ditemukan di banyak negara. Bahkan, makanan Thailand bisa menjadi daya tarik wisatawan asing datang ke Thailand.
“Efek seperti itu yang kini harus diperhatikan lebih serius. Hal yang sama juga berlaku untuk industri film atau lukisan,” ujarnya.
Hilmar menambahkan, tidak sedikit diaspora yang tertarik untuk berkontribusi meski mereka sudah puluhan tahun meninggalkan Indonesia. Hanya saja saat ini mereka masih mencari cara untuk menjalin hubungan dengan masyarakat lokal Indonesia.
Tujuan konkret
Menurut Ketua Institute for Democracy through Science and Technology (IDST) The Habibie Center Ilham Habibie, kontribusi diaspora untuk Indonesia hanya bisa terwujud melalui tiga hal. Mereka harus mengikuti perkembangan informasi dalam negeri, memiliki jaringan dengan orang Indonesia dan mempunyai tujuan konkret yang sama.
“Tidak cukup hanya dengan tujuan untuk maju, adil dan sejahtera. Tujuan harus dirumuskan secara konkret agar mereka bisa berkontribusi secara nyata,” katanya.
Menurut Ilham, hal tersebut menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintah. Jika ketiga unsur tersebut bisa dilakukan, maka hubungan sosial antar masyarakat Indonesia di setiap negara bisa terjalin erat. Alhasil, jaringan diaspora Indonesia akan semakin menguat.
“Jaringan secara virtual memungkinkan terjadi meski antar masyarakat tidak pernah bertemu satu sama lain,” katanya.
Berujung kolaborasi
Senior Manager Traveloka sekaligus Co-Founder Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Willy Sakareza mengatakan, jaringan antara diaspora dengan peneliti dalam negeri selama ini telah dijembatani oleh I4 secara virtual. Hal itu seringkali berujung dengan kolaborasi antara keduanya.
Beberapa diaspora telah datang ke daerah-daerah Indonesia, termasuk Papua. Mereka bisa mengetahui kondisi langsung di Indonesia yang selama ini hanya mereka akses melalui internet. “Dengan adanya diaspora, mahasiswa Indonesia yang hendak berkuliah ke luar negeri juga dapat diinspirasi bahkan difasilitasi,” ujar Saka.
Head of Corporate Affairs and Sustainability Unilever Nurdiana Darus juga mendorong para diaspora yang telah kembali ke dalam negeri untuk membuat lapangan pekerjaan baru. Banyak yang bisa dilakukan, misalnya mengembangkan teknologi berbasis bidang ekonomi kreatif.
“Pengalaman-pengalaman yang pernah kita dapatkan harus disumbangkan balik ke negara ini. Khususnya untuk memberi peluang pekerjaan untuk kelompok marjinal,” katanya.