Di tengah situasi politik dan keamanan yang seakan tak menentu, atlet-atlet yunior kita menorehkan prestasi membanggakan di Kazan, Rusia.
Minggu (13/10/2019) malam WIB, pada final nomor perseorangan Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Yunior 2019 di Kazan, ganda putra Indonesia, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, tampil sebagai juara setelah menundukkan Di Zi Jian/Wang Chang (China) dengan 21-19, 21-18.
Satu gelar juara perseorangan itu melengkapi gelar juara dunia beregu campuran, Piala Suhandinata. Pada 5 Oktober 2019, tim beregu yunior ”Merah Putih” membawa pulang Piala Suhandinata, kejuaraan dunia beregu campuran yunior yang namanya diambil dari tokoh asal RI, Suharso Suhandinata.
Dalam laga di Kazan Gymnastic Center, Sabtu malam, itu, Indonesia mengalahkan juara bertahan China dengan skor 3-1. Prestasi ini menjadi gelar pertama Indonesia dari kejuaraan untuk pemain berusia di bawah 19 tahun tersebut.
Bukan hanya di bulu tangkis pemain yunior kita mencatat prestasi. Di cabang sepak bola, pada Februari 2019, tim nasional Indonesia U-22 menjuarai Piala AFF U-22 2019 setelah menang 2-1 atas Thailand pada final di Kamboja.
Gelar juara Piala AFF (Federasi Sepak Bola ASEAN) itu gelar ketiga kita sepanjang sejarah di berbagai kelompok usia. Sebelumnya, ”Garuda Muda” menjuarai Piala AFF di kelompok U-19 pada 2013 dan U-16 pada 2018. Akhir September lalu, tim nasional U-16 juga lolos ke putaran final Piala Asia.
Di atletik, ada nama Lalu M Zohri yang menjanjikan. Pada 2018, Zohri menggemparkan jagat atletik lewat gelar juara 100 meter dalam Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Finlandia. Setelah itu, ia menjadi bagian dari prestasi apik Asian Games 2018 saat tim estafet 4 x 100 meter putra (M Fadlin, Zohri, Eko Rimbawan, Bayu Kertanegara) meraih perak. Pada Grand Prix Malaysia Terbuka 2019, 30-31 Maret, Zohri bersama Emilia Nova dan Sapwaturrahman merebut medali emas.
Pencapaian atlet-atlet muda itu membersitkan harapan akan berlanjutnya prestasi kita di level internasional. Kita sepatutnya makin menyadari bahwa seorang atau sebuah tim juara tidak pernah lahir tiba-tiba. Kampiun harus lahir dari proses pembinaan yang berkesinambungan, didukung ilmu pengetahuan keolahragaan (sport science), yang kini sudah lazim dipraktikkan di banyak negara.
Pembinaan itu tentu termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan kompetisi yang rutin, terjadwal, dan menjunjung sportivitas. Di sinilah pekerjaan rumah utama pemerintah, yang sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, ”berwenang mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional”. Kasus dugaan pengaturan pertandingan yang mencuat di liga utama sepak bola menjadi bukti sahih betapa masih banyak faktor di luar lapangan yang menjadi penentu hasil kejuaraan.
Perlu kepastian idealita pembinaan olahraga kita agar bibit-bibit muda atlet kita yang sudah mendunia saat masih belia tak layu kala masuk usia senior.