Kandidat Independen Terpilih sebagai Presiden Tunisia
›
Kandidat Independen Terpilih...
Iklan
Kandidat Independen Terpilih sebagai Presiden Tunisia
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Kairo, Kompas— Rakyat Tunisia akhirnya menggunakan hak demokratisnya sebagai protes atas gagalnya partai-partai politik menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran Tunisia. Protes itu diwujudkan dengan memilih kandidat independen, Kais Saied (61), sebagai Presiden Tunisia. Dia mengalahkan kandidat dari partai Qalb Tounes, Nabil Karoui, pada putaran kedua pemilu presiden, Minggu (13/10/2019).
Dalam penghitungan suara cepat sementara yang dilansir lembaga survei Sigma Conceil Senin (14/10), Kais Saied meraih 76,9 persen suara berbanding 23,1 persen suara yang diraih Nabil Karoui.
Lembaga survei lain, Emrhod, mencatat, Kais Saied mendapat 72,53 persen suara pemilih, berbanding 27,47 persen suara yang diraih Karoui. Dalam pemilu presiden putaran pertama, 15 September lalu, Saied meraih 18,4 persen suara dan Karoui mendapat 15,6 persen suara.
Kemenangan besar yang diraih Kais Saied mengantarkannya menduduki kursi presiden Tunisia periode 2019-2024. Saied pun menjadi Presiden Tunisia ketiga pasca-revolusi Tunisia tahun 2011. Pada periode 2011-2014, Tunisia dipimpin Presiden Moncef Marzouki, lalu dipimpin Presiden Caid Beji Essebsi periode 2014-2019.
Diumumkan
Saied langsung mengumumkan kemenangan pada Minggu malam begitu hasil suara sementara yang dilansir lembaga Survei Sigma Conseil dan Emrhod Consulting diumumkan.
Di depan para pendukungnya, ia mengatakan, ini masa historis yang bisa memberi inspirasi kepada orang lain. ”Era mendikte kepada Tunisia sudah berakhir. Proyek kita adalah mengacu pada prinsip kebebasan,” kata Saied.
Kompetitor Saied, Nabil Karoui, mengakui kekalahan. Ia menyampaikan akan mengumumkan langkah-langkah selanjutnya pasca-hasil pemilu diumumkan secara resmi oleh komisi tinggi pemilu.
Berubah
Kemenangan mengejutkan Kais Saied yang maju dari jalur independen menunjukkan perubahan pola pikir rakyat Tunisia. Warga ingin menurunkan peran partai-partai politik karena dianggap gagal membawa Tunisia menuju cita-cita revolusi tahun 2011.
Pada pemilu parlemen Tunisia 6 September lalu, perolehan suara partai-partai politik juga merosot tajam. Partai Ennahda sebagai peraih suara terbanyak hanya mendapat 40 kursi. Padahal, pada pemilu 2014, partai Ennahda mendapat 69 kursi. Partai Nidaa Tounes yang mendapat 86 kursi pada pemilu parlemen tahun 2014 kini hanya mendapat 1 kursi.
Menurut lembaga survei Sigma Conseil, 90 persen pemilih Kais Saied adalah dari generasi milenial. Mereka masih sangat belia pada saat revolusi tahun 2011, dan menyaksikan tidak banyak ada perubahan setelah mereka beranjak remaja, bahkan beberapa sektor kehidupan justru makin terpuruk.
Saied sendiri dalam pidato kemenangannya menegaskan, rakyat adalah sumber kekuasaan dan konstitusi menjadi sandaran, serta tidak ada namanya negara sipil atau negara agama. Saied dikenal sebagai akademisi penyandang gelar profesor hukum tata negara. Ia pendukung kuat revolusi Tunisia tahun 2011 dan sangat anti-rezim diktator mendiang Presiden Zein Abidine bin Ali. Saied sering mengkritik Pemerintah Tunisia pasca-revolusi 2011 karena dianggap kurang berkomitmen pada cita-cita revolusi.