JAKARTA, KOMPAS— Keraguan pengusaha masih menghambat peluang kerja sama Indonesia dengan negara-negara Amerika Latin dan Karibia. Hambatan psikologis ini perlu diatasi dengan meningkatkan diseminasi informasi dan interaksi antar-warga sebab antusiasme pengusaha mulai meningkat.
Direktur Amerika II Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Darianto Harsono mengatakan, pengusaha dari Indonesia serta Amerika Latin dan Karibia beranggapan sulit menjalin kerja sama bisnis akibat jarak yang jauh. Hambatan psikologis itu menjadi salah satu masalah yang membuat ekspansi bisnis Indonesia ke pasar non-tradisional berjalan lambat.
”Kita perlu meningkatkan kesadaran pengusaha Indonesia bahwa di sana memiliki lebih dari 600 juta konsumen. Jarak sebenarnya tidak perlu menjadi masalah karena ekspor Indonesia juga tinggi ke Amerika Serikat dan Kanada,” kata Darianto di sela-sela kegiatan Indonesia-Latin America and Caribbean Countries (Ina-Lac) Business Forum 2019, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (14/10/2019).
Kemlu mencatat, total nilai perdagangan Indonesia sebesar 368,9 miliar dollar AS pada 2018. Dari jumlah itu, nilai perdagangan Indonesia dengan Amerika Latin dan Karibia sebesar 7,59 miliar dollar AS atau sekitar 2,1 persen dari total perdagangan.
Kita perlu meningkatkan kesadaran pengusaha Indonesia bahwa di sana memiliki lebih dari 600 juta konsumen.
Darianto melanjutkan, hambatan psikologis bisa diatasi dengan terus menyalurkan informasi mengenai kondisi pasar dan potensi yang ada. Kegiatan bisnis forum, seperti Ina- Lac 2019, juga akan dilakukan setiap tahun untuk mempertemukan para pelaku usaha. Sejumlah negara Amerika Latin dan Karibia yang mengikuti Ina-Lac 2019 adalah Meksiko, Brasil, Argentina, Chile, Venezuela, Kolombia, Kuba, Ekuador, Suriname, Honduras, dan Peru. Ina-Lac 2019 diikuti 100 pengusaha dari negara-negara tersebut
”Komoditas Indonesia yang sering diimpor mereka adalah mesin berat, makanan dan minuman, serta perabot. Mereka juga mulai berminat mengimpor produk kertas, makanan kaleng, farmasi, dan suvenir karya UMKM. Indonesia juga akan coba mempromosikan kereta api dan meningkatkan pasokan minyak sawit,” kata Darianto.
Duta Besar Peru untuk Indonesia, Julio Cárdenas, sepakat hambatan psikologis juga timbul dalam pemikiran pengusaha Amerika Latin dan Karibia yang ingin mengimpor barang dari Indonesia. Persoalan jarak kini dapat diatasi karena konektivitas udara dan laut dengan biaya terjangkau.
”Jarak tidak lagi menjadi masalah, kita harus mengambil keuntungan yang ada dari teknologi transportasi dan konektivitas. Peru berencana menjadikan Indonesia sebagai partner dagang terbesar selain China, Jepang, dan Korea Selatan,” ujar Cárdenas.
Sebagai anggota negara Latin, nilai perdagangan Peru dengan Indonesia sekitar 245 juta dollar AS. Peru berencana meningkatkannya menjadi 1 miliar dollar AS. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai perdagangan di antara kedua negara adalah dengan menyusun Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) untuk menurunkan tarif impor.