Salah satu pembiayaan kreatif yang kini tengah dikembangkan pemerintah adalah skema penyesuaian rantai pasok (customized supply chain). Skema ini bisa membuat biaya konstruksi lebih murah di bawah 20 persen.
Oleh
karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skema pembiayaan kreatif menjadi solusi mengatasi gap antara kebutuhan dan ketersediaan anggaran infrastruktur. Salah satu pembiayaan kreatif yang kini tengah dikembangkan adalah skema penyesuaian rantai pasok (customized supply chain) yang membuat biaya konstruksi bisa lebih murah.
Skema pembiayaan Kreatif dibutuhkan karena pemerintah tidak dapat membiaya pembangunan infrastruktur sendiri. Kebutuhan pembiayaan infrastruktur dalam lima tahun mendatang, 2020-2024, mencapai Rp 6.174 triliun. Namun, hanya sekitar 40 persen dari total kebutuhan anggaran yang mampu ditopang APBN.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, sekitar 60 persen atau Rp 3.704,4 triliun kebutuhan anggaran infrastruktur tahun 2020-2024 dari non APBN. Kebutuhan anggaran infrastruktur itu naik sekitar 23 persen dari tahun 2014-2019.
“Ke depan pemerintah fokus menyiapkan bagaimana infrastruktur dibangun cepat tanpa terganggu. Untuk itu, skema pembiayaan kratif menjadi keniscayaan,” ujar Bambang dalam acara penandatanganan perjanjian pendahuluan (head of agreement) proyek yang difasilitasi PINA center for privat investment di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Salah satu inovasi skema pembiayaan kreatif yang difasilitasi PINA center for privat investment adalah customized supply chain antara PT Wijaya Karya (Persero) dan PT Jasa Sarana dengan PT ICDX Logistik Berikat (ILB) senilai Rp 6 triliun.
Skema customized supply chain akan menambah ruang modal kerja BUMN, terutama untuk kebutuhan material.
Bambang mengatakan, skema customized supply chain akan menambah ruang modal kerja BUMN, terutama untuk kebutuhan material. Dengan skema itu, BUMN/BUMD diberikan fleksibilitas untuk penggunaan aset (leverage) dan arus kas (cash flow). BUMN/BUMD tidak lagi harus menggunakan batas maksimum kredit untuk membeli material.
“Intinya, skema pembiayaan ini akan membantu BUMN/BUMD untuk pengadaan material Bangunan agar tidak mengganggu neraca keuangan perusahaan,” kata Bambang.
Chief Executive Officer Center for Private Investment PINA Ekoputro Adijayanto mengatakan, pembayaran pengadaan material oleh BUMN/BUMD tidak harus uang tunai. Mereka bisa membayar dalam bentuk surat utang, bank garansi, atau dengan material juga.
Fleksibilitas yang diberikan kepada BUMN/BUMD dalam pengadaan material akan menekan biaya konstruksi. Saat ini biaya konstrusi Indonesia sekitar 24 persen, relatif tinggi dibandingkan negara-negara berkembang lain yang bisa di bawah 20 persen. Harga material bisa lebih efisien karena tidak terikat waktu.
“Skema customized supply chain ini berangkat dari sistem rantai pasok di mana bahan baku material yang dipasok untuk proyek bisa dikembalikan dalam bentuk material lagi, atau lebih fleksibel. Dengan skema ini, biaya konstruksi bisa di bawah 20 persen,” kata Eko.
Skema customized supply chain ini berangkat dari sistem rantai pasok di mana bahan baku material yang dipasok untuk proyek bisa dikembalikan dalam bentuk material lagi.... Dengan skema ini, biaya konstruksi bisa di bawah 20 persen.
Sejak berdiri pada 2017, PINA telah merealisasikan pembiayaan pembangunan dengan dana non-APBN sebanyak 29 proyek senilai Ro 630 triliun. Proyek-proyek itu meliputi sektor infrastruktur, energi, pariwisata, dan perumahan bersubsidi. Adapun pada 2019, target pemenuhan pembiayaan (financial close) sebesar Rp 84 triliun.
Presiden Direktur ICDX Logistik Berikat Petrus Chandra menambahkan, material utama yang diperlukan dalam pembangunan infrastruktur, yakni batu, besi, pasir, dan semen. Semua material itu ada di Indonesia, tetapi biaya mahal. Skema customized supply chain akan mengatasi persoalan itu dengan kolaborasi.