KPK Tangkap Lagi Kepala Daerah, Saatnya Kekuasaan Lokal Kembali Ditata
›
KPK Tangkap Lagi Kepala...
Iklan
KPK Tangkap Lagi Kepala Daerah, Saatnya Kekuasaan Lokal Kembali Ditata
Besarnya kewenangan tunggal kepala daerah membuat korupsi terus mewabah. Hingga kini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan 120 kepala daerah sebagai tersangka korupsi dan satu kepala daerah masih diperiksa KPK.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Besarnya kewenangan tunggal kepala daerah membuat korupsi terus mewabah. Hingga kini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan 120 kepala daerah sebagai tersangka korupsi dan satu kepala daerah masih dalam tahap pemeriksaan setelah ikut tertangkap tangan. Penataan kekuasaan daerah harus segera dilakukan agar korupsi kepala daerah tidak menjadi bola salju.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, kemarin malam sekitar pukul 22.40 tim KPK melakukan operasi tangkap tangan di wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Diduga terjadi pemberian sejumlah uang dari rekanan kepada Bupati Indramayu Supendi untuk mendapatkan pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Indramayu.
”Jumlah orang yang diamankan sementara ada delapan orang dan KPK mempunyai waktu 24 jam untuk menentukan status orang-orang yang sudah diamankan,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Kemarin, Senin (14/10/2019), KPK juga menetapkan Bupati Seruyan Kalimantan Tengah periode 2003-2008 dan 2008-2013 Darwan Ali sebagai tersangka korupsi. Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara juga menjadi tersangka korupsi pada 7 Oktober 2019.
Berdasarkan data KPK, dari 121 kepala daerah yang diproses KPK, 48 orang dari kegiatan tangkap tangan atau 39,7 persen. Selain melalui tangkap tangan, KPK juga menetapkan tersangka lewat case building.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyampaikan, ada tiga titik rawan korupsi daerah dalam pengadaan barang dan jasa, yaitu di infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Kerawanan korupsi ini pun didukung kewenangan tunggal kepala daerah.
Menurut dia, ada dua pilihan untuk mengatasi kerawanan korupsi, yaitu penataan kekuasaan daerah dengan mengurangi kewenangan kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian atau bisa tetap dengan kewenangan yang ada, tetapi pencegahan harus diperkuat, salah satunya melibatkan pemerintah pusat.
”Misalnya dalam pengadaan barang dan jasa, harus ada proses di mana mekanisme tender atau pengadaan barang/jasa itu melibatkan pihak pemerintah pusat, yaitu Kementerian Dalam Negeri, untuk memberi rekomendasi,” ujar Endi.
Sebagai contoh, apabila ada proyek-proyek besar yang sudah ditengarai rawan dijadikan lahan korupsi, Kementerian Dalam Negeri harus turun tangan untuk melihat dan memberi persetujuan. Jika tetap sepenuhnya diserahkan pada kepala daerah, akan menjadi ruang gelap kekuasaan.
Apabila ada proyek-proyek besar yang sudah ditengarai rawan dijadikan lahan korupsi, Kementerian Dalam Negeri harus turun tangan untuk melihat dan memberi persetujuan.
Selain pengadaan barang dan jasa, Endi menuturkan, ada enam area rawan korupsi lain dengan kewenangan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Enam area rawan itu adalah birokrasi, keuangan daerah, kuasa aset daerah, perizinan usaha, perencanaan anggaran, dan perjalanan dinas.
”Yang menjadi persoalan sebenarnya, ada enggak kemauan dan komitmen politik untuk membuat demokrasi kita lebih bermakna dan berkualitas di tingkat lokal. Kalau mau, setengah pekerjaan kita itu selesai, selebihnya itu soal teknis yang kita sudah tahu semua masalahnya,” ujar Endi.
Ada tiga titik rawan korupsi daerah dalam pengadaan barang dan jasa, yaitu di infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Kerawanan korupsi ini pun didukung kewenangan tunggal kepala daerah.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syafruddin mengatakan, secara umum Kementerian Dalam Negeri berfungsi membina para kepala daerah dalam mengelola keuangan daerah. Selanjutnya, menjadi tanggung jawab kepala daerah untuk mengimplementasikan pengelolaan keuangan daerah.
”Kami juga sudah memberikan surat peringatan dan mengadakan pertemuan untuk mengingatkan agar para kepala daerah selalu tunduk dalam mengelola keuangan sesuai aturan. Namun, memang, semua kembali ke niat penyelenggara pemerintah itu sendiri,” ujarnya.