Wajah Lama di Panggung Politik Jakarta Bisa Menyulitkan Perbaikan
›
Wajah Lama di Panggung Politik...
Iklan
Wajah Lama di Panggung Politik Jakarta Bisa Menyulitkan Perbaikan
Politisi lama masih mendominasi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Hanya seorang pimpinan yang benar-benar baru duduk di kursi pimpinan. Sebagian kalangan menyangsikan perubahan signifikan terjadi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan DPRD DKI 2019-2024 masih didominasi wajah lama di periode sebelumnya. Ketimpangan komposisi itu dinilai menyulitkan perubahan bagi peningkatan kualitas dan kuantitas legislasi di Ibu Kota.
Masa kerja pimpinan baru periode 2019-2024 resmi mulai berjalan awal pekan ini. Mereka antara lain Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Wakil Ketua I M Taufik (Partai Gerindra), Wakil Ketua II Abdurrahman Suhaimi (Partai Keadilan Sejahtera), Wakil Ketua III Misan Samsuri (Partai Demokrat), dan Wakil Ketua IV Zita Anjani (Partai Amanat Nasional).
Dari lima nama itu, hanya ada dua nama baru, yakni Misan Samsuri dan Zita Anjani, yang merupakan anak Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan. Namun, Misan sendiri sebetulnya telah ada di DPRD DKI sejak periode lalu. Dengan demikian, praktis hanya Zita yang bisa disebut wajah baru di pimpinan DPRD DKI periode 2019-2024.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, di Jakarta, Selasa (15/10/2019), mengatakan, komposisi pimpinan DPRD 2019-2024 yang tak jauh berbeda dengan periode sebelumnya ini akan sulit membawa perubahan di tubuh DPRD DKI. "Wajah lama ini, kan, banyak yang harusnya dievaluasi. Kalau partai politik kemudian cuma sebatas melihat kader-kadernya mengisi kursi pimpinan DPRD, ya susah ada perubahan ke arah lebih baik," ujar Hendri, Selasa (15/10/2019) kepada Kompas.
Menurut Hendri, parpol seharusnya memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap pengisian jabatan pimpinan DPRD oleh kader-kadernya. Sebab, itu menyangkut perbaikan kualitas dan kuantitas legislasi ke depan.
Misal, lanjut Hendri, parpol harus berani memberikan hukuman bagi kadernya yang tak tidak optimal dalam menjalankan tugas pimpinan DPRD. Hukuman bisa diawali dari surat peringatan keras, dilengserkan dari pimpinan DPRD, hingga dilakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap kader yang bersangkutan.
"Harus dikerasin dari parpol, harus ada punishment (hukuman). Kalau gagal dari target, ya harus berani sampai di-PAW. Selama tidak ada kontrol dari parpol, ya gitu-gitu saja terus kualitas DPRD DKI," kata Hendri.
Legislasi
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, dalam pelaksanaan fungsi legislasi, kinerja DPRD DKI Jakarta 2014-2019 terbilang sangat rendah. Jika dilihat dari perencanaan program legislasi daerah (prolegda), secara kuantitatif inisiatif DPRD kalah jauh dibandingkan dengan usulan pemerintah atau eksekutif.
Catatan Formappi, DPRD hanya menyertakan usulan inisiatif mereka sebanyak 29 rancangan perda. Jumlah tersebut kalah jauh dibandingkan dengan usulan eksekutif yang berjumlah 107 raperda. “Minimnya prolegda yang diusulkan DPRD bisa jadi karena kegagalan mereka mengartikulasikan kebutuhan masyarakat. Ini menunjukkan kesenjangan relasi antara DPRD dan konstituen yang membuat DPRD tak mampu membaca kebutuhan publik DKI akan kepastian hukum yang harus dijawab melalui kehadiran legislasi,” ujar Lucius.
Dari capaian tahunan pun, kinerja DPRD periode 2019-2024 tergolong tak maksimal. Mereka hanya mampu menyelesaikan 42 perda dari 136 raperda yang masuk program legislasi daerah selama lima tahun menjabat. Secara khusus di 2019, mereka hanya menyelesaikan 6 perda dari 18 raperda yang diprogramkan untuk diselesaikan.
Menurut Lucius, ada dua hal penting yang perlu jadi perhatian bagi anggota dewan periode 2019-2024. Pertama, meningkatkan koordinasi dengan eksekutif. Kedua, membangun relasi dan komunikasi dengan warga. “Saya kira tanpa komitmen dua itu sih, sama saja hasilnya nanti,” tutur Lucius.
Prioritas
Prasetyo Edi Marsudi menjelaskan, di bawah kepemimpinannya, ada sejumlah hal yang akan dia soroti, seperti banjir, kawasan kumuh, dan kemacetan. "Itu menjadi prioritas saya dalam pembahasan anggaran APBD 2020. Ini juga harus menjadi prioritas di mana saya akan melihat anggaran dari eksekutif dari SKPD (satuan kerja perangkat daerah) ini ngasih anggaran berapa," tutur Prasetyo.
Secara terpisah, M Taufik menyampaikan, peningkatan kuantitas dan kualitas legislasi juga menjadi perhatian di DPRD periode kali ini. Dia menyebutkan, setidaknya ada satu peraturan daerah yang akan didorong, yakni Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
"Perda itu yang mesti kami tinjau supaya masyarakat ada kepastian hukum. Contoh paling konkret, wilayah Antasari, Mulawarman, Senopati, Kemang eksistingnya apa? Itu yang harus kami selesaikan. Itu prioritas supaya masyarakat punya kepastian hukum," kata Taufik.
Sementara itu, Zita Anjani sebagai wajah baru di DPRD DKI menuturkan, dirinya akan berusaha seoptimal mungkin membawa suara ibu dan anak DKI dalam setiap pembentukan legislasi. "Saya ingin mendedikasikan jalan politik saya untuk kesejahteraan ibu dan anak. Saya berpolitik untuk masa depan. Masa depan kita ada di tangan emak-emak dan anak-anak," ucap Zita, yang berharap Jakarta kelak bisa menjadi pusat pendidikan.