Asa Tumbuh di Sekolah Terminal
Bisa mengenyam pendidikan anak usia dini atau PAUD awalnya merupakan mimpi bagi anak para pedagang asongan, pengemis, tukang parkir, dan pekerja jalanan di Kota Tegal, Jawa Tengah. Namun, sejak PAUD Sakila Kerti didirikan di Terminal Tipe A Kota Tegal, mimpi itu berhasil diwujudkan.
B eberapa pekerja jalanan berkumpul di depan ruangan bekas kantor perusahaan otobus di salah satu sudut Terminal Kota Tegal, Sabtu (5/10/2019). Bukan untuk mencari nafkah, mereka berkumpul di tempat itu untuk mengantar putra-putrinya belajar di PAUD Sakila Kerti atau yang lebih dikenal dengan sebutan PAUD terminal.
Pagi itu, di sebuah ruangan dengan ukuran sekitar 8 meter x 6 meter, puluhan anak para pekerja jalanan mengikuti proses belajar-mengajar. Suara mesin dan klakson kendaraan yang masuk-keluar di terminal terus bersahutan. Namun, anak-anak tersebut bergeming. Telinga mereka seperti sudah akrab dengan suara-suara tersebut.
PAUD pada umumnya memiliki banyak mainan, alat peraga pembelajaran yang menarik, atau dinding warna-warni. Namun, tidak di PAUD terminal. Jika di PAUD lain ada meja dan kursi untuk belajar, di PAUD terminal anak-anak belajar beralaskan spanduk bekas.
Ruangan yang sempit membuat kegiatan belajar-mengajar sering kali harus dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok belajar di dalam ruangan dan kelompok yang lain belajar di teras ruangan tersebut. Meski begitu, anak-anak PAUD terminal tetap bersemangat mengikuti pembelajaran.
Sama seperti di PAUD lainnya, di PAUD terminal ini para siswa diajari mengenal angka dan huruf, bernyanyi, menggambar, serta mewarnai. Mereka juga diberi pendidikan budi pekerti serta pendidikan keagamaan, seperti berdoa dan baca tulis Al Quran.
”Di tengah keterbatasan yang ada, kami berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan akses pendidikan kepada anak-anak ini. Sebab, melalui pendidikan, anak-anak ini berpotensi membantu memperbaiki keadaan perekonomian diri dan keluarganya di masa yang akan datang,” ujar Ade Setiawati (30), salah seorang pengajar di PAUD terminal, saat ditemui Sabtu (5/10), seusai mengajar di PAUD terminal.
Gratis
Saat ini ada sekitar 30 anak yang bersekolah di PAUD terminal. Mereka adalah anak-anak para pekerja jalanan di Terminal Kota Tegal, seperti pedagang asongan, pengemis, tukang parkir, penjaga toilet umum, dan tukang becak. Tidak ada pungutan biaya apa pun bagi anak yang bersekolah di PAUD terminal.
Kehadiran PAUD terminal disambut baik oleh Eka Purwati (34), salah seorang pedagang asongan di Terminal Tipe A Kota Tegal. Anak ketiganya, Muhammad Ibnu Hakim (3), akhirnya bisa bersekolah PAUD dengan gratis.
Dari hasil berjualan kopi saset dan mi cepat saji, sehari-hari Eka membawa pulang uang sekitar Rp 40.000. Sementara suami Eka yang bekerja sebagai buruh, tidak setiap hari bisa pulang membawa uang. Penghasilan suami Eka paling banyak Rp 80.000 per hari. Jika ditambahkan, penghasilan Eka dan suaminya hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya.
”Dengan kondisi seperti itu, saya tidak punya daya untuk menyekolahkan Hakim di PAUD lain. Di PAUD lain, biaya sekolahnya sudah setara dengan biaya bulanan anak saya yang sekarang bersekolah di tingkat SMP,” ujar Eka.
Saat Hakim bersekolah, Eka bisa memiliki waktu yang lebih panjang untuk bekerja. Jika sebelumnya Eka hanya bisa berjualan pukul 06.00-08.00, kini Eka bisa lanjut berjualan sampai jam sekolah Hakim selesai, yakni pukul 10.00. Dengan begitu, penghasilan Eka bisa menjadi lebih banyak.
Nur Hikmah (35), penjaga toilet umum di Terminal Tipe A Kota Tegal, juga merasa terbantu dengan adanya PAUD terminal. Sebab, Raffa Rifanda (4), anaknya yang dulu sering bermain di toilet umum, kini bisa bermain dan belajar di tempat yang lebih baik. Raffa yang dulunya tidak punya teman sama sekali, kini mendapat banyak teman baru.
”Saya senang, Raffa bisa belajar bersama anak-anak lainnya di sini. Sekarang Raffa juga sudah bisa bernyanyi dan berdoa,” ucap Nur.
Siang itu, bibir Raffa tersenyum lebar. Susunan gigi atasnya yang keropos terlihat jelas. Raffa berhasil menjadi siswa pertama yang diperbolehkan untuk pulang hari itu. Pertanyaan 5 + 5 yang diajukan gurunya berhasil dijawab Raffa kurang dari 5 detik.
”Horee aku mulih ndisit (horee aku pulang duluan)!” ujar Raffa.
Nur berharap bisa menyekolahkan Raffa setinggi mungkin. Dengan begitu, kelak Raffa bisa mendapatkan penghidupan yang lebih baik dari Nur dan suaminya yang hanya lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Berbasis masyarakat
Pengelola PAUD terminal, Yusqon, mengatakan, misi utamanya mendirikan
PAUD terminal pada awal 2019 adalah untuk memberikan akses pendidikan gratis kepada anak-anak para pekerja jalanan. Selain itu, ia juga ingin menunjukkan bahwa masyarakat juga mampu menyelenggarakan pendidikan.
”Jika ada kemauan, masyarakat itu bisa menyelenggarakan pendidikan secara mandiri. Jadi, konsep PAUD terminal, dari masyarakat, oleh masyarakat, dan juga untuk masyarakat,” ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai guru Akuntansi di SMK 2 Tegal itu.
Saat awal merintis PAUD terminal, ia mengajukan permohonan izin penggunaan ruangan bekas kantor otobus di Terminal Kota tegal kepada Dinas Perhubungan Kota Tegal. Permohonan tersebut diterima dan kemudian Yusqon merenovasi ruangan tersebut menjadi PAUD menggunakan uang pribadinya
Selain menggunakan uang pribadi Yusqon, biaya operasional PAUD terminal juga berasal dari sumbangan para donatur. Para donatur tersebut menyuplai dana secara rutin.
Sebelum mendirikan PAUD terminal, Yusqon telah lama mendirikan sebuah
PAUD bagi siswa umum di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur. PAUD tersebut berbayar. Guru-guru di PAUD umum itu pula yang sebagian diperbantukan mengajar di PAUD terminal. Mereka mendapatkan tambahan gaji jika mengajar di PAUD terminal.
Tidak hanya PAUD, di Terminal Tipe A Kota Tegal, Yusqon juga menyediakan taman bacaan, membuka program kejar paket, seperti Paket A, Paket B, dan Paket C, serta mengadakan program pemberantasan buta aksara melalui kegiatan baca-tulis Al Quran untuk warga lansia. Semua itu diselenggarakan secara gratis.
Yusqon secara konsisten telah bergerak di bidang penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat sejak 1995. Selama lebih kurang 24 tahun berjuang, beberapa kendala dialaminya. Salah satunya keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan.
Untuk mengubah perilaku pekerja jalanan, termasuk membantu anak-anak mereka agar konsisten mengikuti pembelajaran, diakui Yuqson, juga tidak mudah. Mereka pun acap kali kesulitan mengatur antara belajar dan bekerja.
”Yang sering kali terjadi adalah banyak siswa yang tiba-tiba minta izin keluar saat ada bus yang tiba di Terminal Tipe A Kota Tegal. Saya paham, selain belajar, mereka juga harus bekerja. Untuk itu, saya membebaskan para siswa untuk masuk-keluar kelas,” tutur Yusqon.
Saat mendekati waktu-waktu ujian, Yusqon dan beberapa pengajar di Yayasan Sakila Kerti harus beberapa kali menghampiri siswanya di tempat mereka bekerja masing-masing. Mereka datang untuk memberikan soal-soal ujian untuk para siswanya.
Selama dua tahun terakhir, program kejar paket di Sakila Kerti meluluskan sedikitnya 42 siswa yang semuanya merupakan pekerja jalanan. Bahkan, sekitar 18 pekerja jalanan yang lulus dalam program Kejar Paket C di Yayasan Sakila Kerti kini sudah mulai beralih ke pekerjaan yang lebih baik.
Raffa, Ibnu, dan anak-anak lain di PAUD terminal memiliki cita-cita yang tinggi, seperti polisi, pemadam kebakaran, guru, dan dokter. Sedangkan cita-cita Yusqon sederhana, yakni membantu Raffa, Ibnu, dan anak-anak para pekerja jalanan lainnya untuk menggapai cita-cita mereka.
Lewat pendidikan di terminal itu, harapan akan masa depan yang lebih baik terus dipupuk dan dipelihara.