Menantikan Langkah Konkret BPIP Membumikan Pancasila
Kasus penusukan Wiranto menjadi pertanda bahwa Pancasila sebagai ideologi negara belum berhasil dibumikan di tengah-tengah masyarakat.
Penyerangan berlatar belakang paham radikal yang dialami Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Kamis (10/10/2019), di Pandeglang, Banten, kembali menjadi pertanda bahwa Pancasila sebagai ideologi negara belum berhasil dibumikan di tengah masyarakat.
Tanpa pembumian ide-ide luhur Pancasila yang masih abstrak, upaya penanggulangan terorisme di Indonesia hanya akan sebatas upaya reaksioner yang berulang.
Pasca-penyerangan terhadap Wiranto, Polri tanpa henti meringkus terduga teroris dari sejumlah wilayah di Indonesia. Pada Selasa (15/10/2019) malam, seseorang yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ditangkap oleh Detasemen Khusus Antiteror Polri di Malang, Jawa Timur.
Penangkapan laki-laki berinisial R ini hanya berselang sehari setelah Polri menangkap lima terduga teroris anggota JAD Cirebon. Sebelumnya, polisi juga menangkap terduga teroris berinisial NAS di Bandar Lampung.
Baca juga: Kasus Penyerangan Wiranto, Mabes Polri: Tidak Ada Kecolongan
Apabila ditilik ke belakang, aksi teror berpaham radikal transnasional di Indonesia secara sporadis terus terjadi sejak peristiwa Bom Natal pada 2000 dan Bom Bali I pada 2002 yang menelan 202 korban jiwa dan 209 korban luka.
Serangan aksi teroris berpaham radikal juga terjadi di Hotel JW Marriott Kuningan, Jakarta (2003); Gedung Kedubes Australia, Jakarta (2004); Bom Bali II (2005); Ritz-Carlton, Jakarta (2009); Bom Thamrin (2016); Terminal Kampung Melayu (2017); serta tiga gereja dan kantor Polrestabes Surabaya (2018).
Masih banyaknya orang yang terpapar paham radikal menjadi pertanda bahwa pemahaman ideologi Pancasila di masyarakat semakin terkikis.
Memang faktanya Pancasila hanya ditemui di ruang-ruang wacana dan pidato semata.
Sekadar wacana
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengakui bahwa Pancasila sebagai sebuah abstraksi belum benar-benar berinteraksi dengan realitas sehari-hari yang dihadapi bangsa Indonesia.
”Memang faktanya, Pancasila hanya ditemui di ruang-ruang wacana dan pidato semata,” ujar Hariyono, Rabu (16/10/2019), di Jakarta.
Menurut Hariyono, upaya pembumian Pancasila seharusnya terus-menerus direfleksikan dengan realitas dan kemudian diterapkan.
Baca juga : Untuk Mereka yang Mengaktualisasikan Pancasila
Untuk itu, kata Hariyono, BPIP memulai langkah membumikan Pancasila dan menangkal radikalisme dengan menjalin kerja sama dengan sejumlah kementerian dan lembaga lintas sektor.
Kementerian pertama yang menjadi mitra kerja BPIP adalah Kementerian Dalam Negeri. Dengan kerja sama yang ditandatangani pada 20 Mei lalu, BPIP akan turut membina taruna Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan aparatur sipil negara di lingkungan Kemendagri.
Dengan kerja sama ini, BPIP dan Kemendagri juga sepakat untuk mendayagunakan badan kesatuan bangsa dan politik (kesbangpol) di setiap daerah sebagai agen pengarusutamaan ideologi Pancasila.
”Kesbangpol dalam menjalankan tugas dan fungsinya melekat pada Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karena itu, kesbangpol bukan hanya milik Kemendagri saja, melainkan juga BPIP dan seluruh masyarakat Indonesia,” kata Hariyono.
Sejauh ini program yang sudah menjadi buah nyata kerja sama antara BPIP dan Kemendagri adalah Rapat Koordinasi Nasional Simpul Strategis Pembumian Pancasila yang diselenggarakan pada Rabu (16/9/2019), di Jakarta.
Baca juga : Penangkapan Terduga Teroris Berlanjut
Dalam acara tersebut, selain pengarahan dari Hariyono dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Marsekal Madya Adang Supriyadi dan Staf Ahli Kemdikbud Ananto Kusuma Seta turut memberikan materi kepada hadirin yang merupakan jajaran bakesbangpol dari seluruh Indonesia.
”Forum hari ini adalah tindak lanjut dari MOU yang sudah dilakukan Kemendagri dan BPIP,” kata Tjahjo.
”Soft power” dan sinergi
Dalam kesempatan itu, BNPT dan Kemdikbud menitikberatkan pada pentingnya metode soft power dalam pencegahan paham radikal di Indonesia—cara yang bisa diterapkan oleh bakesbangpol di daerah masing-masing.
Ini adalah soft power, pembangunan fisik yang humanis, agar mereka yang rentan dapat tersentuh.
Adang mengatakan, metode soft power yang dilakukan oleh BNPT adalah pembangunan fisik infrastruktur. Contohnya, pada 2018, BNPT bekerja sama dengan 36 kementerian dan lembaga untuk memberikan bantuan kepada sebuah pondok pesantren yang dinilai rentan terhadap radikalisme
Pemberian bantuan dalam bentuk pembangunan gedung, fasiltas air bersih serta sanitasi, dan modal pertanian adalah upaya untuk ”menyentuh’” para santri agar tidak terpapar paham radikal. Diharapkan, penerima bantuan tersebut menjadi masyarakat yang mandiri.
”Ini adalah soft power, pembangunan fisik yang humanis, agar mereka yang rentan dapat tersentuh,” kata Adang.
Sementara itu, Ananto mengungkapkan bahwa untuk menangkal radikalisme di lingkungan sekolah, Kemdikbud sudah menerapkan early warning system atau sistem deteksi dini pada siswa.
Sistem deteksi dini tersebut, kata Ananto, berdasarkan pada beberapa indikator yang sudah ditentukan, seperti ketidaktertarikan pada pelajaran kewarganegaraan (PPKn), menolak menyanyi lagu kebangsaan dan hormat pada bendera, serta mengalami pendalaman ajaran dan kaderisasi tertutup.
”Pendidikan dan sekolah ini menjadi fase yang penting karena pembentukan manusia terjadi dalam masa pendidikan,” kata Ananto.
Kerja konkret
Semua langkah dan perencanaan yang direncanakan oleh BPIP sesungguhnya memang bertujuan baik. Namun, sejak didirikan pada 2017, belum tampak kerja konkret yang ditunjukkan oleh BPIP selain berbagai rapat dan pembentukan berbagai nota kesepahaman.
”Ini yang memang kami harus akui (minim kerja konkret). Kami baru bisa mandiri di bulan ini. Jadi, di bulan-bulan sebelumnya, masih ikut lembaga lain sehingga kami kurang leluasa bergerak. Kami juga harus berusaha bagaimana pengarusutamaan pancasila ini melibatkan masyarakat. Insya Allah kami mulai bergerak,” kata Hariyono.
Bukti konkret kinerja BPIP sangatlah dinanti. Menangkal ideologi radikal dan membumikan Pancasila membutuhkan upaya dan kerja-kerja konkret karena ancaman kelompok radikal selalu nyata terus mengintai Indonesia.