Perubahan UU Perkawinan Harus Segera Disosialisasikan
›
Perubahan UU Perkawinan Harus ...
Iklan
Perubahan UU Perkawinan Harus Segera Disosialisasikan
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur batas usia minimal 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah harus segera disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi harus dilakukan semua pihak, pemerintah maupun organisasi masyarakat, untuk mencegah perkawinan anak.
Masyarakat harus mengetahui bahwa sudah ada Undang-Undang No 16/2019 tentang Perubahan Undang-Undang No 1/1974 tentang Perkawinan. Selain mengatur batas usia perkawinan minimal 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, UU tersebut juga mengatur permohonan dispensasi perkawinan.
Dalam UU tersebut, pengajuan permohonan dispensasi diperlukan jika calon pengantin berusaia di bawah 19 tahun. Dispensasi diajukan oleh orangtua salah satu atau kedua belah pihak calon mempelai ke Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam, dan ke Pengadilan Negeri bagi yang lainnya.
“Langkah kita masih panjang ke depan, mari kita bersinergi, kementerian/lembaga yang terkait, pemerintah daerah, lembaga masyarakat dan semua pihak tanpa terkecuali. Mari kita segera bergerak, untuk mencegah perkawinan anak,” ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin, pada “Seminar Nasional 45 Tahun Penyelamatan Anak Melalui Perubahan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”, Rabu (16/10/2019), di Jakarta.
Di seminar tersebut, Kementerian PPPA, Kementerian Agama, dan Kantor Staf Presiden memberikan penghargaan kepada tiga perempuan korban perkawinan anak yakni Rasminah, Maryati, dan Endang Wasrinah, yang bersedia menjadi pemohon uji materi Pasal 7 UU No 1/1974 di Mahkamah Konsititusi. Permohonan uji materi yang dikabulkan MK telah membuka jalan untuk perubahan UU Perkawinan.
Menurut Lenny, dengan adanya perubahan pengaturan tentang perkawinan, maka praktik perkawinan anak harus dicegah karena hal tersebut merupakan pelanggaran atas hak anak, yang berarti juga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, pemerintah dan semua pihak harus melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat mengenai pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas dan perkawinan tidak tercatat, demi terwujudnya generasi bangsa yang lebih unggul.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Muhammadiyah Amin medukung langkah KPPPA untuk segera mensosialisasikan batas usia minimal perkawinan 19 tahun dan pengaturan dispensasi perkawinan. Muhammadiyah sepakat bahwa perkawinan anak harus dicegah, karena setiap tahun di KUA ada sekitar 2 juta perkawinan yang tercatat, namun yang tidak tercatat jumlahnya diperkirakan juga banyak.
”Boleh jadi ada berapa ratus ribu tidak tercatat perkawinannya, ditolak Kantor Urusan Agama karena perkawinan usia dini. Tapi mereka sudah dinikahkan karena pelaminannya sudah jadi,” kata Muhammadiyah.
Boleh jadi ada berapa ratus ribu tidak tercatat perkawinannya, ditolak Kantor Urusan Agama karena perkawinan usia dini.
Menurut Muhammadiyah, perkawinan anak sering terjadi, saat permohonan dispensasi ditolak pengadilan agama, bisa dua tahun kemudian mereka tetap menikah melalui itsbat nikah.
Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan, Siti Ruhaini Dzuhayatin berharap perubahan UU Perkawinan tersebut dapat menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia dari 11,2 persen menjadi 8 persen. Apalagi saat ini posisi Indonesia saat ini merupakan peringkat ke-7 di dunia untuk perkawinan anak.
Komitmen bersama
Sebelum seminar berlangsung, Deputi TKA bersama pimpinan kementerian/lembaga terkait membacakan komitmen untuk mencegah perkawinan anak dan mensosialisasikan perubahan UU No 1/1974. KPPPA berkomitmen menyusun kebijakan nasional pencegahan perkawinan anak, melakukan kampanye stop perkawinan anak, meningkatkan kapasitas forum anak sebagai pelopor dan pelapor, meningkatkan peran pusat pembelajaran keluarga (puspaga), dan menfasilitasi daerah mewujudkan kabupaten/kota layak anak.
Adapun MA akan menyiapkan Peraturan MA tentang Dispensasi Kawin dan pelaksanaannya di pengadilan, dan Kemenag akan menyiapkan 5.945 KUA untuk mendukung pencegahan perkawinan anak. Selain itu, Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM juga mendukung penyusunan Peraturan Pelaksana UU 16/2019. Komitmen pencegahan perkawinan anak juga disampaikan perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Kesehatan.
MA akan menyiapkan Peraturan MA tentang Dispensasi Kawin dan pelaksanaannya di pengadilan, dan Kemenag akan menyiapkan 5.945 KUA untuk mendukung pencegahan perkawinan anak.
Komitmen pemerintah juga didukung Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Forum Anak Nasional yang hadir dalam seminar tersebut.
Sekjen KPI Dian Kartikasari mewakili organisasi masyarakat sipil menyatakan siap melakukan advokasi kebijakan untuk penerbitan/perubahan kebijakan nasional untuk mendukung implementasi Perubahan UU Perkawinan, termasuk advokasi di tingkat daerah hingga desa-desa untuk mendorong terbitnya peraturan di tingkat desa dan daerah untuk pencegahan perkawinan anak.