Istri mendiang penggiat hak asasi manusia Munir Said Thalib, Suciwati, mengatakan presiden yang memimpin Indonesia lima tahun ke depan, diharapkan bisa menuntaskan kasus pembunuhan terhadap Munir.
Oleh
defri werdiono
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS-Istri mendiang penggiat hak asasi manusia Munir Said Thalib, Suciwati, mengatakan presiden yang memimpin Indonesia lima tahun ke depan, diharapkan bisa menuntaskan kasus pembunuhan terhadap Munir. Hingga 15 tahun kematiannya, auktor intelektual kasus Munir belum terungkap.
“Jadi tetap buat saya, kasusnya harus dituntaskan karena ini tanggung jawab negara. Bukan lagi siapa Presidennya, kemudian lempar lagi ‘Itu, kan Presiden yang lalu. Kasus kematiannya, kan, bukan saat saya memerintah,’. Bukan itu, tapi bagaimana (negara) menyelesakan (kasus) itu lebih penting,” ujarnya.
Suciwati mengatakan hal itu di sela-sela Pemutaran Film dan Pembacaan Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir di Wisma Kalimetro, Malang, Jawa Timur, Rabu (16/10/2019) petang. Kegiatan ini diikuti seratusan anak muda, yang sebagian besar merupakan mahasiswa. Hadir pula pihak Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Salah satu isi dokumen—yang dibacakan secara bergantian--menjelaskan hasil penyelidikan TPF bahwa pembunuhan terhadap Munir dilakukan secara bermufakat.
Menurut Suciwati, tantangan yang dihadapi oleh Presiden boleh jadi akan lebih berat bila ada orang-orang di sekitarnya diduga ada yang terlibat. Namun, pihaknya tidak berputus asa, terus mendorong agar para penegak hukum bisa meneruskan penanganan kasus ini.
Disinggung soal apa yang menjadi penyebab kasus ini tidak segera tuntas, Suciwati mengatakan tidak ada kemauan untuk menyelesaikan kasus ini menjadi penyebab.
“Kalau tidak mau memang agak berat. Makanya kita dorong ada ruang-ruang, yang katanya ini bagian—katanya (Presiden) tidak punya beban. Kalau tidak punya beban maka dia akan tepati janji dong, implementasi,” katanya.
Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan, jika dokumen TPF ini dijadikan rujukan Presiden, maka Presiden bisa mengambil langkah untuk mendorong kepolisian atau jaksa agung untuk membuat tim baru guna menindaklanjuti temuan fakta yang ada dalam dokumen tersebut.
Selain itu, jika Presiden serius bisa mengumumkan dokumen hasil TPF Munir secara terbuka karena mandat untuk mengumumkan itu ada dalam kepres. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga bisa melakukan sejumlah upaya eksaminasi terkait hasil-hasil persidangan yang sudah ada.
Yati mengatakan bahwa Ombudsman sebenarnya juga bisa melihat kembali saat pemerintah mengatakan dokumen hasil TPF tidak diketahui keberadaannya itu masuk praktik maladministrasi atau bukan. Karena ini merupakan dokumen milik publik, ketika pemerintah lama menolak mengumumkan ke publik maka terjadi dugaan maladministrasi.