Erdogan Tolak Tekanan AS agar Berunding dengan Milisi Kurdi
›
Erdogan Tolak Tekanan AS agar ...
Iklan
Erdogan Tolak Tekanan AS agar Berunding dengan Milisi Kurdi
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS -- Setelah melancarkan sepekan operasi militer di Suriah timur laut, Turki menghadapi tekanan politik dan militer cukup kuat. Ankara dalam konteks politik menolak keras tekanan Amerika Serikat agar melakukan gencatan senjata.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam perjalanan pulang dari Azerbaijan menuju Ankara, Selasa malam, seperti dikutip harian Turki, Hurriyet, Rabu (16/10/2019), menegaskan tidak akan mengumumkan gencatan senjata di Suriah timur laut. Turki tidak gentar terhadap ancaman sanksi.
Erdogan menegaskan, tujuan operasi militer Turki sudah jelas, mengusir milisi Unit Pelindung Rakyat (YPG) Kurdi hingga jarak sejauh 32 kilometer dari perbatasan Turki. Ia menyatakan tak akan berunding dengan teroris, istilah yang kerap dia ucapkan untuk merujuk pada milisi Kurdi.
Erdogan menegaskan hal tersebut untuk menyambut Wakil Presiden AS Mike Pence, yang akan tiba di Ankara, hari Kamis (17/10). Pence akan membujuk Erdogan agar mau melakukan gencatan senjata di Suriah Timur Laut. Pence didampingi Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Utusan Khusus AS untuk Suriah James Jeffrey, dan Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O’Brien.
AS telah menjatuhkan sanksi kepada tiga pejabat tinggi Turki yang dituduh berperan besar dalam operasi militer di Suriah timur laut, yaitu Menteri Pertahanan Hulusi Akar, Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu, dan Menteri Energi Fatih Donmez. Sanksi ini dikatakan merupakan hasil lobi Kurdi di Washington dibantu lobi Yahudi.
Presiden AS Donald Trump mengancam memberi sanksi lebih berat Turki jika Ankara menolak gencatan senjata.
Dalam konteks militer di lapangan, Turki masih kesulitan memukul mundur milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang berintikan dari milisi YPG dari kota Tal Abyad dan Ras al-Ain.
Target operasi
Menurut harian Turki, Sabah, kota Tal Abyad dan Ras al-Ain adalah sasaran utama dalam tahap pertama operasi militer Turki saat ini. Televisi
Al Jazeera melansir, operasi militer Turki tahap pertama bertujuan menguasai 3.000 kilometer persegi di Suriah timur laut, khususnya kota
Tal Abyad dan Ras al-Ain. Menurut Al Jazeera, Turki baru menguasai 1.000 kilometer persegi di Suriah timur laut setelah sepekan operasi militernya.
Pasukan Turki yang dibantu satuan dari Tentara Pembebasan Suriah (FSA) loyalis Ankara, Sabtu lalu, sempat masuk sebagian wilayah di kota Ras al-Ain, tetapi dipukul mundur SDF dalam aksi serangan balik. Turki menuduh SDF menggunakan jaringan terowongan di kota Ras al-Ain sebagai basis pertahanan.
Turki dan FSA sampai saat ini hanya mengklaim berhasil menguasai 11 desa sekitar kota Ras al-Ain dan Tal Abyad, tetapi masih gagal masuk ke dalam dua kota tersebut.
Guna mencegah kota-kota di Suriah utara dan timur laut jatuh ke tangan Turki,
Partai Uni Demokratik (PYD)—sayap politik kaum Kurdi di Suriah— berunding dengan rezim Presiden Bashar al-Assad. PYD bertujuan agar Suriah memberi lampu hijau kepada pasukan Damaskus masuk kota-kota di Suriah utara dan timur laut yang selama ini dikontrol YPG.
PYD dan Pemerintah Damaskus diberitakan berunding di pangkalan militer Rusia di Khmeimim, dekat Latakia, Minggu dan Senin lalu, dengan melibatkan Rusia. Pasukan Damaskus yang dibantu satuan polisi militer Rusia diberitakan hari Selasa lalu telah memasuki kota Manbij setelah tercapai kesepakatan Khmeimim antara Kurdi dan Damaskus.
Manbij juga sedianya termasuk sasaran operasi militer Turki saat ini. Namun, seperti dikutip Hurriyet, Erdogan menyebut masuknya pasukan Damaskus ke Manbij tidak negatif agar milisi Kurdi tidak bercokol di kota itu.