JakLingko Berpotensi Jangkau Lebih Luas
JakLingko mulai dikenal warga Jakarta. Hanya saja, keberadaan dan jangkauan angkutan pengumpan mikrotrans masih bisa diperluas lagi.
JakLingko mulai dikenal warga Jakarta. Hanya saja, keberadaan dan jangkauan angkutan pengumpan mikrotrans masih bisa diperluas lagi.
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah penumpang angkutan JakLingko meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperluas jangkauan layanan sistem angkutan umum terintegrasi tersebut. Pengoperasian bus kecil atau mikrotrans JakLingko dirasakan telah menghemat biaya serta waktu tempuh.
Penumpang JakLingko rute Tanah Abang-Kota (Jak-10), Dedeh Hamidah (58), baru pertama kali menjajal JakLingko untuk pergi-pulang Pasar Karanganyar, Sawah Besar, ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2019). “Kalau tahu dari dulu, sudah sejak lama saya menggunakannya,” tutur pedagang pakaian di Pasar Karanganyar ini saat bertolak dari Pasar Tanah Abang.
Setiap pekan, ia dua-tiga kali pergi ke Tanah Abang untuk berbelanja pakaian partai besar dan dijual kembali di Karanganyar. Sebelumnya, ia menyewa bajaj dengan biaya Rp 30.000 sekali jalan. Ketika pulang, ia membayar Rp 40.000-50.000 karena biasanya membawa berkarung-karung pakaian.
Adapun penumpang JakLingko cukup membeli kartu JakLingko seharga Rp 30.000 yang terisi saldo Rp 10.000. Kartu ini ditempelkan ke alat pemindai di angkot. Hingga kini, saldo tidak terpotong karena biaya perjalanan masih gratis.
“JakLingko sangat membantu karena murah dan nyaman,” ujar Dedeh.
Ia menumpang mobil yang dilengkapi penyejuk udara. Kebersihan di dalam mobil terjaga, busa bangku penumpang empuk, mengesankan perawatan kendaraan yang disiplin. Larangan merokok di dalam mobil benar-benar dijalankan. Selain itu, pintu dan jendela mobil tertutup sehingga menekan risiko terpapar polusi udara.
Dedeh akan menumpang JakLingko lagi. Akan tetapi, ia tetap menggunakan bajaj saat pulang karena barang bawaan dari Tanah Abang terlalu banyak untuk dimuat dalam mikrotrans. Meski demikian, ia setidaknya menghemat biaya berangkat ke Tanah Abang yang sebesar Rp 30.000 per sekali perjalanan, atau Rp 60.000-Rp 90.000 per pekan.
Penumpang lainnya, Rika (39), menuturkan, kepastian waktu dengan menumpang angkutan Jak Lingko lebih terjamin dibanding naik angkutan umum konvensional.
Ia pelanggan tetap JakLingko rute Tanjung Priok-Semper (Jak-29) di Jakarta Utara, untuk pergi dari rumahnya di Semper Barat menuju Terminal Tanjung Priok setiap pagi.
Sebelum adanya Jak-29, ia menggunakan Metromini dan menghabiskan waktu setidaknya satu jam. Selain karena jalan macet, kebiasaan sopir bus yang ngetem. Kini, ia menghabiskan 25-40 menit saja dengan Jak-29.
Rika meminta Pemprov DKI mempercepat perluasan cakupan layanan Jak Lingko. “Kalau bisa, ada rute Tanjung Priok-Kota,” katanya.
Santi, warga Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, sudah 8 bulan rutin memakai mikrotrans rute Lebak Bulus–Ragunan. “Waktu tunggu kendaraan antara 10-15 menit," ucapnya.
Ia berharap pengelola memasang pendingin ruangan di seluruh armada JakLingko.
Ica, pengguna JakLingko rute Lebak Bulus-Blok M, menyarankan agar mesin pembayaran kartu e-money yang saat ini diletakkan di samping sopir, dapat dipindah ke kabin penumpang sehingga penumpang lebih gampang menempelkan kartu saat membayar.
Baca juga : Warga Cukup Puas dengan Layanan Mikrolet Jaklingko
Sosialisasi dan integrasi
Dedeh menambahkan, PT Transportasi Jakarta dan Pemprov DKI perlu lebih menggencarkan sosialisasi dan promosi JakLingko.
Ia menyontohkan, jumlah media promosi JakLingko, termasuk soal tarif nol rupiah, masih amat minim di sekitar Tanah Abang.
Sosialisasi yang mudah dimengerti oleh warga juga diperlukan agar pengguna tahu seluruh rute JakLingko. Dedeh mencontohkan, ia saat ini baru tahu JakLingko rute Tanah Abang-Kota. Ia memilih taksi daring karena belum paham rute di luar Jak-10.
Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berpendapat, JakLingko masih perlu disempurnakan, khususnya dari aspek awal perjalanan penumpang (first miles) hingga akhir perjalanan (last miles).
Sesuai target rencana induk transportasi Jakarta (RITJ), ada sejumlah indikator kinerja utama yang mesti dicapai pada tahun 2030, di antaranya akses pejalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 meter, setiap daerah ada angkutan pengumpan, dan simpul mesti dilengkapi fasilitas pejalan kaki dan park and ride, serta perpindahan moda sekali jalan maksimal 3 kali.
Akses pejalan kaki ataupun angkutan pengumpan itu masih menjadi pekerjaan rumah. Apabila persoalan ini tidak diselesaikan, kendaraan roda dua akan semakin padat.
Damantoro, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jakarta, menyatakan, peningkatan layanan angkutan umum Transjakarta untuk merespons perluasan ganjil genap dilakukan melalui Jaklingko. PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) yang mengatur operasional JakLingko menargetkan, 10.047 angkutan terintegrasi melalui sistem JakLingko.
Ini merupakan bagian dari pembenahan dan peremajaan angkutan umum sekaligus merespons Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Cara pemenuhan jumlah angkutan ini harus dikawal supaya memenuhi target layanan JakLingko.
Sopir diuntungkan
Daniel Mangunsong (42), pramudi JakLingko rute Tanah Abang-Kota, mengatakan, jumlah penumpang yang diangkutnya terus naik sejak mobil Jak Lingko berpenyejuk udara diluncurkan Juli silam. Saat ini, jumlah penumpang rata-rata 70-80 per hari.
“Saat awal, mengangkut satu penumpang per hari aja boro-boro,” tuturnya.
Kesejahteraan pramudi, menurut Daniel, juga cukup baik. Ia per bulan menerima upah minimal Rp 3,9 juta.
Di JakLingko, Daniel tidak tertekan mengejar setoran wajib untuk pemodal kendaraan angkutan seperti terjadi pada angkutan umum konvensional. Dengan demikian, ia tidak stres jika jumlah penumpang sedikit.
Ia bisa fokus pada kewajibannya mengemudikan mobil setidaknya empat kali perjalanan bolak-balik selama giliran kerjanya, pukul 05.00-13.00. Adapun setiap mobil beroperasi pukul 05.00-22.00.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Nadia Diposanjoyo, menuturkan, saat ini terdapat total 1.341 unit mikrotrans yang tergabung dalam JakLingko. Sebanyak 10 operator mengoperasikan mobil-mobil itu di 50 rute.
Sepanjang Januari-Oktober 2019, JakLingko melayani 32,28 juta pelanggan. Jumlah itu naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan Januari-Desember 2018 yang sebanyak 9,58 juta pelanggan. Capaian tertinggi tahun ini adalah 203.524 pelanggan dalam satu hari.
Dampak dari JakLingko yaitu berkurangnya pendapatan pengemudi angkutan reguler. Sopir mikrolet M08 jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama, Edi (39), rata-rata mendapatkan Rp 100.000 per hari sebelum ada JakLingko.
Kini, ia hanya mampu mendapatkan Rp 30.000 per hari. “Uang Rp 30.000 bisa dapat apa. Untuk makan saja mepet,” ucap Edi.
Edi mengeluhkan sejumlah ketidakdisiplinan pramudi JakLingko yang berkontribusi mengurangi pendapatannya. Salah satunya, mobil Jak Lingko menaik-turunkan penumpang bukan di tempat perhentian yang seharusnya.
Edi yang juga pemilik mobil yang dikendarainya, enggan bergabung dalam JakLingko sebab tidak sanggup menyediakan dana awal Rp 25 juta sebagai syarat meremajakan mobilnya yang berusia lebih dari lima tahun.