Oscar Washington Tabarez merupakan sosok sentral di tim nasional Uruguay. Dia bukan hanya pelatih, melainkan juga figur kunci yang membangun ”La Celeste” dalam jangka panjang.
Oleh
herpin dewanto putro
·3 menit baca
Sebelum beranjak dari kursi di ruang konferensi pers, Pelatih Uruguay Oscar Washington Tabarez (72) terkejut melihat Manajer Federasi Sepak Bola Peru Antonio Garcia Pye datang menghampirinya. Di tangannya, Garcia Pye membawa cendera mata spesial yang akan diberikan kepada pelatih fenomenal yang ada di hadapannya itu.
”Saya ingin memberi dia penghargaan dan rasa hormat. Kami berharap ia terus melanjutkan kariernya dan memperkaya sepak bola. Kami ingin memberi dia hadiah,” kata Garcia Pye dikutip Clarin. Ia kemudian mengeluarkan sebuah retablo yang merupakan kerajinan tangan khas Peru untuk Tabarez.
Peristiwa ini terjadi seusai laga persahabatan antara Peru dan Uruguay yang berakhir imbang 1-1 di Stadion National Peru, Lima, Rabu (16/10/2019) pagi waktu Indonesia. Laga persahabatan ini menandai laga ke-200 Tabarez sebagai pelatih tim nasional Uruguay sekaligus menjadi pelatih tim nasional terlama di dunia untuk saat ini.
Sebelum Tabarez, rekor pelatih tim nasional terlama pernah dipegang Josef ”Sepp” Herberger yang melatih Jerman pada 1936-1942 dan Jerman Barat pada 1950-1964. Total Herberger menjalani 185 laga selama kariernya bersama tim nasional.
Namun, Tabarez sudah jauh melampaui pencapaian Herberger. Sama seperti Herberger, Tabarez melatih Uruguay dalam dua periode, yaitu pada 1988-1990 dan 2006 hingga sekarang. Ia masih memiliki kontrak hingga Piala Dunia Qatar 2022. Selama kariernya, pelatih yang dijuluki ”El Maestro” ini baru mempersembahkan satu trofi, yaitu saat menjuarai Copa America 2011.
Meski demikian, Tabarez merupakan sosok yang masih sangat dibutuhkan dan dipercaya untuk memimpin tim ”La Celeste”. Bahkan, kepercayaan itu tetap tinggi meski Tabarez saat ini juga mengidap penyakit, yaitu sindrom Guillain-Barre. Ia berjalan ke lapangan dengan memakai alat bantu dan lebih banyak duduk di bangku cadangan.
Dengan keterbatasan fisiknya, Tabarez tetap mampu membangun kembali timnas Uruguay yang sempat mengalami kemunduran. Sebelum ia datang kembali pada 2006, La Celeste gagal tampil di Piala Dunia 1994, 1998, dan 2006. Tabarez kemudian perlahan bisa mengantar Uruguay melaju hingga fase grup Piala Dunia 2002.
Keahlian Tabarez adalah memunculkan bintang-bintang yang kini menjadi tulang punggung timnas, seperti Luis Suarez dan Edinson Cavani. Ia memiliki metode yang membuat para pemain muda bisa berkembang dengan baik hingga menjadi kekuatan baru di tim senior.
”Pemain seperti Suarez dan Cavani dulu ketika masih berusia di bawah 20 tahun harus menunggu tujuh hingga delapan tahun untuk mematangkan diri. Oleh karena itu, kami berpikir bahwa pengembangan pemain yang berusia di bawah 15 tahun sangatlah penting,” tutur Tabarez dikutip The Telegraph. Inilah visi yang dimiliki Tabarez yang membuatnya menjadi sosok sentral di tim La Celeste. Bukan hanya sebagai pelatih, melainkan figur yang membangun timnas dalam jangka panjang.
Hasilnya, Uruguay kini mampu menjadi ancaman dalam kompetisi mayor. Pada Piala Dunia 2018, Uruguay berhasil menyingkirkan Portugal dan Cristiano Ronaldo pada babak 16 besar. Namun, mereka kemudian tumbang pada babak semifinal ketika berhadapan dengan Perancis yang pada akhirnya menjuarai turnamen ini.
Pada tahun ini, Tabarez dan La Celeste mengalami kesulitan saat tampil di ajang Copa America 2019 pada Juni lalu. Mereka hanya bisa sampai ke babak perempat final karena disingkirkan Peru. Dalam turnamen ini, Peru memang sedang menunjukkan kekuatan barunya dan bisa menjadi runner-up setelah dikalahkan Brasil pada laga final.
Uruguay masih merasakan ketangguhan Peru, Rabu kemarin. Tabarez justru senang karena ia mendapat motivasi baru untuk memperbaiki timnya yang pada laga itu tidak diperkuat Suarez ataupun Cavani. ”Peru bisa menguasai bola lebih baik dan kami kesulitan untuk merebutnya. Kami menghadapi tim yang berkembang sangat pesat,” kata Tabares dikutip El Bocon.