Pelukis Raden Saleh sangat dikenal di Eropa. Sejak abad ke-19, dia menjadi duta besar kebudayaan Indonesia di Eropa dengan caranya.
FRANKFURT, KOMPAS — Menandai 200 tahun sejak pelukis asal Jerman, Antoine J Payen, memperkenalkan teknis dasar melukis kepada Raden Saleh Syarif Bustaman (1811-1880), Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin menerbitkan novel grafis berjudul Leben und Abenteuer des Raden Saleh (Hidup dan Petualangan Raden Saleh) karya Werner Kraus, Rabu (16/10/2019), pada hari pertama perhelatan Frankfurt Book Fair 2019 di Frankfurt, Jerman. Buku setebal 46 halaman yang menyajikan penggalan kisah sejarah Raden Saleh secara ringan ini serasa ”menghadirkan” kembali Raden Saleh di Jerman.
Sejak 1819 hingga 1822, Raden Saleh belajar melukis bersama Payen yang waktu itu datang ke Jawa. Sepuluh tahun kemudian, Raden Saleh memutuskan merantau ke Eropa mengejar mimpinya sebagai pelukis.
”Pada 1829, kita dapat membayangkan betapa tidak mudahnya orang asing dari lain benua menyeberang melintasi dunia kemudian bisa sukses belajar di Eropa. Sampai sekarang tidak jelas mengapa pemerintah Kolonial Belanda sampai mengizinkan seorang pemuda Jawa bernama Raden Saleh diberi tempat di antara orang-orang Eropa,” kata Wakil Duta Besar RI untuk Jerman, Perry Pada.
Tanpa disangka, rupanya di Eropa Raden Saleh justru diterima dan mendapatkan pengakuan. Karena bakatnya melukis, ia sangat dikenal di Eropa, terutama di Belanda, Belgia, Perancis, dan Jerman. Khusus di Jerman, Raden Saleh pernah menetap di Dresden dan Coburg pada 1839-1845.
Karena bakatnya melukis, Raden Saleh sangat dikenal di Eropa, terutama di Belanda, Belgia, Perancis, dan Jerman.
Di Coburg, Jerman, Raden Saleh bertemu dengan para bangsawan setempat. Orang-orang Coburg menyebutnya sebagai Putra Mahkota dari Jawa.
Raden Saleh juga sempat berkenalan dengan Raja Willem II dari Belanda, melakukan audiensi dengan Raja Perancis Louis Philippe, bertemu Kaisar Wilhelm I dari Jerman, hingga Ratu Victoria dari Inggris. Karena kepiawaiannya melukis, Raden Saleh dianugerahi penghargaan Ordo Mahkota Oak oleh Raja Willem II, ia juga diberi penghargaan dari Kerajaan Austria, Saxonia, dan Prusia.
”Raden Saleh adalah duta besar kebudayaan pertama Nusantara ke Eropa yang sukses menunaikan kewajibannya. Lukisannya menggambarkan romantisisme lanskap Jawa dengan manusia-manusia dan hewan-hewannya. Sejak abad ke-19, Raden Saleh telah memperkenalkan Indonesia ke Eropa dengan caranya,” kata Perry.
Sepenggal kisah
Dalam peluncuran novel grafis Leben und Abenteuer des Raden Saleh, sang penulis Werner Kraus yang juga Direktur Pusat Seni Asia Tenggara mengajak penikmat Frankfurt Book Fair 2019 menyaksikan animasi sejarah Raden Saleh. Ia mengerjakan buku ini bersama dengan Nocolores, perkumpulan ilustrator dan seniman komik dari Oldenburg di Lower Saxony.
Karya kolaborasi Kraus dengan Nocolores ini kemudian diterbitkan Penerbit Unimatrix Verlag-Berlin dan diluncurkan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari pertama Frankfurt Book Fair 2019.
”Buku tipis ini tentu hanya bisa mengungkap secuil kisah sejarah Raden Saleh yang sangat luar biasa,” ujarnya.
Kraus telah menerbitkan banyak esai tentang Raden Saleh. Ia juga telah membuat pameran tunggal tentang karya-karya Raden Saleh di Galeri Nasional Indonesia pada 2012. Kini, ia sedang menyusun biografi ilmiah tentang Raden Saleh.
Selain peluncuran buku novel grafis, perayaan ”kehadiran” kembali Raden Saleh di Jerman juga ditandai dengan peluncuran rangkaian prangko Jerman yang menampilkan lukisan-lukisan Raden Saleh yang diproduksi oleh Deutsche Post bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.
Perayaan ”kehadiran” kembali Raden Saleh di Jerman juga ditandai dengan peluncuran rangkaian prangko Jerman yang menampilkan lukisan-lukisan Raden Saleh.
”Sejarah menjadi narasi cukup penting yang ditampilkan di ajang Frankfurt Book Fair tahun ini. Sejak menjadi tamu kehormatan pada Frankfurt Book Fair 2015, para praktisi perbukuan di Indonesia menemukan kepercayan diri untuk mengambil bagian dalam di kegiatan-kegiatan pameran buku internasional di berbagai negara,” kata Ketua Komite Buku Nasional Laura Bangun Prinsloo.
Di Frankfurt, Indonesia menghadirkan 350 judul buku terbitan Gramedia Publishers, Mizan Group, Kesaint Blanc, ASTA Ilmu Publishing, PT Kanisius, Lontar Foundation, Marjin Kiri, Pionicon, Yayasan Pustaka Obor, dan re:On Comics.
Selain buku-buku, Indonesia juga menampilkan berbagai alih wahana, seperti kreasi kuliner dari Aku Cinta Makanan Indonesia yang diwakili Santhi Serad dan Astrid Enricka serta pakar kopi Indonesia, Adi Taroepratjeka dan Ronald Prasanto. Stan Indonesia juga akan dimeriahkan penampilan musikalisasi puisi Joko Pinurbo oleh musisi Oppie Andaresta.
Untuk memanjakan visual stan Indonesia seluas 120 meter persegi, empat seniman ilustrasi, yaitu Mayumi Haryoto, Evelyn Ghozalli, Antonio Reinhard Wisesa, dan Mohammad ”Emte” Taufiq, akan melukis mural di stan Indonesia.
”Ajang FBF telah menjadi wahana pameran konten yang bentuknya tidak hanya dalam rupa buku-buku cetak, tetapi juga berbagai produk alih wahana lainnya yang menunjukkan energi Indonesia,” tambah Laura.