China Catat Pertumbuhan Kuartal Ketiga Paling Lambat dalam Hampir Tiga Dekade
›
China Catat Pertumbuhan...
Iklan
China Catat Pertumbuhan Kuartal Ketiga Paling Lambat dalam Hampir Tiga Dekade
Ekonomi China tumbuh pada angka kuartal ketiga paling lambat dalam hampir tiga dekade. Ekonomi China terpukul oleh permintaan domestik yang menurun dan perang dagang dengan Amerika Serikat.
Oleh
BENNY D KOESTANTO DAN MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT — Ekonomi China tumbuh pada angka kuartal ketiga paling lambat dalam hampir tiga dekade. Data resmi yang dirilis Pemerintah China, Jumat (18/10/2019), memperlihatkan bahwa ekonomi China terpukul oleh permintaan domestik yang menurun dan perang dagang dengan Amerika Serikat.
Biro Statistik Nasional (NBS) China merilis, ekonomi China tumbuh 6,0 persen pada Juli-September tahun ini atau menurun jika dibandingkan dengan angka kuartal kedua yang mencapai 6,2 persen. Data ini—sejalan dengan hasil survei kantor berita AFP pada 13 analis—merupakan angka per kuartal terburuk sejak tahun 1992 meski data tersebut masih dalam rentang target Pemerintah China yang menetapkan pertumbuhan 6,0-6,5 persen secara keseluruhan tahun 2019.
Tahun 2018, ekonomi China tumbuh 6,6 persen.
”Ekonomi nasional keseluruhan masih mempertahankan stabilitas pada tiga kuartal pertama,” kata Mao Shengyong, juru bicara NBS.
”Meski demikian, kami harus menyadari bahwa mengingat kondisi-kondisi ekonomi yang rumit dan sulit di dalam ataupun luar negeri, pertumbuhan ekonomi global yang melambat, serta ketidakstabilan dan ketidakpastian eksternal yang meningkat, ekonomi mendapat tekanan besar.”
Mao menambahkan, sektor manufaktur jasa dan teknologi tinggi merupakan sektor-sektor utama pertumbuhan, sementara angka tenaga kerja secara umum stabil.
Beijing telah meningkatkan upaya menggairahkan ekonomi dengan pemotongan pajak utama dan bunga rata-rata serta menghapus pembatasan-pembatasan bagi investasi asing di pasar bursa. Dalam langkah terakhir, Bank Sentral China pada Rabu lalu mengungkapkan, mereka menggelontorkan 200 miliar yuan (sekitar 28 miliar dollar AS) ke dalam sistem keuangan melalui fasilitas peminjaman berjangka menengah ke bank-bank.
Bank Sentral China, Rabu lalu, mengungkapkan, mereka menggelontorkan 200 miliar yuan (sekitar 28 miliar dollar AS) ke dalam sistem keuangan melalui fasilitas peminjaman berjangka menengah ke bank-bank.
Namun, upaya itu belum mampu meredam dampak pukulan akibat melemahnya permintaan di dalam negeri. Digabung dengan dampak perang dagang, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa lalu menurunkan perkiraan angka pertumbuhan ekonomi China tahun 2019 dari 6,2 persen menjadi 6,1 persen.
Perundingan dagang
Kamis (17/10/2019), Pemerintah China mengatakan bahwa negosiatornya telah ”mempercepat upaya” untuk menuntaskan rincian kesepakatan parsial dalam hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat. Kesepakatan itu telah ditunggu-tunggu publik global dan diharapkan menurunkan tensi perang dagang di antara dua kekuatan utama ekonomi dunia tersebut.
Kesepakatan awal dalam perdagangan diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Jumat pekan lalu. Termasuk di dalam kesepakatan awal itu, yakni janji China untuk meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan perlindungan untuk kekayaan intelektual. Namun, pada saat itu Trump tidak mengungkapkan rincian kesepakatan ataupun drafnya secara spesifik.
”Saat ini, tim ekonomi dan perdagangan dari kedua belah pihak telah mempercepat upaya dan konsultasi sampai pada naskah khusus untuk tahap pertama perjanjian,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, dalam konferensi pers di Beijing.
Dia hanya mengungkapkan bahwa kedua pihak terus berproses guna mencapai kesepakatan awal. Namun, dia tidak mengungkapkan secara detail terkait hal itu.
Trump pada pertengahan pekan ini mengungkapkan harapannya untuk menandatangani perjanjian dengan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Chile, 16-17 November mendatang. Namun, Gao menolak untuk mengatakan, apakah teks kesepakatan itu—baik bersifat parsial maupun penuh—akan siap sebelum batas waktu pertengahan, November mendatang.
”Kedua belah pihak juga telah melakukan diskusi substantif tentang pengaturan kerja untuk tahap selanjutnya,” kata Gao.
Trump tampak mengurangi antusiasmenya terkait hal itu. Menurut dia, hal-hal detail masih dikerjakan. ”Hal itu belum ditulis, tetapi sedang dibuat,” katanya kepada wartawan di Gedung Putih.
Trump juga menegaskan bahwa Beijing telah membeli produk pertanian Amerika Serikat senilai 40-50 miliar dollar AS, pekan lalu.
Dengan adanya penyiapan kesepakatan itu, berarti bahwa kenaikan tarif yang direncanakan mulai berlaku pekan ini belum berlaku. Meskipun demikian, hal itu tidak membatalkan salah satu dari bea impor yang sudah diberlakukan hingga kini pada produk senilai ratusan miliar dolar AS. Hal itu juga tidak mengatasi putaran lain pajak impor 10 persen atas produk-produk China senilai sekitar 156 miliar dollar AS yang direncanakan berlaku 15 Desember.
Prospek Jerman turun
Terkait perang dagang AS-China, Pemerintah Jerman memangkas prospek pertumbuhan untuk tahun depan. Diperkirakan bahwa konflik perdagangan, Brexit, dan sumber-sumber ketidakpastian lainnya di luar negeri terus membebani ekonomi yang tetap ditopang oleh kekuatan domestik.
Negara kekuatan ekonomi terbesar Eropa itu diperkirakan hanya akan tumbuh 1,0 persen pada 2020; turun dari perkiraan 1,5 persen yang diproyeksikan awal tahun ini. Untuk tahun 2019, pemerintah tetap berpegang pada proyeksi pertumbuhan 0,5 persen. Proyeksi itu jauh lebih kecil daripada pertumbuhan 1,4 persen yang dicapai pada 2018 atau 2,2 persen pada tahun sebelumnya.
Jerman diyakini berada dalam masa resesi, sebuah kondisi yang didefinisikan mengalami pertumbuhan negatif secara berturut-turut dalam dua triwulan. Output ekonomi negeri itu turun 0,1 persen pada April-Juni dan angka Juli-September yang dijadwalkan untuk dirilis pada bulan depan diproyeksikan Bundesbank (Bank Sentral Jerman) menunjukkan kontraksi lain. (AFP/REUTERS)