China Sewa Bekas Pangkalan Perang Jepang di Pasifik
›
China Sewa Bekas Pangkalan...
Iklan
China Sewa Bekas Pangkalan Perang Jepang di Pasifik
Sam Group, perusahaan asal China, mengajukan penyewaan seluruh Pulau Tulagi di Kepulauan Solomon. Pulau seluas 200 hektar itu pernah dipakai Jepang sebagai salah satu pangkalan perang di Pasifik selama Perang Dunia II.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
HONIARA, JUMAT — Sam Group, perusahaan asal China, mengajukan penyewaan seluruh Pulau Tulagi di Kepulauan Solomon. Pulau seluas 200 hektar itu pernah dipakai Jepang sebagai salah satu pangkalan perang di Pasifik selama Perang Dunia II.
Kesepakatan sewa ditandatangani pada 22 September 2019 atau sehari setelah Honiara mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik dengan Beijing. Walakin, dokumen sewa itu baru bocor pada Kamis (17/10/2019).
Tulagi pernah menjadi salah satu lokasi pertempuran sengit pada Perang Dunia (PD) II. Pulau itu punya alur laut dalam dan bisa dipakai untuk berlabuh kapal-kapal perang.
Kerja sama itu disepakati Sam Group dengan Pemerintah Provinsi Tengah. Dalam dokumen kerja sama disebutkan, Sam Group akan membangun kilang minyak. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan ada pula pangkalan militer di sana. ”Pihak pertama akan menyediakan seluruh Pulau Tulagi dan pulau-pulau di sekitarnya kepada pihak kedua (Sam Group) untuk pengembangan kawasan ekonomi khusus,” demikian tertulis di dokumen tersebut.
Kerja sama itu meliputi pengembangan aneka industri yang sesuai, termasuk minyak dan gas bumi. Dalam pernyataan resminya, Sam Group berkomitmen bekerja sama dengan Kepulauan Solomon di berbagai bidang, seperti perdagangan, infrastruktur, perikanan, dan pariwisata.
Sementara itu, Pemimpin Provinsi Tengah Stanley Manetiva berusaha meredakan kecemasan berbagai pihak soal kerja sama itu. ”Jujur saja, tidak mungkin menyewakan Tulagi. Tidak akan ada dampak pada kesepakatan,” katanya.
”Kekhawatirannya adalah kawasan ini bisa menjadi pangkalan operasi China yang kemudian semakin berkembang menjadi fasilitas strategis permanen. Pulau di Kepulauan Solomon itu punya alur dalam sehingga bernilai strategis,” kata Jonathan Pryke, Direktur Program Pasifik pada Lowy Institute, lembaga kajian di Australia.
Berlanjut atau tidak, perselisihan diplomatik China dengan Taiwan akan semakin menjadi gara-gara sewa-menyewa Pulau Tulagi. Pryke juga menyebut hubungan Pasifik dengan China akan memperburuk korupsi.
”Korupsi sudah lama ada di Pasifik jauh sebelum China datang. Walakin, kesepakatan dengan China ini jelas tergesa dan membuat korupsi di Pasifik semakin buruk,” kata Pryke.
Pasifik sudah lama menjadi medan perebutan pengaruh antara China dan Taiwan. Para pemimpin Pasifik memanfaatkan persaingan itu untuk mendapat kucuran dana. Beijing memang tidak segan mengucurkan dana demi meraih dukungan dari negara-negara Pasifik Selatan.
Langkah Beijing di Pasifik dituding Taipei sebagai wujud ekspansionis otoriter. ”Kami telah melihat laporan bahwa China tertarik membuka stasiun radar di Kiribati dan pangkalan angkatan laut di Kepulauan Solomon. Dari sudut pandang strategis jangka panjang, teman-teman yang sependapat harus mengkhawatirkan apakah Pasifik akan tetap terbuka dan bebas, apakah para pihak utamanya mengikuti aturan internasional,” kata Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu.
Ia mendesak Amerika Serikat menangkal upaya China menyingkirkan Taiwan dari Pasifik. ”Saya tentu saja tidak ingin melihat Pasifik menjadi seperti Laut China Selatan, kala kita semua menyesal setelah semua terlambat bertindak,” ujarnya mengacu pada pangkalan China di pulau buatan di Laut China Selatan. (AFP/REUTERS)