Guyuran abu dari PLTU Ombilin meresahkan warga. Rumah, kendaraan, bahkan makanan tercemar abu. Banyak anak terkena ISPA dan asma.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
Guyuran abu dari PLTU Ombilin meresahkan warga. Rumah, kendaraan, bahkan makanan tercemar abu. Banyak anak terkena ISPA dan asma.
SAWAHLUNTO, KOMPAS —Warga Desa Sijantang Koto, Sawahlunto, Sumatera Barat, resah terpapar abu PLTU Ombilin selama bertahun-tahun. Mereka mengkhawatirkan dampak abu, terutama bagi anak-anak.
Aida Fitriani, warga Desa Sijantang Koto, Kamis (17/10/2019), mengatakan, abu PLTU Ombilin hampir setiap saat mengguyur permukiman warga, termasuk sekolah. Kondisi ini semakin parah 1,5 tahun terakhir karena ada kerusakan cerobong asap pembangkit.
”Beberapa bulan ini, kami tidak berani duduk-duduk di depan rumah. Sebentar saja putih seluruh badan. Sehari bisa menyapu rumah 5-6 kali. Makanan juga kena abu,” tuturnya.
Pantauan Kompas, Rabu (16/10) malam, abu mengguyur SD 19 Sijantang Koto. Dalam hitungan menit, sepeda motor yang terparkir di luar tertutup abu. Abu menyisakan noda hitam di jari. Kamis siang, asap putih tebal mengepul dari cerobong PLTU.
Kondisi itu tidak jauh berbeda dari laporan Kompas pada 29 Juni 2019. Keluhan warga masih sama. Waktu itu, kata perwakilan manajemen, abu dari cerobong asap bersumber dari pembangkit Unit I yang tengah diperbaiki.
Alat pengukur kualitas udara, Air Visual, yang dipasang Lembaga Batuan Hukum (LBH) Padang dan Greenpeace Indonesia di sekitar PLTU menunjukkan indeks kualitas udara tiga hari terakhir dalam kategori berbahaya. Nilai indeks kualitas udaranya 408 dengan PM 2,5 sebesar 376 mikrogram per meter kubik (µg/m3).
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Pembangkit Listrik Tenaga Termal, ambang batas PM 2,5 adalah 100 µg/m3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 28 Agustus 2018 memberi sanksi administrasi pada PLTU Ombilin atas pelanggaran terkait pencemaran udara karena kerusakan alat penangkap abu dan pengelolaan limbah B3.
Dirawat di RS
Awal tahun ini, putra Aida (kelas IV SD) masuk rumah sakit karena batuk dan panas. Hal serupa terjadi beberapa tahun lalu saat anak itu berusia dua tahun. Menurut dokter, hal itu dipicu oleh abu PLTU.
Keresahan senada diungkapkan Nevi Gusnita (40), warga lain. Abu cerobong asap tidak hanya mengguyur Desa Sijantang Koto, tetapi juga Desa Salak dan Desa Talawi Hilir.
Abu tak hanya dari cerobong asap yang rusak, tetapi juga dari tumpukan abu sisa pembakaran batubara di kawasan PLTU.
Afni Efientri (40), warga Sijantang Koto, hampir tiap bulan membawa anak-anaknya ke dokter spesialis karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan asma.
Direktur LBH Padang Wendra Rona Putra menyoroti masalah ini sejak tiga bulan lalu. Namun, belum tampak langkah konkret PLTU Ombilin dan Dinas Lingkungan Hidup Sawahlunto.
Menurut Wendra, LBH Padang tengah mempersiapkan langkah hukum yang dapat ditempuh orangtua/wali murid. LBH Padang juga mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran PLTU Ombilin, memeriksa kesehatan anak-anak, serta akan melakukan uji kualitas udara.
PT PLN (Persero) Sektor Ombilin bersama Ikatan Dokter Indonesia Sawahlunto pernah memeriksa 45 siswa kelas III dan IV SDN 19 Sijantang Koto, Desember 2016-Januari 2017. Hasilnya, terdapat gangguan fungsi paru berupa obstruksi ringan pada 34 siswa (76 persen). Ada juga gambaran kelainan paru bronkitis kronis dan tuberkulosis paru.
Secara terpisah, Manajer Bagian Keuangan, SDM, dan Administrasi PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pembangkitan Ombilin Ahmadi menjelaskan, sejak pertengahan Agustus, pihaknya mulai memperbaiki pembangkit Unit I yang menyemburkan abu. Targetnya selesai pada Desember 2019.
Abu yang mengguyur permukiman, kata Ahmadi, bersumber dari pembangkit Unit II yang bermasalah dengan alat penangkap abu. Teknisi sedang menunggu suku cadang.
Terkait tumpukan abu, ujarnya, manajemen mulai memindahkannya ke tempat pembuangan di lokasi PT Guguak Tinggi Coal sejak 19 Juli 2019. Sekitar 40 persen sudah dipindahkan. Ditargetkan itu selesai pertengahan 2020. (JOL)