Pada Minggu (20/10/2019) esok pukul 14.58 WIB, Ma’ruf Amin akan mengucapkan sumpah sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sejak saat itu, Ma’ruf Amin akan menjadi Wakil Presiden RI periode 2019-2024, mendampingi Presiden Joko Widodo.
”Jika melihat apa yang terjadi di waktu Pak JK (Wapres Jusuf Kalla), wapres itu tugasnya membantu presiden secara keseluruhan. Kemudian presiden memberikan tugas-tugas khusus melalui perpres kepada wapres. Oleh karena saya ini ulama, tentu masalah kerukunan antarumat beragama diserahkan ke saya. Soal penanganan radikalisme tentu juga akan diserahkan ke saya untuk mengoordinasikan. Bidang ekonomi dan keuangan syariah, soal halal, social fund seperti zakat, wakaf, dan infak juga diserahkan ke saya,” ujarnya saat wawancara dengan Kompas di kediamannya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/10).
Dalam wawancara yang berlangsung hangat selama sekitar 50 menit itu, Ma’ruf Amin juga mengungkapkan kegelisahannya atas konflik yang terjadi di tanah Papua. Menurut Ma’ruf Amin, persoalan Papua mesti menjadi prioritas dan dia akan mengusahakan dialog dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan tersebut. Selain itu, diskusi juga membahas berbagai isu krusial, seperti radikalisme, problem ekonomi, dan korupsi.
Menurut Bapak, bagaimana menangani radikalisme?
Saya ingin penanganan radikalisme dilakukan dari hulu ke hilir secara paripurna dengan mengikutsertakan berbagai pihak. Untuk mewujudkan hal itu, semua pihak harus kembali ke komitmen kebangsaan. Boleh Muslim, tetapi Muslim yang Indonesia. Boleh Kristen, tetapi Kristen yang Indonesia.
Buddha yang Indonesia. Indonesia-nya ini tidak boleh hilang. Kalau Indonesia, itu artinya komitmen kebangsaan. Komitmen kebangsaan artinya kita harus ada di wilayah kesepakatan. Negara ini dibangun di atas sebuah kesepakatan. Pancasila itu titik temu. UUD 1945 adalah kesepakatan. NKRI adalah kesepakatan.
Ini namanya kesepakatan nasional. Kita jangan keluar dari kesepakatan nasional itu. Siapa pun dia harus dalam kerangka kesepakatan nasional. Berikutnya adalah mekanisme. Kita harus dalam mekanisme yang disepakati, harus konstitusional. Jangan inkonstitusional. Jalurnya sudah ada semua.
Demokrasi kita berjalan di atas prinsip kesepakatan dan mekanisme. Jika demikian, kita bisa kendalikan keadaan. Selanjutnya, kita mengedukasi terus masyarakat supaya tidak jadi kelompok radikal.
Perbaikan berkelanjutan
Ma’ruf Amin yang lahir di Tangerang, Banten, 11 Maret 1943, rajin berolahraga untuk menjaga kebugaran. Setiap hari ia berjalan kaki sampai 4 kilometer. Selain itu, ia berolahraga sepeda statis dan jalan kaki di air dangkal. Bagi Ma’ruf Amin, perbaikan tanpa henti menjadi prinsip hidupnya.
”Ketika saya di Nahdlatul Ulama, lingkup saya adalah itu. Ketika di MUI, lingkup saya ke umat. Ketika saya sebagai wapres, bagaimana melakukan perbaikan dalam semua aspek. Melakukan perbaikan menuju yang lebih baik secara berkelanjutan,” jelasnya.
Bapak kerap mendorong implementasi konsep ekonomi berbasis syariah. Bagaimana hal itu kelak dijalankan?
Yang saya inginkan adalah industri halal. Kita jangan hanya tukang memberi sertifikat (halal) atau menjadi konsumen (produk) halal. Saya memimpikan adanya pusat industri halal. Kemudian, barang yang kita hasilkan bisa diekspor ke Timur Tengah, Asia Kecil, dan negara lain.
Kemudian juga keuangan syariah. Kita sudah punya perbankan, asuransi, pasar modal, sukuk. Saya juga ingin ada halal trading center, seperti Pasar Tanah Abang. Orang yang ingin transaksi halal, ada di sana. Kemudian social fund seperti wakaf, zakat, dan infak. Potensinya besar. Tetapi itu belum dikelola optimal.
Sekarang ini, urusan-urusan itu dititipkan di berbagai instansi. Jadi tidak fokus pengelolaannya. Saya ingin ada lembaga yang khusus bisa melakukan eksekusi. Saya ingin (bentuknya berupa) badan, tetapi punya kewenangan melakukan eksekusi, seperti Badan Ekonomi Kreatif. Kepalanya setingkat menteri.
Menurut Bapak, sudah adakah kemajuan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia?
Sudah ada. Cuma ada yang belum puas. Oleh karena itu, harus seperti ini; coba dicoba.
Apa cara apa yang tepat untuk mengatasi korupsi?
Sesuai dengan mekanisme yang ada saja. Pertama, ketika korupsi itu dianggap sulit diatasi, maka melalui UU Nomor 30 Tahun 2002 lahir KPK. Setelah berjalan sekian lama, ada koreksi-koreksi dan lahir revisi antara pemerintah dan DPR, dan sekarang UU (hasil revisi) itu sudah berlaku. Tetapi, ada bagian masyarakat yang tak setuju (dengan isi UU KPK hasil revisi).
Saya pikir ada beberapa mekanisme yang bisa ditempuh. Melalui uji materi (di Mahkamah Konstitusi), menurut saya itu yang paling ideal sebab MK tak terlibat dalam pembuatan UU itu. Sekarang proses (uji materi) sedang berjalan di MK, kita tunggu saja MK. Tak usah terjadi kegaduhan, permusuhan, otot-ototan. Yang penting korupsi harus diberantas. Tinggal kita terus cari cara terbaik untuk memberantasnya. (GAL/INA/NTA/NWO/LAS/HAR)