Kementerian Ketenagakerjaan menekankan, kenaikan upah minimum sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan memberi kepastian bagi pengusaha dan pekerja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan menekankan, kenaikan upah minimum sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan memberi kepastian bagi pengusaha dan pekerja. Dari sisi pengusaha, kenaikan upah minimum setiap tahun memudahkan mereka menyusun anggaran pasti produksi dan upah. Sementara bagi pekerja, hal itu memberikan kepastian adanya jaring pengaman upah.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang, Jumat (18/10/2019), di Jakarta, mengatakan hal tersebut.
Menurut dia, kenaikan upah minimum sesuai dengan amanat PP No 78/2015 seharusnya tidak lagi menimbulkan pergolakan di antara kelompok buruh atau pengusaha. Kementerian Ketenagakerjaan menghitung besaran kenaikan berdasarkan formula yang ada di PP No 78/2015. Datanya berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS).
”Upah yang wajib ditetapkan pemerintah adalah upah minimum provinsi. Upah lainnya, yaitu upah minimum kabupaten/kota, bersifat ’dapat’ ditetapkan. Artinya, hal itu memang melihat situasi pasar ketenagakerjaan di daerahnya,” ujar Haiyani.
Dalam Surat Edaran Menaker Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 disebutkan, besaran kenaikan upah minimum tahun 2020 adalah 8,51 persen. Komponen menghitung besaran kenaikan upah minimum adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun berjalan versi BPS. Berdasarkan Surat Kepala BPS Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 tanggal 2 Oktober 2019, inflasi tahun ini sebesar 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen.
Haiyani mengemukakan, pihaknya berharap agar produktivitas buruh naik mengikuti kenaikan upah, utamanya upah sektoral. Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan mendorong agar perusahaan memperhatikan kewajiban-kewajiban mereka terhadap pekerja. Manajemen perusahaan harus selalu melakukan pembinaan sampai ke level karyawan bawah. Lalu, target produksi semestinya selalu dijalankan.
”Hubungan industrial pengusaha dan pekerja harus selalu dilestarikan. Pada akhirnya, hal itu berdampak ke produktivitas yang ujungnya kelangsungan usaha,” ujarnya.
Surat Edaran Menaker Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 juga menyoroti tujuh provinsi yang masih mempunyai upah minimum di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sejak 2015. Ketujuh provinsi itu adalah Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit menyebutkan, semangat awal PP No 78/2015 adalah memberikan kepastian mengenai besaran kenaikan upah minimum bagi industri dan pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya, dia mengamati, hal itu tidak diikuti dengan produktivitas kerja yang berkaitan dengan keterampilan pekerja. Ini terjadi di sejumlah kabupaten/kota (Kompas, 30/9/2019).
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menceritakan, sudah ada rapat koordinasi dan sinkronisasi program ketenagakerjaan tahun 2020 yang berlangsung Kamis (17/10/2019). Rapat itu bertujuan meningkatkan sinergi Kementerian Ketenagakerjaan dengan pemerintah provinsi untuk menjalankan program pembangunan ketenagakerjaan yang dibiayai APBN ataupun APBD tahun 2020. Salah satu isu yang jadi sorotan dia adalah pembangunan ekosistem ketenagakerjaan, seperti lapangan kerja dan produktivitas. (MED)