Untuk pertama kalinya dalam sejarah modern di Liga Inggris, Manchester United tidaklah diunggulkan saat menjamu Liverpool di Old Trafford, Minggu malam. MU kini dirongrong kudeta “The Reds” di rumahnya sendiri.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MANCHESTER, JUMAT – Secara tradisi, bagi Manchester United, Liverpool adalah musuh terbesar mereka. Tidak heran, pelatih legendaris MU Sir Alex Ferguson, pernah berkata, MU boleh kalah dari tim mana pun, asalkan bukan Liverpool, apalagi di Old Trafford. Duel kedua tim di Liga Inggris sarat historis, motivasi, dan gengsi.
“Tantangan terbesar saya adalah menjatuhkan Liverpool dari ketinggian (kejayaan) persetan mereka. Anda boleh menulis itu dan mencetaknya (di surat kabar),” ujar Ferguson seraya mengutuk dalam wawancara khusus dengan jurnalis The Guardian, Michael Walker, 2002 silam.
Di masa silam, khususnya pada era 1980-an, Liverpool adalah tim paling dominan di Inggris. Mereka enam kali juara Liga Inggris dan dua kali memenangi Liga Champions Eropa pada dekade itu. Selama tujuh tahun, yaitu 1981 hingga 1988 silam, trofi Liga Inggris bahkan tidak pernah keluar dari Kota Liverpool. Liverpool FC, dan rival sekotanya, Everton, silih berganti menguasai trofi itu.
Memasuki dekade baru, yaitu 1990-an, tatanan di Liga Inggris berubah drastis. “The Reds” alias “Si Merah”, julukan Liverpool, mulai kehilangan kharisma hebatnya. Sebaliknya, MU mulai memanen buah dari visi jangka panjang bersama Ferguson, manajernya sejak 1986 silam. “Setan Merah” menjadi “raja” baru, yaitu sejak 1992 atau di era modern Liga Premier Inggris.
Sejak itu, MU ganti mendominasi dan 13 kali menjuarai Liga Inggris plus dua gelar juara Liga Champions. Ironisnya, rival terbesarnya, Liverpool, tidak pernah lagi mengangkat trofi Liga Inggris sejak dekade 1990-an itu hingga saat ini. “Kutukan” Ferguson bahwa “The Reds” tidak akan lagi berjaya di Liga Inggris terus berlaku, bahkan seusai lengsernya manajer kharismatik asal Skotlandia itu.
Musim lalu, meskipun sangat konsisten dan hanya sekali kalah dari total 38 laga, The Reds gagal menjadi juara Liga Inggris. Trofi itu direbut Manchester City yang hanya unggul satu poin dari Liverpool. Kegagalan The Reds disebabkan inferioritas atau ketidakmampuan mengalahkan tim-tim besar Liga Inggris, khususnya MU. Musim lalu, mereka ditahan Setan Merah 0-0 di Old Trafford.
Secara tradisi, Liverpool hampir selalu kesulitan meraih poin maksimal di kandang rivalnya itu. Sejak 1992 hingga kini, mereka hanya lima kali menang di sana, yaitu terakhir pada 2014 silam atau pasca-lengsernya Ferguson. Adapun 16 laga lainnya berakhir dengan kekalahan The Reds. “Entah kenapa, kami selalu menjalani laga sulit di Old Traford,” tutur Dirk Kuyt, mantan pemain Liverpool, pada laman resmi Liverpool FC.
Namun, seperti pepatah, roda kehidupan terus berputar. Tidak ada kejayaan maupun penderitaan yang abadi. Untuk pertama kalinya sepanjang era modern Liga Inggris, The Reds lebih difavoritkan memenangi laga di Old Trafford dan ganti mengudeta Setan Merah dari era kejayaannya. Kebetulan, MU kini terseok-seok dan sebaliknya, Liverpool tengah tancap gas.
Misi kudeta itu akan dijalankan oleh "The Reds" saat menantang "Setan Merah" di Old Trafford, pada Minggu (20/10/2019) pukul 22.30 WIB.
Nasib terbalik
MU bercokol di peringkat ke-11 dan menjalani musim terburuknya dalam tiga dekade terakhir, adapun Liverpool memuncaki Liga Inggris dengan poin sempurna dari delapan laga. Kedua tim kini terbalik, bak film Hollywood, Upside Down (2012). “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fans MU berpikir mereka tidak akan bisa mengalahkan Liverpool,” tukas Paul Ince, mantan striker MU dan Liverpool, dikutip Sky Sports.
Mark Lawrenson, mantan bek Liverpool, berpendapat senada, MU bukan lawan yang sepadan bagi bekas klubnya itu. “Liverpool tidak selalu bermain bagus. Namun, mereka bisa menang sepanjang waktu. MU, sebaliknya, punya masalah besar. Banyak pemain pentingnya yang tidak bisa tampil. Ketika dikalahkan Newcastle United dua pekan lalu, mereka terlihat sangat kacau,” ujarnya di BBC.
Pada laga ini, MU tidak bisa diperkuat gelandang Paul Pogba, kiper David De Gea, dan duo bek Phil Jones serta Eric Baily, yang tengah cedera. Sebaliknya, Liverpool hampir pasti bakal tampil dengan skuad penuh. Kiper Alisson Becker bahkan dikabarkan mulai pulih dan telah kembali berlatih penuh pekan ini. Main atau tidaknya dia pada laga Minggu malam bergantung pada kondisi kebugarannya.
Meskipun tantangannya sangat berat, Ince meyakini MU punya satu keuntungan besar di laga ini. “Mereka (MU) bakal bermain tanpa beban karena ekspetasi kemenangan saat ini dipikul Liverpool. Saya sungguh berpikir, itu bisa menguntungkan mereka,” tukasnya.
Optimisme itu setidaknya diperlihatkan Ole Gunnar Solskjaer, Manajer MU yang kini tengah disorot. Ia berkata, laga kontra Liverpool bisa memercikkan kembali api semangat di timnya. “Ini adalah laga sempurna bagi pemain dan para pendukung tim. Kami tengah dalam situasi sulit. Namun, saya yakin, anak-anak akan menyajikan laga yang bagus. Bagi MU, ini adalah laga terbesar kami,” tukasnya. (AFP/JON)