Kemiskinan, kestabilan harga, dan lapangan kerja dinilai publik sebagai persoalan bangsa. Pemerintah baru perlu mengatasinya melalui kebijakan ekonomi kerakyatan yang lintas sektor.
Oleh
REK/AGE/NTA/LAS/INA
·4 menit baca
Kemiskinan, kestabilan harga, dan lapangan kerja dinilai publik sebagai persoalan bangsa. Pemerintah baru perlu mengatasinya melalui kebijakan ekonomi kerakyatan yang lintas sektor.
JAKARTA, KOMPAS - Ekonomi kerakyatan menjadi salah satu sektor yang perlu mendapat fokus lebih dari pemerintah periode 2019-2024. Selain karena sejumlah isu di sektor itu dipersepsikan masyarakat sebagai permasalahan bangsa, hal ini juga tidak terlepas dari bayang-bayang krisis ekonomi global yang bisa memengaruhi Indonesia. Penanganan sektor ekonomi itu memerlukan pendekatan menyeluruh karena persoalan yang dihadapi kerap kali lintas sektor.
Survei Litbang Kompas pada 19 September-4 Oktober 2019 yang melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi menunjukkan tiga dari empat isu yang paling banyak dianggap masyarakat sebagai masalah bangsa terkait dengan sektor ekonomi. Tiga isu itu ialah kestabilan harga (26,5 persen), lapangan kerja (8,6 persen), dan kemiskinan (8,2 persen).
Tiga permasalahan itu tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab menteri-menteri bidang ekonomi sebab persoalan-persoalan tersebut lintas sektor dan memiliki dimensi yang luas, tidak hanya ekonomi
Ketiga problem itu, menurut Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Agus Heruanto saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (18/10/2019), harus didekati dengan perspektif holistik. Menurut dia, tiga isu tersebut merupakan isu ekonomi kerakyatan yang penyelesaiannya tidak hanya melibatkan menteri bidang ekonomi, tetapi juga bidang lain.
”Tiga permasalahan itu tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab menteri-menteri bidang ekonomi sebab persoalan-persoalan tersebut lintas sektor dan memiliki dimensi yang luas, tidak hanya ekonomi,” kata Agus.
Isu kemiskinan, misalnya, tidak bisa dipandang hanya dari sudut ekonomi, tetapi ada faktor pendidikan, budaya, kondisi geografis, bahkan politik. Demikian pula isu lapangan kerja bukan semata-mata tanggung jawab menteri tenaga kerja, melainkan juga tanggung jawab menteri pendidikan, menteri perdagangan, dan menteri ekonomi secara umum.
”Isu-isu ekonomi kerakyatan bukan hanya tanggung jawab menteri ekonomi karena sifatnya yang multidimensi. Oleh karena itu, semua menteri harus memiliki pemahaman tentang isu-isu ini yang tidak lagi persoalan ekonomi, tetapi persoalan bangsa,” ujar Agus.
Tingkat kepuasan
Survei Kompas pada Oktober 2019 juga menunjukkan masyarakat paling tidak puas terhadap kinerja pemerintah di tiga isu pada sektor ekonomi, yakni pengendalian nilai tukar rupiah (39,5 persen menyatakan puas), penyediaan lapangan kerja (41,2 persen), serta mengendalikan harga barang dan jasa (44,3 persen).
Kendati begitu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kemarin menyampaikan, kinerja ekonomi lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla relatif baik. Ekonomi Indonesia tetap bisa tumbuh stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat krisis di sejumlah negara serta perang dagang China dan Amerika Serikat.
Bahkan, ia mengatakan, ekonomi Indonesia tumbuh dengan diikuti penurunan angka kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, dan inflasi. Hingga lima tahun pemerintahan Jokowi-Kalla, angka kemiskinan turun di bawah 10 persen dan angka pengangguran turun menjadi 5,01 persen. Sementara angka inflasi dapat dijaga rata-rata di angka 3,2 persen per tahun.
Moeldoko menyadari pekerjaan belum sepenuhnya selesai. Pemerintah masih perlu memperbaiki infrastruktur, sumber daya manusia, serta regulasi dan reformasi birokrasi agar investasi tumbuh dan lapangan kerja tercipta.
Sementara itu, terkait tantangan ekonomi Indonesia ke depan, Wakil Presiden terpilih RI 2019-2024,Ma’ruf Amin, dalam wawancara khusus dengan Kompas, kemarin, mengatakan, pemerintah akan menjalankan kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini bertujuan meningkatkan kapasitas ekonomi rakyat, menyempitkan kesenjangan, dan menciptakan lapangan kerja.
Kebijakan itu akan dilakukan dengan mengolaborasi berbagai pemangku kepentingan. Sebagai contoh, Ma’ruf Amin mengatakan, saat masih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, ia pernah mengusulkan redistribusi aset bagi masyarakat dari lahan-lahan milik pemerintah atau konglomerat yang tidak dimanfaatkan.
”Dengan demikian, masyarakat punya akses lahan. Namun, tanah saja tidak cukup. Ada investor yang masuk dalam bentuk kemitraan. Petani tidak hanya mengambil hasil bumi, tetapi juga (bagi hasil) dari hasil pengolahan. Ada dua pihak yang harus dilibatkan, swasta dan BUMN,” katanya.
Kabinet pengaruhi investor
Susunan kabinet pemerintahan 2019-2024 di bidang perekonomian dinilai akan memengaruhi respons pasar dan investor. Apalagi, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati, pemerintah akan menghadapi tugas berat, terutama akibat bayangan krisis ekonomi global.
Lapangan kerja akan memberikan pendapatan kepada masyarakat sehingga daya belinya meningkat. Pada akhirnya konsumsi rumah tangga akan naik dan memicu pertumbuhan ekonomi
”Masuknya investasi akan meningkatkan produktivitas, dan dari sisi manufaktur, hal itu akan menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja akan memberikan pendapatan kepada masyarakat sehingga daya belinya meningkat. Pada akhirnya konsumsi rumah tangga akan naik dan memicu pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Menurut Enny, dalam menarik investasi, hal yang harus dipertimbangkan ialah adanya kepercayaan kepada dunia usaha dan ekosistem perekonomian di Tanah Air. Dengan demikian, postur kabinet 2019-2024 memiliki relevansi yang cukup signifikan untuk menentukan kepercayaan investor pada dunia usaha Indonesia.