Revisi Aturan Lelang Perizinan Tambang Sangat Dibutuhkan
›
Revisi Aturan Lelang Perizinan...
Iklan
Revisi Aturan Lelang Perizinan Tambang Sangat Dibutuhkan
Aturan lelang izin pertambangan mendesak untuk dievaluasi. Penerapan lelang rawan maladministrasi dan rentan praktik korupsi sehingga perlu segera direvisi.
Oleh
irma tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Aturan lelang izin pertambangan mendesak untuk dievaluasi. Penerapan lelang rawan maladministrasi dan rentan praktik korupsi sehingga perlu segera direvisi.
Peneliti Transparency International Indonesia Ermy Ardhyanti, Sabtu (19/10/2019) mengatakan, undang-undang telah mengamanatkan pemberian izin pertambangan melalui mekanisme lelang. Setelah 9 tahun UU itu berlaku, implementasi lelang baru berjalan 2018 lalu atas perizinan 6 blok tambang di Sulawesi dan Jambi.
Akan tetapi, hasil riset menunjukkan, ada resiko besar maladministrasi dan korupsi di balik penerapan aturan lelang. Mekanisme yang dibuat juga cenderung lemah dalam akuntabilitas, partisipasi masyarakat, serta mekanisme komplain.
Itu didapati pada lelang 3 blok tambang di Matarape di Sulawesi Tenggara, Bahodopi di Sulawesi Tengah, dan Rantau Pandan di Jambi. Dalam kasus lelang izin tambang di Sulteng, lanjutnya, ombudsman setempat menemukan badan usaha milik daerah setempat telah memenuhi persyaratan finansial dan terpilih sebagai pemenang lelang tapi izinya lantas dibatalkan.
Selain itu, lanjut Ermy, ditemukan juga ada BUMD di Sulteng tidak mendapatkan kesempatan memperbaiki dokumen. Padahal, seharusnya, kesempatan itu bisa diberikan. Pada lelang di dua wilayah itu, salah satu BUMN memenangkan lelang WIUPK.
Buntut kemenangan itu, dua BUMD melaporkan kepada ombudsman karena dugaan maladministrasi pelaksanaan lelang di Matarape dan Bahodopi.
Sementara pada Blok Rantau Pandan, salah satu BUMD ikut melakukan penawaran wilayah tambang batubara tapi dinyatakan gugur karena dinilai tidak memenuhi kualifikasi. Belakangan, BUMD-BUMD terkait menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Selain 3 blok di atas, sepanjang 2018, pemerintah juga menawarkan lelang izin tambang atas Blok Bahodopi Utara di Sulawesi Tengah, serta Blok Latao dan Blok Sua-sua di Sulawesi Tenggara. Namun, tidak ada peminat di ketiga blok itu.
Sebelumnya dibahas pula pada pada Diskusi Terbatas Peluang Korupsi Aturan Lelang Tambang, di Jambi, Kamis lalu, bahwa kewajiban pemerintah menjadi hilang untuk mengumumkan kepada masyarakat sebelum menentukan wilayah izin usaha pertambangan dan wilayah izin usaha pertambangan khusus oleh gubernur atau menteri.
Aturan ini berbeda dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) Pasal 10, yang menyebut pemerintah dan pemohon IUP harus melibatkan masyarakat dalam proses penentuan wilayah izin usaha pertambangan. Ini berdampak pada lemahnya pengawasan.
Direktur Walhi Jambi Rudiansyah menyebut sepanjang 2019, terekam 18 konflik dalam sektor pertambangan. Sembilan di antaranya merupakan konflik sosial masyarakat dan perusahaan. Enam konflik terkait pencemaran lingkungan, dan tiga lainnya terkait izin perusahaan. Pihaknya juga melihat lemahnya pengawasan dan pemantauan kinerja usaha tambang oleh pemerintah daerah.
Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi Novalfarizal mengatakan, areal wilayah izin pertambangan khusus yang dilelang tahun lalu merupakan terminasi atas izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Sebelumnya, areal tersebut dikelola PT Nusantara Termal Coal.
Pihaknya mengakui sebagian besar produksi batubara lebih banyak diekspor. Saat ini tengah dibangun dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Sarolangun dengan kapasitas 2x300 megawatt. PLTU ditargetkan beroperasi pada 2024. Hasil produksi batubara setempat akan dapat memasok kebutuhan PLTU.