Couchsurfing Menjalin Persahabatan Pelancong
Couchsurfing merupakan komunitas traveler dengan angggota yang tersebar di seluruh dunia. Mereka membuka rumahnya untuk diinapi sesama anggota secara gratis.
Setiap kali melakukan perjalanan, biaya penginapan menjadi salah satu komponen yang menyita anggaran. Kini, buat mereka yang punya hobi traveling, tak perlu khawatir lagi karena ada komunitas Couchsurfing yang tersebar di seluruh dunia. Anggota CS bisa saling memberi tumpangan menginap bahkan sampai diantar jalan-jalan.
Couchsurfing merupakan komunitas traveler dengan angggota yang tersebar di seluruh dunia. Mereka membuka rumahnya untuk diinapi sesama anggota secara gratis. Hingga saat ini, anggotanya berjumlah 12 juta orang, di sekitar 100.000 kota dari 200 negara. Para anggota umumnya memiliki semangat semangat berbagi, bersahabat dengan siapa pun dari berbagai negara dengan latar belakang bahasa, agama, adat budaya dan kebiasaan hidup yang berbeda. Mereka saling mendukung agar sesama anggota bisa mendatangi banyak negara yang diimpikan.
Anggota komunitas ini memiliki dua peran, yakni menjadi guest (tamu) di sebuah negara atau menjadi host (tuan rumah) di negara tempat tinggal mereka atau negara di mana mereka sedang bekerja atau liburan. Anggota komunitas disebut sebagai CouchSurfer. Para anggota menjadi lebih terbuka karena hampir di setiap kota di dunia ada anggota komunitas. Sebagai tamu, kita bisa memperoleh teman lokal yang tentunya pengetahuannya bisa melebihi pemandu wisata karena dia hidup di kota tersebut.
Persahabatan anggota di seluruh dunia terjalin baik karena hampir setiap kota sering mengadakan pertemuan. Jika merasa sendirian di sebuah kota asing, kita bisa mengecek acara pertemuan komunitas di sebuah kota itu. Setelah itu, kita bisa datang dan bergabung bersama mereka sebagai teman baru.
Setidaknya, itulah yang dialami Fajar Rizaldin, pegawai di Kedutaan Besar Kanada di Jakarta, yang bergabung dengan Couchsurfing sejak tahun September 2007. Bisa dibilang sejak saat itu, hidup Fajar yang berdomisili di Jakarta ini banyak berubah. Dulu, Fajar terbiasa tinggal di hostel atau guest house setiap kali melancong, tetapi kini tidak lagi. Dalam merencanakan perjalanannya, Fajar memilih kota-kota berdasarkan ada atau tidaknya Couchsurfer di kota tersebut.
”Perubahan lain adalah bertambah luasnya jaringan pertemanan saya, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Bahkan, boleh dibilang sekarang mayoritas teman saya adalah teman-teman dari komunitas Couchsurfing. Karena kami sama-sama penggila traveling, maka kalau kami kumpul pasti pembicaraan akan nyambung,” kata Fajar.
Bagi Fajar, komunitas ini komunitas berjalan berdasarkan kepercayaan. Tanpa adanya hal itu, mustahil Couchsurfing bisa menjadi komunitas dengan jutaan anggota di seluruh dunia. Rasa saling percaya dibangun oleh para anggota dalam bentuk referensi yang merupakan salah satu jaring pengaman dalam komunitas.
Namun, yang perlu diingat, referensi, baik positif maupun negatif, tidak serta merta mencerminkan kepribadian anggota Couchsurfer, melainkan hanya merefleksikan pengalaman sesama anggota saat berinteraksi langsung. ”Jadi jangan serta merta menolak anggota yang profilnya masih polos tanpa satu referensi pun,” kata Fajar.
Aktivitas lokal
Dengan adanya komunitas Couchsurfing, sebagian besar pelancong bisa merasakan aktivitas lokal di kota-kota yang disinggahi. Tentu saja, sangat berbeda kalau kita menyewa sebuah kamar hotel. Pengalaman mengasyikkan didapatkan Candra Bayu Astriyanto dari Tulungagung, Jawa Timur.
”Karena sering jalan sendirian, saya memanfaatkan platform Couchsurfing agar bisa mempelajari dan merasakan budaya setempat. Saya bertanya dengan tuan rumah yang umumnya warga asli negara tersebut, serta ikut beraktivitas seperti makan siang di warung lokal ataupun menyusuri tempat-tempat yang anti-mainstream,” kata Bayu.
Saat ini, pekerjaan sehari-hari Bayu melancong ke berbagai tempat yang menarik. Dengan hobinya itu, Couchsurfing sangat membantunya untuk mengirit akomodasi perjalanan. ”Saat saya masih menjadi budget traveler tentu saja Couchsurfing sangat membantu menghemat pengeluaran perjalanan. Bisa dibilang cukup signifikan karena hostel-hostel di Eropa pun jarang ada yang murah,” kata Bayu yang bergabung dengan Couchsurfing sejak 2009.
Bayu menceritakan, awal mula mengetahui situs web Couchsurfing dari sebuah majalah traveling dan beberapa teman backpacker. Saat itu, kegiatan komunitas masih sederhana, yaitu menjadi tamu atau pemberi tumpangan yang semuanya dilakukan melalui website. Kini, konsepnya sudah jauh berkembang. Para couchsurfer bisa mencari teman perjalanan, membuat pertemuan, atau sekadar ngopi bareng.
Ada banyak kenangan indah yang Bayu alami saat numpang di rumah couchsurfer. ”Namun, yang masih berkesan, saat seorang perempuan Kanada menolong saya di Roma, Italia. Dia memberikan alamat rumahnya. Saya tinggal di apartemen mewahnya dan ternyata dia adalah salah satu staf Kedutaan Besar Kanada yang bertugas di Roma,” ceritanya.
Bayu pun memberikan tips untuk mencari tuan rumah di tempat yang kita tuju. Untuk mencari tuan rumah atau menerima tamu dari Couchsurfing sebaiknya tetap berhati-hati. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan oleh para pelancong.
Bila melalui aplikasi, selain menulis rencana perjalanan di section Public Trip, sebaiknya juga mengirimkan couchrequest jangan jauh-jauh hari sebelum kedatangan. Idealnya, kita memesan 7 sampai 10 hari sebelum berangkat. Jika tidak jauh-jauh hari, host tidak tahu akan ada agenda apa di saat tanggal yang tamu tersebut pilih. Selain itu, pergunakanlah fitur search untuk lebih detail.
Misal dengan cara mengisi tanggal saat menginap, memilih host yang sudah punya referensi. ”Saya sering memilih host yang mempunyai kamar tidur pribadi untuk tamunya, agar saya lebih memiliki privasi dan bisa tidur nyenyak,” kata Bayu.
Bayu menyarankan menggunakan aplikasi Couchsurfing, agar semua anggota sebaiknya membaca profil Couchsurfer sebelum membuat suatu keputusan. Mempelajari baca dengan saksama akan menghindarkan kita dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berbeda lagi dengan pengalaman Mustakim Phabi Changi, seorang dosen dari Pare-pare, Sulawesi Selatan. Dia mendapat informasi Couchsurfing dari majalah traveling. ”Di CS saya menemukan banyak hal baru, teman baru, pengalaman baru, cerita baru dari teman-teman yang sudah melanglang buana. Kami nonton film dan bedah buku dari penulis buku traveling. Sejak itu, saya aktif ikut pertemuan. Semua anggota sangat terbuka dan ramah,” kata Mustakim yang akrab disapa Kim.
Awal tahun 2010, Kim pindah ke Vietnam, lalu memulai membuka rumahnya untuk anggota komunitas. Setiap minggu, ada saja tamu yang datang ke rumahnya. Dia tinggal di Phan Rang, Provinsi Ninh Thuan, Vietnam.
”Banyak kisah menarik. Sedih, senang kesal pasti ada. Pengalaman yang tidak pernah saya lupa, ketika mendapat tamu pasangan dari Amerika yang datang pagi-pagi. Saya gantian menjemput mereka naik sepeda motor. Ternyata tamu cewek terkunci dari luar di kamarnya, padahal pengin ke toilet. Dia cemberut sama saya, tapi setelah itu kami malah akrab,” ceritanya.
Keliling Jakarta
Saat menerima tamu dari luar negeri, Couchsurfer di Jakarta mempunyai peluang untuk mempromosikan tempat-tempat wisata yang menarik. Pengalaman itulah yang dialami Fajar. Dia menceritakan mendapat tamu pertama adalah dua pemuda dari Amerika Serikat.
”Saya ingat mereka hanya tinggal dua malam di rumah saya karena sedang menunggu pesawat mereka pulang ke Amerika Serikat. Meski demikian, saya sangat bersemangat bisa mendapat tamu sehingga mereka saya layani mulai dari saya jemput di Stasiun Senen, traktir makan sushi hingga mengantar mereka ke bandara,” kata Fajar.
Seiring dengan bertambahnya tamu, bertambahlah jam terbang Fajar sebagai tuan rumah. Setelah beberapa kali menjemput dari atau mengantarkan tamu ke bandara, sekarang Fajar cukup memberitahu mereka rute bis bandara.
Saat jalan-jalan bersama, biasanya, Fajar menawari mereka ke Kota Tua, Taman Mini atau Monas dan sekitarnya. Meski, kadang-kadang ada tamu yang tidak begitu terkesan dengan Jakarta.
”Saya juga ajak mereka ke Kepulauan Seribu. Favorit saya, pulau-pulau di bagian utara Kepulauan Seribu, misalnya Perak, Bira, Semak Daun yang lumayan jauh dari Jakarta. Lautnya masih lumayan bersih dan nyaman untuk berenang dan snorkeling,” kata Fajar.
Herannya, banyak juga pelancong yang tidak menyadari adanya pulau-pulau cantik di utara Kepulauan Seribu. ”Di sinilah komunitas berperan memperkenalkan sisi lain dari suatu destinasi yang tidak kalah menarik, tetapi belum tentu tercantum di guide book. Kadang-kadang saya manfaatkan untuk menjelajah suatu destinasi yang belum pernah dikunjungi, seperti Curug Bojongkoneng yang dulunya masih sangat alami. Saat pertama saya kunjungi bersama Patrick dari Perancis,” tutur Fajar.
Selain itu, tentu masih banyak lagi pengalaman para anggota komunitas CS. Banyak pilihan untuk bisa menikmati perjalanan wisata.