Meskipun tetap dinilai positif, apresiasi publik terhadap kinerja bidang kesejahteraan sosial pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengalami tren penurunan. Catatan publik banyak diberikan, terutama terhadap penanganan kemiskinan dan juga lingkungan hidup.
Hasil survei enam bulanan Kompas memperlihatkan dinamika penilaian atas kinerja pemerintah dalam meningkatkan layanan publik ataupun menangani kemiskinan dan pencemaran lingkungan. Selama lima tahun pemerintahan Jokowi-Kalla, rata-rata kepuasan publik atas kinerja bidang ini berada di angka 70,4 persen, lebih tinggi ketimbang rata-rata kepuasan di bidang ekonomi (47 persen) dan hukum yang sebesar 53,9 persen.
Tingkat kepuasan tertinggi dicapai pada periode April 2018 dengan angka 74,1 persen. Namun, tren penurunan tingkat kepuasan terus terjadi sejak Oktober 2018. Saat itu, tingkat kepuasan di bidang ini turun 9,3 persen dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya. Setelah itu, angkanya terus melorot menjadi 61,7 persen (Maret 2019) dan 59,4 persen (Oktober 2019).
Angka kepuasan publik termutakhir ini lebih rendah dibandingkan dengan masa awal pemerintahan yang ada di angka 61,1 persen (Januari 2015). Angka mutakhir tersebut hanya lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian publik pada Oktober 2015 dengan angka 57,6 persen. Meskipun apresiasi publik cenderung turun, capaian angka-angka itu tetap menunjukkan sentimen positif secara umum terhadap kinerja pemerintah dalam pembangunan sosial.
Apabila apresiasi dibedah berdasarkan pilihan politik pada Pemilu Presiden 2019, tampak keterbelahan yang nyata. Di kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin terdapat lebih dari separuh responden (63,2 persen) menyatakan puas terhadap kinerja bidang kesejahteraan sosial. Meskipun demikian, masih terdapat 28,4 persen pemilih Jokowi-Amin yang memberikan sentimen negatif terhadap kinerja bidang ini.
Sementara itu, di kalangan pemilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya 21,4 persen yang memberikan apresiasi atas kinerja bidang ini. Proporsi terbesar di kubu Prabowo-Sandi adalah yang menyuarakan ketidakpuasan mereka (52,3 persen). Gambaran itu kontradiktif dengan sentimen positif di awal pemerintahan Jokowi-Kalla. Pasca-Pilpres 2014, baik pendukung Jokowi-Kalla maupun Prabowo-Hatta Rajasa sama-sama menilai positif kinerja bidang kesejahteraan sosial, seperti terekam pada survei Januari 2015.
Saat itu, lebih dari separuh pemilih Prabowo-Hatta Rajasa mengakui kinerja pemerintah di bidang ini. Bahkan, selepas tiga bulan pemerintahan, proporsi pemilih Prabowo-Hatta Rajasa yang mengapresiasi mencapai 59,6 persen.
Pembangunan sosial
Sejak awal, pemerintahan Jokowi-Kalla tampak berupaya mewujudkan pembangunan kesejahteraan sosial. Sejumlah program jaring pengaman sosial digulirkan agar bisa menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Pemerataan akses pendidikan dan kesehatan berusaha diwujudkan lewat distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), penyempurnaan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, serta Program Keluarga Harapan.
Dari sekian banyak program sosial yang digulirkan, ekspektasi publik cukup terpenuhi pada aspek layanan pendidikan dan kesehatan. Program wajib belajar 12 tahun meraih penilaian positif yang tinggi (72,3 persen) seperti halnya perbaikan kualitas pendidikan (69,8 persen). Angka rata-rata kedua aspek yang tergolong tinggi ialah 70,7 persen untuk peningkatan kualitas pendidikan dan 73,2 persen untuk pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.
Apresiasi itu tampaknya sejalan dengan jangkauan program di level masyarakat. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan KIP telah dibagikan kepada 18,9 juta siswa pada 2019.
Adapun layanan BPJS Kesehatan tercatat menjangkau 215,86 juta warga Indonesia yang menjadi peserta JKN-KIS hingga 3 Januari 2019, termasuk di dalamnya 92,4 juta warga miskin penerima bantuan iuran. Tahun ini, pemerintah akan menambah kuota warga miskin dan rentan miskin menjadi 96,8 juta warga penerima bantuan iuran.
Apabila dihitung rata-rata selama lima tahun, apresiasi publik terhadap layanan kesehatan mencapai 69,95 persen. Melalui capaian angka-angka di tiga aspek pendidikan dan kesehatan inilah, publik relatif merasakan kehadiran negara.
Kemiskinan dan lingkungan
Meskipun sejumlah program bantuan sosial telah digulirkan, hal itu belum mampu mengangkat warga miskin dari jerat kemiskinan. Jaring pengaman sosial yang disediakan belum berdampak terhadap penurunan kemiskinan yang dirasakan langsung oleh publik.
Hasil survei memperlihatkan suara sumbang terus didengungkan publik terkait dengan kinerja pemerintah mengatasi kemiskinan. Walaupun fluktuatif, sentimen positif hanya disuarakan oleh kurang dari separuh responden (45 persen) pada periode Oktober 2019.
Akan tetapi, proporsi itu naik 7,3 persen dibandingkan dengan awal pemerintahan pada Januari 2015. Secara rata-rata, penilaian positif publik selama lima tahun pemerintahan Jokowi-Kalla hanya 40,6 persen, paling rendah di antara aspek lain bidang kesejahteraan sosial.
Catatan Badan Pusat Statistik sebenarnya menunjukkan adanya penurunan angka kemiskinan dari 10,12 persen pada September 2017 menjadi 9,66 persen pada September 2018. Bisa jadi penurunan angka kemiskinan turut menaikkan proporsi penilaian positif publik.
Persoalan lain yang disuarakan publik menyangkut penanganan pencemaran dan perusakan lingkungan. Rata-rata sentimen positif publik terkait dengan aspek ini 58,6 persen. Meskipun demikian, Oktober 2019 proporsi apresiasi turun 2,2 persen dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya dan lebih rendah 5,7 persen dibandingkan dengan Januari 2015.
Persoalan lingkungan terutama menyangkut jangkauan perusakan lingkungan, termasuk di dalamnya masalah kebakaran hutan dan lahan. Beberapa bulan terakhir masyarakat Sumatera, Kalimantan, dan Papua terpaksa menghirup asap selama beberapa minggu akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi.
Data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menunjukkan, luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 328.722 hektar. Penanganan yang agak lambat membuat publik menyuarakan kekecewaan mereka. Publik hanya bisa berharap, dalam periode kedua pemerintahan Jokowi, persoalan-persoalan di bidang kesejahteraan sosial bisa diselesaikan sehingga suara sumbang bisa tergerus. (Litbang Kompas)