JAKARTA, KOMPAS - Rencana pemerintah untuk membentuk omnibus law berupa Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang Pemberdayaan UMKM ditantang sejumlah isu mendasar. Proses pembentukannya mesti jadi perhatian alih-alih sekedar berorientasi pada hasil.
Omnibus law merupakan konsep pembentukan sebuah undang-undang utama untuk ditujukan pada isu besar yang sebelumnya diatur dengan sejumlah undang-undang. Beberapa undang-undang tersebut cenderung tumpang tindih dan atau tidak terharmonisasikan dengan regulasi lain, termasuk peraturan di daerah. Misalnya di bidang investasi yang terkait juga dengan sejumlah isu atau peraturan lain, semisal tata ruang.
Direktur Komunikasi Yayasan Auriga Nusantara Syahrul Fitra yang berfokus pada advokasi isu lingkungan dan sumber daya alam, Senin (21/10/2019) mengatakan, pembentukan omnibus law yang tidak dilakukan dengan detail akan cenderung menyebabkan permasalahan lain. Ia mencontohkan, puluhan kebijakan dan peraturan terkait investasi yang sebagian di antaranya terkait dengan isu lingkungan.
Paket omnibus law yang dilakukan tanpa klasifikasi, imbuh Syahrul, justru akan mengancam kondisi lingkungan. Apalagi jika dikaitkan dengan pidato Jokowi pada Minggu (20/10/2019) bahwa jangan lagi kerja dilakukan dengan orientasi proses namun hasil nyata.
“(Dalam) Konteks perlindungan hukum, dengan omnibus law (kondisi lingkungan) akan terancam,” sebut Syahrul.
Ia mencontohkan, hal itu misalnya dalam persoalan tata ruang di Indonesia. Kondisi pengaturan tata ruang dengan keberadaan sejumlan izin penggunaan wilayah yang tumpang tindih, tidak bisa serta merta dihilangkan begitu saja dengan omnibus law.
“(Kalau) tidak bisa menyelesaikan hal prinsip, maka tidak bisa menyelesaikan omnibuslaw,” sebut Syahrul.
Sulit Dilakukan
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura saat dihubungi pada hari yang sama mengatakan, penerapan omnibus law akan sulit dilakukan. Khususnya bila dikaitkan dengan persoalan serius terkait tata ruang dan cenderung akan memicu konflik jika aturan-aturan tersebut langsung dihilangkan begitu saja.
Ia mengatakan, omnibus law akan berimplikasi pada seluruh produk hukum turunan mengenai isu terkait. Implikasi itu juga akan terjadi pada peraturan pelaksana lainnya, termasuk peraturan daerah.
“Untuk itu butuh penyesuaian yang tidak juga sederhana,” ujar Charles yang juga kandidat doktor ilmu hukum Universitas Indonesia itu.
Charles juga mengingatkan, terkait orientasi pada hasil kerja alih-alih pada proses kerja yang ditekankan Jokowi, hal itu dikhawatirkan bakal menerobos prosedur. Padahal, imbuhnya, prosedur juga penting supaya hasil tidak sembrono.
“Harus utamakan dua-duanya (proses dan hasil),” sebut Charles.
Adapun secara teoretis, Charles mengatakan konsep omnibus law dapat saja diterapkan di Indonesia yang menganut sistem hukum civil law. Ia mengatakan, hal itu menyusul pembagian yang cenderung tidak terlalu tegas di antara sistem hukum civil law dan common law yang misalnya dianut di Amerika Serikat.
"Sesuai kebutuhan hukum masing-masing negara. Jadi (omnibus law) bisa diterapkan di mana saja," kata Charles.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.