Bisa Dibeli Daring, Obligasi Diaspora Terbit Mulai 2020
›
Bisa Dibeli Daring, Obligasi...
Iklan
Bisa Dibeli Daring, Obligasi Diaspora Terbit Mulai 2020
Pemerintah akan menerbitkan instrumen investasi surat berharga negara untuk diaspora Indonesia mulai tahun 2020. Obligasi diaspora atau diaspora bonds ini dapat dipesan dan dibeli secara daring
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menerbitkan instrumen investasi surat berharga negara untuk diaspora Indonesia mulai tahun 2020. Instrumen investasi yang disebut obligasi diaspora atau diaspora bonds ini dapat dipesan dan dibeli secara daring.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting mengatakan, kajian untuk penerbitan obligasi diaspora telah rampung. Obligasi diaspora berupa surat berharga negara elektronik (e-SBN) sehingga pembelian dan pemesanan melalui daring.
“Dengan berbasis online, pembelian obligasi diaspora bisa dilakukan dari mana pun, di berbagai belahan dunia. Targetnya obligasi diaspora terbit tahun depan, pada 2020,” ujar Loto di Jakarta, Senin (21/10/2019).
Wacana penerbitan obligasi diaspora ini sempat mengemuka pertengahan tahun 2019. Namun, saat itu, pemerintah belum mengonfirmasi perihal rencana distribusi, target penerbitan, dan denominasi surat utang.
Loto menuturkan, persiapan penerbitan obligasi diaspora kini masuk tahapan koordinasi. Kemenkeu tengah berkoordinasi dengan sejumlah mitra distribusi yang tertarik memasarkan obligasi diaspora. Mitra distribusi melibatkan perbankan, perusahaan efek, dan perusahaan teknologi finansial.
Calon investor harus memiliki Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN) untuk transaksi pembelian dan pemesanan obligasi diaspora. KMILN akan menjadi tanda pengenal investor diaspora. Fungsi KMILN sama seperti single investor identification (SID) untuk pembelian SBN ritel bagi investor domestik.
Dengan KMILN, diaspora Warga Negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) bisa membeli obligasi diaspora melalui website atau aplikasi milik mitra distribusi. Kemenkeu juga bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri terkait penggunaan KMILN sebagai tanda pengenal investor diaspora.
“Seluruh WNI dan WNA yang memiliki KMILN bisa membeli obligasi diaspora yang diterbitkan pemerintah RI,” kata Loto.
Menurut Loto, KMILN dianggap paling cocok untuk memfasilitasi seluruh diaspora Indonesia karena beberapa orang tidak memiliki paspor. Mereka umumnya keturunan WNI yang pindah warga negara. Adapun obligasi diaspora hanya diperuntukkan bagi investor ritel/individu untuk pendalaman pasar keuangan.
Dihubungi terpisah, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Dewi Wahab, menuturkan, sosialisasi penerbitan obligasi diaspora sudah dilakukan. Menurut data Kemlu, diaspora pemilik KMILN berjumlah 875 orang terdiri dari 625 WNI dan 250 WNA.
“Pemerintah sudah melakukan sosialisasi (obligasi diaspora) saat kongres diaspora global pada Agustus lalu,” ujar Dewi.
Menurut Dewi, rencana penerbitan obligasi diaspora direspons baik. Banyak diaspora Indonesia yang ingin berkontribusi bagi pembangunan nasional. Untuk itu, obligasi diaspora jadi salah satu sarana untuk turut membantu pembiayaan pembangunan baik infrastruktur maupun sumber daya manusia.
Pembangunan nasional
Obligasi diaspora pada dasarnya diterbitkan untuk mendorong nasionalisme dan patriotisme. Nantinya, dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi diaspora digunakan untuk membiayai sejumlah program pembangunan prioritas nasional. Salah satunya peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo.
“Peningkatan kualitas sumber daya manusia butuh dana besar. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk program prioritas lain, seperti pembiayaan infrastruktur,” kata Loto.
Obligasi diaspora pada dasarnya diterbitkan untuk mendorong nasionalisme dan patriotisme. Nantinya, dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi diaspora digunakan untuk membiayai sejumlah program pembangunan prioritas nasional.
Pada 2020, peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dialokasikan melalui anggaran pendidikan mencapai Rp 508,1 triliun dan anggaran Kesehatan Rp 132,2 triliun. Adapun anggaran akselerasi pembangunan infrastruktur Rp 423,3 triliun. Kebutuhan pembiayaan salah satunya melalui penerbitan obligasi diaspora.
Mengutip riset yang dipublikasikan laman Bank Dunia, salah satu negara yang terbilang sukses menerbitkan obligasi diaspora adalah India dan Israel. Sejauh ini India telah menerbitkan obligasi diaspora sebanyak 3 kali pada 1991, 1998, dan 2000 dengan total nilai sekitar 11,3 miliar dollar AS. Jatuh tempo obligasi diaspora India selama 5 tahun.
Sementara itu, Israel setiap tahun menerbitkan obligasi diaspora setiap tahun sejak 1951. Total dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi diaspora itu mencapai 32,4 miliar dollar AS dengan jatuh tempo berkisar 1-20 tahun.
Prospek penerbitan obligasi diaspora cukup tinggi. Riset itu juga menyebutkan, saham kelompok diaspora di kawasan Asia Pasifik dan Timur sekitar 161,5 juta dollar AS pada 2019. Adapun tabungan diaspora mencapai 397,5 miliar dollar AS atau sekitar 2,4 persen dari total pendapatan bruto regional.
Loto menuturkan, sejauh ini pemerintah belum menentukan target penerbitan dan denominasi obligasi diaspora. Namun, kemungkinan besar obligasi diaspora dalam valuta asing. Adapun penawaran suku bunga mengikuti pergerakan suku bunga global yang kini trennya menurun.
Analis riset PT Capital Asset Management, Desmon Silitonga, Senin, menuturkan, tren penurunan suku bunga global jadi momentum penerbitan obligasi diaspora. Untuk itu, pemerintah sebaiknya menerbitkan obligasi diaspora berdenominasi valuta asing, seperti dollar AS. Beban biaya akan lebih tinggi jika obligasi diterbitkan dalam denominasi rupiah.
“Saat ini suku bunga obligasi di AS sekitar 2 persen, sementara di Indonesia masih 7 persen. Tawaran bunga obligasi diaspora Indonesia berkisar 2-3 persen sudah cukup menarik,” kata Desmon.
Selain bunga, investor diaspora juga mempertimbangkan aspek keamanan. Menurut Desmon, pemerintah Indonesia harus menjamin keamanan pemesanan dan pembelian obligasi diaspora secara daring. Berbagai kendala teknis dan risiko peretasan sistem harus diantisipasi untuk menjaga kepercayaan investor.
Penyelarasan aturan investasi antara Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan lembaga kustodian juga harus dilakukan. Misalnya, saat ini belum ada aturan yang memperbolehkan tanda pengenal investor dengan KMILN. Dokumen yang diterima hanya kartu tanda penduduk (KTP) dan paspor.
“Koordinasi sangat dibutuhkan karena ada beberapa peraturan pasar modal yang mesti direvisi untuk penerbitan obligasi diaspora,” ujar Desmon.