Produser Memilih Tidak Tayangkan Film ”Abominable” di Malaysia
›
Produser Memilih Tidak...
Iklan
Produser Memilih Tidak Tayangkan Film ”Abominable” di Malaysia
Film animasi DreamWorks Abominable tidak akan ditayangkan di Malaysia setelah produsernya menolak memenuhi persyaratan Badan Sensor Film Malaysia agar DreamWorks memotong adegan yang menunjukkan ”sembilan garis putus”.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, SENIN — Film animasi DreamWorks Abominable tidak akan ditayangkan di Malaysia setelah produsernya menolak memenuhi persyaratan Badan Sensor Film Malaysia agar DreamWorks memotong adegan yang menunjukkan ”sembilan garis putus (nine-dash line)” di Laut China Selatan. Keputusan tersebut disampaikan distributor film United International Pictures di Kuala Lumpur pada Minggu (20/10/2019).
Film Abominable menjadi kontroversial di negara-negara Asia Tenggara. Film ini sempat ditayangkan di Vietnam pada 4 Oktober 2019. Namun, pekan lalu Vietnam menyatakan telah menarik film tersebut dari bioskop. Pengelola bioskop utama di Vietnam, CGV, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan lagi menampilkan film tersebut setelah diberi tahu mengenai adanya peta wilayah dalam film yang masih menjadi sengketa di antara beberapa negara Asia Tenggara dan China.
Film animasi itu juga dirilis di bioskop-bioskop Filipina, awal bulan ini. Namun, kemudian bermunculan reaksi negatif. Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan ”tentu saja mereka harus memotong adegan yang menyinggung”, yakni adegan yang menunjukkan peta ”sembilan garis putus”. Film itu pun diboikot di Filipina.
Di Indonesia, film besutan sutradara Todd Wilderman dan Jill Culton itu sudah beredar dan tayang di bioskop-bioskop di Jakarta. Sejauh ini, di Tanah Air tidak ada reaksi negatif atau penentangan terhadap film tersebut.
Mengapa Malaysia, Vietnam, dan Filipina meributkan film yang mencantumkan sembilan garis putus di Laut China Selatan itu? Sembilan garis putus yang berbentuk U digunakan pada peta China untuk menggambarkan klaim teritorialnya atas bentangan luas Laut China Selatan yang kaya sumber daya. Wilayah perairan ini merupakan wilayah sengketa yang juga diklaim tidak hanya oleh China dan Malaysia, tetapi juga oleh Vietnam, Brunei Darussalam, Taiwan, dan Filipina. Indonesia bukan negara pengklaim dalam sengketa tersebut.
Badan Sensor Film Malaysia, pekan lalu, mengatakan bahwa pihaknya telah memberi lampu hijau supaya film tersebut bisa diputar di bioskop di Malaysia dengan syarat bahwa tayangan yang menggambarkan peta sembilan garis putus tersebut harus dipotong.
Badan Sensor Film Malaysia pekan lalu telah memberi lampu hijau bahwa film itu bisa diputar di bioskop di Malaysia dengan syarat bahwa tayangan yang menggambarkan peta sembilan garis putus di Laut China Selatan harus dipotong dari film tersebut.
”Universal Pictures telah memutuskan tidak melakukan pemotongan sensor yang disyaratkan oleh Dewan Sensor Film Malaysia dan karena itu tidak akan dapat merilis film di Malaysia,” kata juru bicara distributor film tersebut.
Badan Sensor Film Malaysia tidak langsung berkomentar terkait sikap yang diambil Universal Pictures. Film ini menurut rencana akan dirilis di bioskop-bioskop Malaysia pada 7 November mendatang.
Masuk ranah konflik
Abominable bercerita tentang seorang remaja perempuan China bernama Yi yang menemukan seekor yeti yang tinggal di atap rumahnya. Dia kemudian membantu yeti agar bisa kembali ke habitatnya dengan menunjukkan sebuah bagan yang menampilkan sembilan garis putus yang diklaim China.
Dengan memasukkan garis berbentuk U itu, film animasi yang merupakan produksi bersama China Pearl Studio dan Pictures DreamWorks Animation yang berbasis di Shanghai ini memasuki ranah konflik yang belum terselesaikan dalam sengketa wilayah Laut China Selatan yang melibatkan China dan beberapa negara Asia Tenggara.
Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional tahun 2016 mengatakan bahwa klaim China tersebut tanpa dasar. Namun, hal ini diabaikan China. China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan. Lewat Laut China Selatan inilah kiriman barang senilai lebih dari 3,4 triliun dollar AS diangkut setiap tahunnya.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan bahwa Malaysia perlu meningkatkan kemampuan angkatan lautnya untuk mempersiapkan kemungkinan konflik di Laut China Selatan. Meski demikian, Malaysia masih mengutamakan penyelesaian nonmiliter untuk jalur laut tersebut. (REUTERS/AFP)