Warga Diminta Tak Tembaki Burung Migrasi di Yogyakarta
›
Warga Diminta Tak Tembaki...
Iklan
Warga Diminta Tak Tembaki Burung Migrasi di Yogyakarta
Ribuan burung layang-layang asia melintasi langit Kota Yogyakarta sejak awal Oktober. Burung-burung itu tengah bermigrasi karena daerah asalnya dilanda musim dingin. Warga diminta tidak memburu burung-burung itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ribuan burung jenis layang-layang asia melintasi langit Kota Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta sejak awal Oktober. Burung-burung itu tengah bermigrasi karena daerah asalnya sedang dilanda musim dingin. Masyarakat diimbau tidak menembaki ataupun memburu burung-burung tersebut.
Burung itu memiliki nama Latin Hirundo rustica dan berasal dari wilayah Siberia, Rusia, Mongolia, dan China. Mereka terbang ke wilayah selatan dari tempat asalnya guna mencari tempat hangat agar tetap bisa mencari makan dan bertahan hidup.
”Ini fenomena alam rutin, terjadi setiap tahun. Peristiwa ini juga sudah terjadi sejak lama,” kata Asman Adi Purwanto, anggota Paguyuban Pengamat Burung Yogyakarta, Selasa (22/10/2019).
Saat ini, burung-burung itu singgah di sepanjang Jalan Mayor Suryotomo, Kelurahan Ngupasan, Kota Yogyakarta. Lokasi tersebut berada dalam radius sekitar 400 meter dari Jalan Malioboro. Mereka bertengger di pohon-pohon yang ditanam di pembatas jalan di sepanjang jalan. Selain itu, mereka juga bertengger di kabel listrik.
Berdasarkan pantauan, Senin, kawanan burung tersebut mulai berdatangan sekitar pukul 17.00. Mereka beterbangan mengelilingi langit di sekitar jalan tersebut selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, mereka mulai bertengger satu per satu di pohon dan kabel listrik.
Sebelum matahari terbit, kawanan burung meninggalkan lokasi tersebut untuk mencari makan. Sore harinya, burung-burung itu kembali ke lokasi persinggahan mereka.
Asman menjelaskan, sebelum 2014, kawanan burung itu bertengger di sekitar Titik Nol Km. Gedung-gedung besar seperti Gedung Bank Nasional Indonesia dan Gedung Agung menjadi tempat mereka singgah. ”Tahun 2014, mereka sudah mulai berpindah ke lokasi baru (Jalan Mayor Suryotomo),” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Seksi Wilayah Konservasi I Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta Untung Suripto mengatakan, jumlah burung dari kawasan Asia Timur tersebut kian bertambah dua tahun terakhir. Dia menjelaskan, menurut referensi yang dikumpulkannya, burung-burung itu hanya akan singgah sementara waktu. Adapun daerah yang dituju burung-burung itu adalah Papua dan Australia. Sebelumnya, mereka terbang melewati Afrika dan Asia Tenggara.
”Fenomena ini juga terjadi tahun lalu. Mulai berdatangan September. Mereka baru pergi pada Januari. Tahun ini, mereka datang lagi pada Oktober. Sementara ini, kami memperkirakan burung-burung itu akan singgah sampai Januari 2020,” kata Untung.
Dia mengungkapkan, saat ini, belum ada penelitian khusus tentang pola migrasi burung itu di Yogyakarta. Ia berharap, ada peneliti-peneliti yang bersedia mengambil topik tersebut. Menurut dia, hasil penelitiannya akan sangat bermanfaat untuk melihat berubahnya lokasi singgah burung-burung itu. Terlebih lagi, mereka singgah dalam jumlah besar.
Untung juga meminta masyarakat tidak menembaki ataupun memburu burung-burung itu. Masyarakat hendaknya melihat fenomena alam tersebut sebagai sebuah wawasan pengetahuan.
Meski demikian, keberadaan burung-burung itu dinilai agak mengganggu aktivitas masyarakat. Kotoran burung tersebut tampak di sepanjang jalan tempat mereka bertengger. Hal itu dapat dilihat dari aspal yang dipenuhi bercak-bercak putih serta aroma tak sedap yang menyengat bekas kotoran burung.
Terkait dengan hal itu, Asman menyebutkan, pemerintah seharusnya sudah menyiapkan langkah antisipasi. Sebab, peristiwa itu merupakan fenomena tahunan. Hal yang harus dilakukan adalah mekanisme pembersihan jalan agar kotoran burung tidak mengganggu masyarakat.
Secara terpisah, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menyatakan, pihaknya siap membersihkan kotoran serta aroma tak sedap yang dihasilkan burung-burung migrasi tersebut. Ia memahami, siklus lingkungan tidak boleh diganggu masyarakat. Ia pun meminta masyarakat tidak mengganggu burung-burung yang tengah singgah untuk mempertahankan hidup.
”Migrasi ini bagian peristiwa alam. Jangan diusir. Jangan ditembak. Fenomena ini menjadi bagian dari peristiwa lingkungan. Kalau kotor, ya, dibersihkan. Nanti kotor lagi, dibersihkan lagi,” kata Haryadi.