Gastronomi, Peluang Indonesia Membangun Kekuatan Global
›
Gastronomi, Peluang Indonesia ...
Iklan
Gastronomi, Peluang Indonesia Membangun Kekuatan Global
Kekayaan kuliner Indonesia dapat menjadi kekuatan dalam membangun ekonomi dan citra Indonesia di dunia internasional. Sayangnya, gastrodiplomasi atau diplomasi menggunakan tata boga belum dimanfaatkan dengan optimal.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekayaan kuliner Indonesia dapat menjadi kekuatan dalam membangun ekonomi dan citra Indonesia di dunia internasional. Sayangnya, gastrodiplomasi atau diplomasi menggunakan tata boga belum dimanfaatkan dengan optimal oleh seluruh pemangku kepentingan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam seminar bertajuk Economic Diplomacy: Gastrodiplomacy to Strengthen the Indonesian Economy, Kamis (17/10/2019) pekan lalu, di Jakarta, mengatakan, makanan adalah cerminan identitas, kebanggaan, dan budaya suatu bangsa. Oleh karena itu, gastrodiplomasi berperan penting untuk Indonesia.
”Gastrodiplomasi ini penting untuk pemerintah dan sektor swasta. Kita harus mencari tahu bagaimana memonetisasi makanan karena bisa membawa keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Kita bisa belajar dari negara lain (yang telah mempraktikkannya),” ujar Retno.
Gastrodiplomasi masuk dalam kategori diplomasi ekonomi. Seperti yang diketahui, diplomasi ekonomi merupakan satu dari empat pilar kebijakan luar negeri Indonesia selama 2015-2019 selain menjaga kedaulatan bangsa, meningkatkan perlindungan warga negara, serta memperkuat peran Indonesia di tatanan global.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Cecep Herawan menambahkan, gastrodiplomasi merupakan alat diplomasi lunak yang mampu meningkatkan citra Indonesia di luar negeri.
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang berhasil melakukan diplomasi lunak. Korsel mencatat pendapatan senilai 5 miliar dollar AS melalui industri kreatif, salah satunya makanan, akibat Korean Wave.
”Makanan adalah alat diplomasi lunak yang efektif untuk menarik perhatian. Makanan dapat menarik hati dan memberikan kesan serta tidak mengenal bahasa,” ujar Cecep.
Menurut dia, gastrodiplomasi dapat berhasil jika Indonesia mampu membangun branding produk ke khalayak internasional. Pembangunan branding harus dilakukan secara konsisten dan tidak sporadis.
Presiden Asosiasi Gastronomi Indonesia (IGA) Ria Musiawan berpendapat, gastrodiplomasi sudah lazim dilakukan sejumlah negara. Namun, Indonesia belum menempatkan pendekatan diplomasi tersebut sebagai prioritas.
”Indonesia belum memanfaatkan potensi tata boga sebagai alat diplomasi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Padahal, makanan Indonesia di luar negeri dapat membantu pendapatan devisa dan ekspor bahan pangan,” kata Ria.
Selera pasar
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemlu Siswo Pramono mengatakan, Indonesia perlu menentukan jenis makanan apa yang ingin dipromosikan di ranah internasional. China, misalnya, mempromosikan pangan bebek sebagai menu andalan dalam berbagai restoran China.
Selain itu, pemerintah dan pengusaha dapat berkolaborasi untuk memperbanyak industri makanan lokal di luar negeri. Terkait hal itu, mereka dapat bekerja sama dengan diaspora yang ada di negara tujuan.
”Namun, promosi makanan lokal Indonesia perlu memperhatikan aspek budaya setempat yang sensitif. Di India, misalnya, mereka tidak mengonsumsi daging sapi,” kata Siswo.
Ahli gastronomi dari Qraved, Steven Kim, berpendapat, Indonesia harus mengubah taktik dalam memasarkan makanan kepada pasar luar negeri. Konsumen asing perlu diperkenalkan makanan yang tidak asing tanpa menghilangkan sentuhan Indonesia.
”Di Korea Selatan, awalnya tidak ada yang peduli dengan Kimchi (asinan dari sawi), makanan asli Korsel. Apa yang mengubahnya adalah barbeku Korsel yang menyertakan kimchi sebagai makanan pelengkap,” ujar Kim yang berasal dari Korsel.
Indonesia, lanjut Kim, dapat lebih gencar mempromosikan makanan seperti nasi goreng dan mi goreng yang sudah memiliki nama di pasar global. Makanan seperti itu akan lebih mudah dipasarkan ketimbang rendang, misalnya, yang lebih sulit untuk dimasak orang asing.
Tentunya, salah satu bentuk promosi yang dapat digunakan adalah melalui foto-foto yang menarik di media sosial. ”Pengusaha perlu membuat makanan yang menarik bagi konsumen, bukan bagi mereka,” ujarnya.