Kebakaran Terparah di Ijen
Api merambah kawasan Gunung Ijen, Jawa Timur, dan Gunung Rinjani, NTB. Kebakaran di Ijen dinilai terparah dalam lima tahun terakhir. Sejauh ini, pariwisata di dua wilayah itu tak terganggu.
BANYUWANGI, KOMPAS — Api yang membakar Gunung Ranti dan Gunung Widodaren merambat ke kawasan Taman Wisata Alam Gunung Ijen. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur resmi menutup jalur pendakian ke Gunung Ijen sejak Minggu (20/10/2019) hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur Nandang Prihadi menyatakan, kebakaran yang melanda Ijen ini merupakan yang terparah dalam lima tahun terakhir. Pihaknya belum dapat memastikan luasan lahan yang terbakar. ”Saat ini kami fokus memadamkan api agar kebakaran tidak meluas,” ujarnya.
Terkait penutupan jalur pendakian, Nandang memastikan tidak ada petambang, warga, ataupun wisatawan yang mendaki Gunung Ijen saat ini. Kebakaran menghanguskan pos penimbangan belerang yang juga digunakan para penambang untuk beristirahat. Sedikitnya 50 troli penambang hangus terbakar beserta sejumlah barang yang disimpan di bilik-bilik peristirahatan.
”Sejak jadi petambang tahun 1978, ini merupakan kebakaran terparah. Biasanya kebakaran hanya di titik tertentu dan bisa segera dipadamkan. Kali ini kebakaran sangat luas dan berhari-hari,” kata Matrawi (57) yang menambang sejak usia 16 tahun.
Tak terpengaruh
Penutupan pendakian Gunung Ijen tidak berpengaruh pada kunjungan wisatawan ke Banyuwangi. ”Hingga siang ini tidak ada informasi pembatalan kunjungan wisatawan. Penerbangan masih beroperasi normal,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda di Banyuwangi, Senin (21/10).
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi berupaya agar kebakaran di Gunung Ijen tidak mengganggu pariwisata. Berbagai upaya dilakukan, salah satunya mempromosikan destinasi wisata lain. ”Gunung Ijen memang masih menjadi primadona, tetapi kami memiliki alternatif destinasi lain yang tidak kalah menarik. Tim teknologi informasi dan pemasaran terus mendorong promosi destinasi wisata lain,” ujarnya.
Destinasi yang ditawarkan antara lain Taman Nasional Alas Purwo dan Pantai Sukamade di wilayah Taman Nasional Merubetiri. Kedua lokasi dipromosikan sebagai bagian dari Geopark Nasional. Upaya mengalihkan kunjungan wisata dilakukan sejumlah agen wisata. Salah satunya Rachmat Yulianto.
Begitu mendapat kabar terbakarnya Gunung Ijen, Rachmat menghubungi calon wisatawan yang menggunakan jasa biro perjalanannya. Ia menyampaikan kondisi terkini dan menawarkan alternatif lain.
”Paket wisata yang kami tawarkan adalah Taman Nasional Baluran, Pulau Menjangan, dan Gunung Ijen. Karena kebakaran, kami memberi dua tawaran. Pertama, mengalokasikan waktu lebih lama di Baluran dan Menjangan. Kedua, mengunjungi destinasi lain, misalnya wisata budaya di Desa Adat Suku Osing atau Taman Nasional Alas Purwo,” katanya.
Rinjani juga terbakar
Kebakaran hutan dan lahan juga melanda Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Nusa Tenggara Barat. Menurut Kepala Balai TNGR Dedy Asriady, perkiraan luas kebakaran TNGR di wilayah kerja Sembalun (Lombok Timur) dan Senaru (Lombok Utara) sejak awal kebakaran, Sabtu (19/10) hingga Senin, berdasarkan satelit Sentinel-2 L1C L2A, mencapai 4.002,46 hektar.
Hingga Senin, kebakaran belum bisa diatasi karena luasnya area yang terbakar dan titik api sulit dijangkau. Pendakian ke gunung api dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut itu ditutup hingga waktu yang belum ditentukan.
”Semua pendaki yang naik ke Rinjani dalam keadaan aman dan diimbau agar besok (Selasa) segera turun,” katanya. Di Desa Senaru, salah satu pintu pendakian Rinjani, asap dari kawasan yang terbakar terlihat jelas. Berdasarkan aplikasi Lapan Fire Hotspot di kawasan itu ada 36 titik panas.
Senin sore, asap tampak berkurang. Titik panas tercatat 16 titik. Hal itu berkat upaya pemadaman tim gabungan dari masyarakat mitra polisi hutan, masyarakat peduli api , petugas TNGR, kepolisian, TNI, dan asosiasi pendakian Rinjani.
Meski ada kebakaran, aktivitas masyarakat di kawasan Rinjani terpantau normal. Di Senaru, warga tetap bekerja di ladang atau sawah. Wisatawan lokal ataupun mancanegara masih ramai mengunjungi air terjun Sendang Gila. Rumah makan dan restoran tetap beroperasi seperti biasa. ”Asapnya tidak ke sini, tetapi ke arah lain, ke barat, seperti ke Kota Mataram,” kata A Hafiz, karyawan hotel di Senaru. (GER/ZAK)