Korban Angin Kencang di Pangalengan Masih Trauma
Lebih 700 rumah rusak akibat angin kencang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga memperbaiki rumah secara mandiri.
BANDUNG, KOMPAS — Korban angin kencang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih trauma. Mereka belum berani tidur di rumah dan memilih mengungsi di masjid dan kantor RW.
Puluhan warga masih mengungsi di kantor RW 001, Desa Banjarsari, Pangalengan, Selasa (21/10/2019) sore. Mereka khawatir angin kencang yang merusak lebih dari 700 rumah di Pangalengan pada Minggu (20/10/2019) malam hingga Senin (21/10/2019) kembali terulang.
Pengungsi didominasi ibu-ibu dan anak-anak. Saat siang, para lelaki pulang ke rumah untuk memperbaiki atap yang rusak diterpa angin. ”Masih takut tidur di rumah. Jadi, lebih baik mengungsi dahulu agar lebih aman,” ujar Santi (35), warga Desa Banjarsari.
Santi mengatakan, angin kencang mulai melanda desa itu, Minggu sekitar pukul 20.00. Angin bertambah kencang pada Senin dini hari sehingga merusak atap rumah warga.
Meskipun harus berdesakan dengan warga lainnya, Santi mengaku lebih nyaman tidur di kantor RW. Selain karena rumahnya belum selesai diperbaiki, dia juga merasa lebih aman karena bersama dengan warga lainnya.
”Jadi, kalau angin kencang datang lagi, enggak terlalu takut karena banyak warga sehingga bisa saling menolong,” ujarnya.
Puluhan warga RW 001 Desa Banjarsari juga mengungsi ke masjid. Selain masih trauma, mereka juga tidak dapat beraktivitas banyak di dalam rumah karena listrik belum menyala.
Pengungsi didominasi ibu-ibu dan anak-anak. Saat siang, para lelaki pulang ke rumah untuk memperbaiki atap yang rusak diterpa angin
Angin kencang merusak lebih dari 700 rumah di Pangalengan. Sebagian besar merusak atap rumah. Ratusan pohon di Jalan Pangalengan-Kertasari dan Jalan Pangalengan-Malabar juga tumbang. Jalan tersebut terputus pada Minggu dan Senin. Namun, sejak Selasa siang sudah dapat dilalui.
Pohon tumbang menimpa sejumlah tiang listrik sehingga aliran listrik terputus. Hingga Selasa sore, petugas PLN masih berupaya memulihkan jaringan listrik tersebut.
Selain Desa Banjarsari, angin kencang juga melanda Desa Margamulya, Sukamanah, Wanasuka, dan Margamukti. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, genteng dan seng ratusan rumah warga rusak karena jatuh dan beterbangan akibat terbawa angin.
Warga memperbaiki rumah secara mandiri. Belum ada kepastian bantuan perbaikan rumah dari pemerintah ataupun PT Perkebunan Nusantara VIII sebagai pemilik aset.
”Belum ada kepastian tentang bantuan. Jadi, diperbaiki seadanya saja,” ujar Suhaya (53), warga RW 002 Desa Banjarsari.
Suhaya belum memperbaiki atap bagian dapurnya. Sebab, lebih dari sepuluh lembar sengnya copot terbawa angin sehingga bocor di beberapa bagian. ”Tidak ada uang untuk membeli seng baru. Prioritas saat ini memperbaiki atap kamar dan ruang keluarga. Dapur bisa menyusul,” ujarnya.
Suhaya menceritakan, Minggu malam, saat hendak tidur, dia mendengar suara gemuruh angin. Dia pun keluar rumah dan melihat ranting-ranting pohon patah. Angin semakin kencang pada Senin dini hari. Genting rumahnya mulai berjatuhan. Sementara seng atap dapurnya beterbangan.
”Warga ketakutan dan tidak berani tidur di rumah. Jadi, warga baru berani memperbaiki rumah pada Senin sore saat angin sudah reda,” ujarnya.
Asep (52), warga lainnya, buru-buru mengganti bambu penyangga genteng atap dapurnya. Penyangga itu bergeser akibat angin kencang sehingga sebagian besar genteng dapurnya jatuh.
”Harus segera diperbaiki. Takutnya nanti hujan. Belum ada kejelasan bantuan,” ujarnya.
Asep sudah lebih dari 30 tahun tinggal di desa itu. Menurut dia, sebelumnya tidak pernah terjadi angin kencang yang sampai merusak ratusan rumah warga. ”Kalau angin kencang biasa memang sering terjadi saat peralihan musim. Namun, tidak sampai merusak seperti saat ini,” ujarnya.
Bupati Bandung Dadang M Naser mengunjungi pengungsi korban angin kencang di kantor RW 001 Desa Banjarsari, Senin siang. Dia menyerahkan bantuan logistik makanan, seperti beras dan mi instan. Namun, dia belum dapat memastikan bantuan untuk perbaikan rumah.
Manajer Kebun Malabar PTPN VIII Tri Hermawan mengatakan, aset tanah rumah korban angin kencang merupakan milik perkebunan tersebut. Namun, dia tidak dapat memastikan bantuan untuk para korban yang bekerja di PTPN VIII.
”Kami masih mendata bentuk kerusakannya. Mengenai bantuan dalam memperbaiki rumah, kami belum tahu,” ujarnya.
Berbagai faktor
Prakirawan Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Yan Firdaus Permadhi, mengatakan, angin kencang melanda sebagian besar wilayah Jabar, tetapi yang paling parah dampak kerusakannya adalah Pangalengan. Pada saat kejadian, dari 13 kali pengamatan, 11 kali di antaranya kecepatan angin di atas 20 kilometer per jam.
”Seperti pada hari Minggu pukul 19.00, kecepatan angin tergolong tinggi mencapai 27,78 km per jam,” kata Yan.
Menurut Yan, kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana alam tak lepas dari kondisi lingkungan, seperti perubahan tata guna lahan yang tak sesuai dengan peruntukannya, dapat memicu kerusakan yang sangat besar.
Kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana alam tak lepas dari kondisi lingkungan, seperti perubahan tata guna lahan yang tak sesuai dengan peruntukannya, dapat memicu kerusakan yang sangat besar.
Yan mencontohkan, pada daerah yang terbuka, misalnya area perkebunan hingga hamparan persawahan, saat cuaca panas dengan temperatur tinggi, maka konsekuensinya akan menurunkan tekanan udara. Dalam kondisi ini, angin akan bergerak cepat ke titik tersebut.
”Sehingga ketika siang hari, kawasan tersebut akan menyerap panas lebih banyak, angin dari bawah dan dari arah puncak (atas) banyak bergerak ke titik tersebut,” ujar Yan.
Yan menjelaskan pula, kejadian ini muncul akibat adanya perbedaan tekanan udara yang cukup signifikan antara wilayah belahan bumi selatan (BBS) dan belahan bumi utara (BBU) Indonesia. Hal ini memicu terbentuknya lintasan arus kecepatan angin yang kencang dalam jalur sempit di atmosfer (jetstream).
Berdasarkan pola sebaran angin, pada lapisan 925-700 milibar (mb) terpantau lintasan jetstream memanjang dari Laut Arafura sebelah selatan Papua hingga Laut Jawa. Kondisi ini menyebabkan peningkatan rata-rata kecepatan angin maksimum, di antaranya di sebagian besar Jabar.
”Selain itu, ada pula angin dari tekanan tinggi di bagian barat daya Sumatra, yang juga menuju ke tekanan rendah, hingga bertemu angin yang bertiup dari tekanan tinggi sebelah barat Australia itu. Jadi, dari dua pola angin itu tertarik ke pusat tekanan rendah, yang titiknya sebagian besar di Jabar,” ujar Yan.
Baca Juga : Suhu Panas Melanda Indonesia