Lebanon Potong Gaji Pejabat
Pemerintah Lebanon menyepakati paket kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi. Namun, warga tetap tak puas dan meminta para pejabat pemerintah mundur untuk diganti para pakar.
BEIRUT, SENIN -- Pemerintah Lebanon memangkas gaji para pejabat untuk menghemat anggaran negara. Pemerintah juga akan menaikkan pajak di sejumlah sektor.
Paket kebijakan itu disepakati dalam sidang kabinet di Beirut, Senin (21/10/2019). Dalam paket itu, gaji presiden, perdana menteri, anggota DPR, dan sejumlah pejabat tinggi akan dipotong hingga separuh.
Kabinet juga setuju menaikkan pajak perbankan. Sebaliknya, pajak-pajak jenis baru, termasuk untuk penggunaan media sosial yang memicu unjuk rasa sejak pekan lalu, dibatalkan.
Ada pula rencana privatisasi sektor telekomunikasi. Selain itu, sektor kelistrikan akan dibenahi. Selama ini, ada beban jutaan dollar AS per tahun gara-gara sektor kelistrikan yang amburadul.
Sebelum paket kebijakan itu dibahas di kabinet, PM Lebanon Saad al-Hariri menyepakati paket tersebut dengan mitra koalisinya. Dengan demikian, ia batal mengundurkan diri.
Baca juga: Pemerintahan Terguncang akibat Unjuk Rasa, PM Hariri Gulirkan Paket Reformasi
Pekan lalu, ia mengisyaratkan mundur jika tidak ada kesepakatan atas program ekonomi. Ia memberi tenggat hingga Senin malam kepada mitra koalisi dan kabinetnya untuk bersepakat atas program ekonomi.
Program ekonomi yang ditawarkan Hariri, antara lain, disokong oleh Hezbollah. Selain memiliki pengaruh politik, Hezbollah juga kuat karena mempunyai milisi bersenjata. Kekuatan itu dicapai, antara lain, karena dukungan penuh Iran.
Hezbollah juga memperingatkan agar jangan sampai ada pergantian pemerintahan, seperti dituntut para pengunjuk rasa yang sudah turun ke jalan sejak Kamis lalu. Sebab, jika pemerintahan diganti, Lebanon akan kehilangan waktu membenahi perekonomian gara-gara harus membentuk pemerintahan baru.
Tidak puas
Meski kabinet mengesahkan program baru, pengunjuk rasa tetap tidak puas dan tidak percaya pada pemerintah. Mereka tetap meminta seluruh 30 menteri mundur dan diganti dengan kabinet berisi para teknokrat, bukan politisi seperti sekarang.
"Jika mereka bisa membuat perubahan, kenapa tidak dari dulu? Kenapa kami harus percaya mereka sekarang," kata Roni al-Asaad (32), seorang pengunjuk rasa di Beirut.
Unjuk rasa yang memasuki hari kelima, Senin kemarin, diikuti hampir 1,5 juta orang. Kemiskinan, pengangguran, dan korupsi para pejabat menjadi alasan tuntutan pembubaran pemerintah. Setidaknya 25 persen penduduk Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan. Transparency Internasional menempatkan Lebanon di peringkat 138 dari 180 negara dalam daftar indeks korupsi.
"Hal yang terjadi di jalan adalah letusan yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sulit bagi pengunjuk rasa untuk mempercayai lagi pemerintah setelah 72 jam terakhir dan solusi yang hanya dipaparkan di kertas," kata Imad Salamey, pengajar ilmu politik pada Lebanese American University.
Baca juga: Unjuk Rasa ala Intifada Melanda Lebanon
Selama puluhan tahun, struktur dan tokoh politik Lebanon tidak banyak berubah. Mereka dituding warga sebagai biang korupsi. "Saya mendukung reformasi, saya menentang penghancuran Lebanon. Sudah 30 tahun Lebanon dirusak oleh politisi. Sekarang kursi mereka terguncang," kata Rabih Zghaib, pengunjuk rasa lainnya di Beirut.
Warga Lebanon, yang biasanya terbelah secara politik, bisa bersatu dalam unjuk rasa beberapa hari terakhir. Warga merasa gembira dengan persatuan itu. Apalagi, nyaris tidak ada insiden dalam unjuk rasa selama lima hari ini.
"Jangan meremehkan kekuatan warga karena sekali bersatu, mereka akan meledak," kata Hiba Dandachli, pengunjuk rasa lainnya.
(AP/AFP/REUTERS)