Patroli siber masih menjadi salah satu strategi utama tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri untuk meredam potensi serangan teror yang dilakukan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah.
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Patroli siber masih menjadi salah satu strategi utama tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI untuk meredam potensi serangan teror yang dilakukan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah atau JAD. Selama akhir pekan lalu, tiga anggota JAD Lampung ditangkap setelah secara aktif berkomunikasi dengan jaringan JAD lain di media sosial.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adisaputra di Jakarta, Senin (21/10/2019), mengungkapkan, tim Densus 88 Antiteror telah menangkap tiga terduga teroris. Dua terduga teroris itu ialah IU (43) dan LH (41) yang memiliki hubungan dengan jaringan JAD Bekasi, Jawa Barat, serta memiliki kaitan dengan pemimpin JAD Blitar, Jawa Timur, Anang Rusdianto. Asep mengatakan, IU dan LH telah mengikuti pelatihan paramiliter untuk aksi teror.
Selain keduanya, tim Densus 88 Antiteror Polri juga menangkap AH (27) di Lampung. Sebagai anggota jaringan JAD Lampung, AH berkomunikasi dengan jaringan JAD di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jambi. AH juga menyembunyikan SA, anggota JAD yang masuk daftar pencarian orang (DPO).
”Mekanisme komunikasi dilakukan secara terputus dan aktif menggunakan media sosial. Oleh karena itu, penangkapan jaringan kelompok teroris dalam beberapa waktu terakhir tidak lepas dari patroli siber tim Densus 88 Antiteror,” kata Asep.
Dua pekan terakhir, tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap sekitar 40 anggota JAD di seluruh Indonesia. Mereka diketahui merencanakan teror yang menargetkan aparat kepolisian, baik personel Polri maupun markas satuan kewilayahan Polri.
Masih aktif
Pengamat terorisme Al Chaidar menyatakan, penangkapan masif anggota JAD setelah penusukan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, 10 Oktober lalu, menunjukkan masih aktifnya perekrutan kelompok JAD. Meskipun pengaruh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) telah menghilang di Timur Tengah, JAD masih akan melanjutkan cita-cita NIIS.
Atas dasar itu, Chaidar menilai, pemerintah dan seluruh pihak terkait harus memperkuat program kontra radikalisme. ”Seharusnya pemerintah melakukan pendekatan kemanusiaan untuk melindungi orang-orang yang belum terpapar radikalisme. Hal itu untuk membentuk imunitas agar mereka tidak mudah terpengaruh paham radikal, utamanya di media sosial,” ucapnya. (SAN)