Sigit Pramono, Bankir yang Mengabdi pada Seni di Banyuwangi
›
Sigit Pramono, Bankir yang...
Iklan
Sigit Pramono, Bankir yang Mengabdi pada Seni di Banyuwangi
Sebagai seorang profesional, Sigit Pramono (61) telah lama malang melintang di dunia perbankan. Namun, kecintaannya pada fotografi membuat dirinya kini lebih dalam menyelami seni, budaya, dan alam.
Oleh
Angger Putranto
·5 menit baca
Sebagai seorang profesional, Sigit Pramono (61) telah lama malang melintang di dunia perbankan. Kendati demikian, di dalam jiwanya tak hanya tersimpan kurs mata uang asing, kurva pertumbuhan ekonomi, atau neraca perdagangan. Kecintaannya pada fotografi membuat dirinya kini lebih dalam menyelami seni, budaya, dan alam.
Malam itu, ratusan orang larut dalam hangatnya pertunjukan Jazz Gunung Ijen yang digelar di Amfiteater Gandrung Terakota. Salah satu penonton yang mengenakan sweater dan kerpus tampak ikut berdendang dan sesekali menggoyangkan badannya seirama dengan ketukan.
Penampilannya dan sikapnya tak jauh berbeda dengan penonton lainnya. Padahal, dia adalah pemilik tempat sekaligus penggagas Jazz Gunung, Sigit Pramono.
Taman Gandrung Terakota dibangun Sigit setelah terilhami Terracotta Warrior and Horses di China yang dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang (259-210 SM). Sesuai dengan namanya, Taman Gandrung Terakota berisi patung-patung penari gandrung yang terbuat dari terakota atau biasa disebut gerabah.
”Kami ingin menjadi antitesis. Taman Gandrung Terakota hadir sebagai sebuah monumen lebih membumi. Patung yang tampilkan terbuat dari tembikar yang rawan pecah, mudah rusak. Tembikar tersebut berbahan baku tanah liat karena kami ingin menampilkan siklus kehidupan dari tanah kembali ke tanah,” tutur pria yang lahir di Batang, Pekalongan, 14 November 1958, itu.
Taman Gandrung Terakota, lanjut Sigit, sengaja dibangun di daerah persawahan. Pasalnya, sawah memiliki kedekatan dengan tanah liat dan Gandrung. Gandrung, menurut Sigit, merupakan salah satu kesenian yang ditujukan untuk memuliakan Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan.
Taman Gandrung Terakota ada dalam kompleks bersama dengan Jiwa Jawa Resort dan Java Banana Café. Di dalamnya juga dibangun sebuah galeri seni berisi patung, lukisan foto, dan aneka instalasi.
Sebagian besar karya seni tersebut menggambarkan keindahan alam dan sosok penari gandrung. Beberapa foto yang dipajang antara lain lanskap Gunung Bromo dengan pendar jingga dan potret foto penari gandrung belia yang sederhana namun tetap tampak anggun.
Dalam diri pria yang malang melintang sebagai bankir di sejumlah bank ternama Tanah Air tersebut, ternyata tersimpan darah seni yang kental. Sigit sadar hal itu berkat pengaruh dari lingkungan, pengalaman, teman perjalanan, dan aneka bacaan yang ia lahap dalam hidup sehari-hari.
”Tetapi, saya tentu punya alasan kuat mengapa melakukan hal itu. Saya sangat yakin, rakyat di negeri ini memiliki DNA seni dan budaya yang kuat. Kita kalau ingin bersaing dengan bangsa lain, harus tahu kekuatan kita. Seni dan budaya itulah sebenarnya kekuatan bangsa ini,” ujarnya.
Sadar akan kekuatan tersebut, ayah empat putra ini getol terjun dan berkecimpung di dunia seni dan budaya. Sigit ingin berbuat sesuatu bagi keanekaragaman seni dan budaya yang menjadi kekuatan Indonesia.
Kita semua tahu Indonesia beragam. Tetapi, tahu saja tidak cukup. Harus berbuat sesuatu.
”Kita semua tahu Indonesia beragam. Tetapi, tahu saja tidak cukup. Harus berbuat sesuatu. Ini adalah cara saya menunjukkan kekuatan Indonesia,” tuturnya.
Sigit menyebut, apa yang ia lakukan sekarang tidak hanya demi kesenangan dirinya semata. Ia menganalogikan ini sebagai sebuah usaha menanam pohon jati, bukan pohon sengon.
Maksudnya, apa yang ia lakukan saat ini mungkin tidak ia nikmati. Keuntungan dari semua yang ia lakukan akan dirasakan generasi penerusnya. ”Saya sedang menanam jati. Mungkin bukan saya yang menebang, tapi anak-cucu saya,” ujarnya.
Kecintaan mantan Presiden Direktur BII juga mantan Direktur Utama BNI itu pada seni dan budaya itu mula-mula diawali dari jatuh cinta pada alam. Lanskap Gunung Bromo adalah cerita cinta yang paling berkesan.
Hobi fotografi mengantar Sigit untuk memotret lanskap Gunung Bromo. Hingga akhirnya ia meluncurkan berbagai buku fotografi tentang Gunung Bromo, misalnya View Point dan Equilibrium Bromo. Melalui buku tersebut, Sigit ingin memberikan info tentang spot-spot foto yang bisa menjadi alternatif untuk mengabadikan keindahan Bromo.
”Bromo indah dari segala sudut, tidak hanya dari penanjakan. Perlu juga diketahui, jangan mencari sunrise di Bromo karena sebenarnya yang kita lihat bukan mataharinya. Pengunjung sebenarnya menikmati cahaya pertama yang menyentuh Bromo dan deretan tubuh-tubuh gunung di sana,” tutur Sigit memberikan prespektif.
Rutin mengunjungi Gunung Bromo menumbuhkan keinginan dalam dirinya untuk mendirikan galeri foto di sana. Tahun 2003, keinginan tersebut terwujud, berdirilah galeri beserta kafe yang menjual kopi dan pisang goreng yang ia namai Java Banana.
Secara bertahap ia juga membangun penginapan. Mula-mula tiga kamar, hingga akhirnya kini menjadi 82 kamar dan ia namai Jiwa Jawa. Inilah cikal bakal lahirnya Jazz Gunung Bromo.
Hingga pada suatu gelaran Jazz Gunung Bromo, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas datang. Pertemuannya dengan Anas berlanjut hingga akhirnya Sigit membangun Jiwa Jawa dan Java Banana di Lereng Gunung Ijen.
Tak hanya bangunan fisik, suami dari Sri Rahayu Kusindini juga mengembuskan roh yang sama dengan yang ia tanamkan di Bromo. Lantas munculkan Jazz Gunung Ijen dan sendra tari Meras Gandrung di kompleks Jiwa Jawa Ijen.
Kini, kedua lokasi tersebut, Jiwa Jawa Bromo dan Jiwa Jawa Ijen, menjadi titik pertemuan keindahan alam, keluhuran budaya, dan peradaban seni. Ketiganya lahir dari buah pikir sang bankir, Sigit Pramono.
Semoga apa yang ditanam Sigit benar-benar menjadi pohon jati yang kelak manfaatnya dirasakan anak cucunya dan kita.
Sigit Pramono
Lahir: Batang, 14 November 1958
Istri: Sri Rahayu Kusindini
Anak: Bagas Pramono, Johan Pramono, Satria Pramono, Fadil Pramono
Pendidikan:
SMA 1 Yogyakarta
S-1 Universitas Diponegoro
S-2 Prasestya Mulya
Pengalaman:
Karyawan-Asisten Manager Divisi Perbankan Domestik serta Asisten Manager Divisi Perbendaharaan dan Perbankan Internasional Bank Exim (1983-1988)
Komisaris-Wakil Direktur Utama PT Bank Merincorp Securities (1992-1997)
Presiden Direktur BII (2002-2003)
Direktur Utama BNI (2003-2008)
Komisaris Independen Bank BCA (2008)
Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (2006-2016)
Pendiri Jazz Gunung Indonesia
Pemilik Jiwa Jawa Resort Bromo dan Banyuwangi
Ketua Indonesia Institute Corporate for Directorship